Ketika berbicara tentang karakter, kita mungkin terkecoh pada hal-hal yang awalnya tampak baik, tetapi setelah diteliti lebih jauh sebenarnya justru menjadi karakter yang tidak baik.Â
Pengenalan karakter ini bukanlah sesuatu yang meyakinkan kita untuk melihat ke diri sendiri atau orang lain secara negatif, melainkan upaya mengetahui ketika sifat yang tampaknya positif sebenarnya hanya penyamaran dari karakter negatif.
Dengan memahami pentingnya pengidentifikasian karakter negatif yang disamarkan sebagai sifat berkualitas baik, maka fenomena ini bisa kita antisipasi ketika hal tersebut berdampak ke diri kita sendiri, bahkan ke hubungan kita terhadap orang lain, baik secara pribadi maupun profesional.
Berikut beberapa karakter negatif yang bisa menyamar sebagai sifat baik:
Ketidakpekaan dan ketidakbijakan dianggap sebagai kejujuran
Kejujuran adalah bagian penting dari komunikasi. Namun, mengatakan sesuatu dengan jujur tidak selalu merupakan hal yang bijak ketika kita memberitahukan kepada orang lain tentang apa yang kita pikirkan meskipun itu tepat.
Kejujuran bisa dianggap hal yang tidak sopan jika tidak sesuai dengan situasinya. Kita mungkin sangat mudah mengatakan sesuatu yang benar tanpa mempertimbangkan bagaimana hal itu akan memengaruhi orang lain.Â
Ketidakpekaan dan ketidakbijakan kemungkinan besar malah mengakibatkan kita mengatakan sesuatu yang bisa menyakiti perasaan seseorang atau membuatnya merasa tidak nyaman terhadap perkataan kita tersebut.
Maka pentingnya kita mengantisipasi karakter ini akan membuat kita bekerja keras untuk menjadi peka terhadap perasaan orang lain dan lebih bijaksana tentang bagaimana kata-kata kita memengaruhi orang lain tersebut.
Mengendalikan dianggap sebagai kemampuan mengorganisir yang berorientasi pada detail pekerjaanÂ
Mampu mengorganisir yang berorientasi pada detail pekerjaan sering dianggap sebagai sifat berkualitas untuk dimiliki seseorang. Namun, jika dilakukan kurang tepat, hal itu ternyata bisa menjadi tanda dari karakter yang kurang positif.
Jika menjadi orang yang selalu mengambil bagian tugas mengatur dan merencanakan acara atau proyek, kita mungkin akan mengalami kesulitan memercayai orang lain untuk melakukan hal-hal dengan cara yang menurut kita terbaik. Â
Karakter kita yang suka mengatur dan mengontrol segalanya di sekitar kita hingga ke detail terkecil justru akhirnya membuat kita frustrasi ketika orang lain tampak tidak peduli untuk melakukan semuanya dengan benar.
Jika kita adalah tipe orang yang menginginkan segalanya sesuai keinginan kita, alih-alih terlalu mengontrol, sebaiknya kita mencoba melepaskan sedikit sifat tersebut dan percaya bahwa orang lain pun akan mampu menyelesaikan pekerjaan itu. Dengan demikian, kita mungkin malah menemukan bahwa orang lain lebih mampu mengerjakan tugas tersebut daripada yang kita pikirkan.
Kemalasan dianggap sebagai kesabaran
Perbedaan antara kemalasan dan kesabaran ini mungkin sulit untuk dikenali, tetapi penting untuk kita waspadai jika ingin menghindari kemalasan sebagai penghalang kesuksesan kita.
Kesabaran berarti kita memiliki kemampuan untuk menunggu sesuatu yang kita inginkan tanpa menunjukkan rasa frustrasi atau kemarahan. Sementara itu, kemalasan berarti kita tidak ingin melakukan sesuatu yang membutuhkan usaha dan waktu.
Kemalasan membuat kita cenderung mengelabuhi orang lain agar berpikir bahwa kita sebenarnya adalah orang yang sabar dengan memberikan alasan mengapa kita menunda melakukan sesuatu. Contohnya, kita beralasan tidak ingin terburu-buru melakukan pekerjaan atau kita perlu menunggu kesempatan yang tepat, padahal kita hanya malas mengerjakannya. Ketika saatnya tiba, kita justru menunggu sesuatu terjadi, seolah-olah menunggu keajaiban, padahal kita tidak pernah melakukan apa pun.
Jadi, untuk mencapai tujuan, ada baiknya kita harus harus menghilangkan kemalasan dengan berhenti menunggu atau menunda pekerjaan dan mulai mengambil tindakan.
Kesombongan dianggap sebagai kepercayaan diri
Banyak orang sombong, tetapi mereka tidak selalu mengetahuinya karena kesombongan sering disamarkan sebagai bentuk kepercayaan diri.
Ketika merasa nyaman dengan diri sendiri, kita akan sulit melihatnya sebagai perilaku sombong yang menyamar. Namun, jika melihat lebih dekat, kita akan melihat bahwa kesombongan memiliki beberapa tanda yang dapat membantu kita mengenalinya.
Sebagai contoh, kita lebih memperhatikan penampilan dengan melakukan perawatan atau proses kecantikan untuk terlihat sempurna. Hal tersebut membuat kita percaya diri, apalagi ketika penampilan kita terlihat lebih menarik daripada orang lain. Meskipun tidak ada yang salah dengan memedulikan penampilan, hal itu bisa sangat tidak menarik dan tidak menyenangkan jika dilakukan secara berlebihan.
Bentuk sombong yang lain, yaitu ketika mendapatkan prestasi yang dibanggakan, kita cenderung jumawa dengan menunjukkannya kepada orang lain secara terang-terangan untuk mendapatkan sebuah pengakuan. Jika hal itu dilakukan terus-menerus, tak ayal orang lain akan jenuh terhadap perilaku sombong kita.
Menuntut dianggap sebagai memiliki standard tinggi
Meskipun memiliki standard tinggi tidak tampak seperti hal buruk, kita harus berhati-hati dengan sifat yang satu ini. Dengan menuntut, kita mungkin berpikir bahwa kita hanya mematok standard yang lebih tinggi dari orang lain sehingga kita percaya bahwa permintaan kita merupakan hal yang masuk akal dan dibenarkan.
Akan tetapi, biasanya karakter penuntut tidak terlalu membantu siapa pun yang terlibat. Jika kita terus--menerus mendorong orang lain untuk memenuhi standard tinggi atau mengharapkan sesuatu dari mereka yang tidak memiliki kemampuan atau sumber daya untuk melakukannya, tuntutan kita hanya menciptakan stres dan ketegangan kepada orang-orang tersebut. Jadi, sebaiknya kita memberikan ruang untuk kesalahan mereka dan tidak terlalu banyak menuntut mereka sepanjang waktu.
Memendam perasaan dianggap kekuatan emosional
Saat memendam perasaan, kita mungkin merasa kuat dengan tidak membiarkan orang lain mengetahui apa yang ada di pikiran kita, padahal sebenarnya itu pertanda kelemahan.
Memendam perasaan merupakan bentuk manipulasi tersembunyi dari kebenaran dan itu menghalangi kita untuk dapat mengatasinya dengan cara yang sehat. Memendam perasaan bisa menciptakan lebih banyak stres dibandingkan dengan mengungkapkannya di tempat terbuka.Â
Sifat tersebut bisa menimbulkan perasaan bersalah atau malu jika kita tidak tahu cara mengekspresikan diri dengan benar. Memendam perasaan juga menciptakan kebencian yang tidak perlu terhadap orang-orang di sekitar kita.
Maka ada baiknya kita berusaha mengekspresikan diri secara efektif sehingga orang lain tahu keadaan atau posisi kita. Kekuatan emosional tidak berarti kita harus memendam perasaan diri sendiri.
Menghakimi dianggap sebagai memiliki penilaian baik
Tentu saja, memiliki penilaian baik terhadap orang lain adalah hal yang luar biasa. Itu berarti kita peduli terhadap orang tersebut dan ingin menjadikannya sebagai orang yang lebih baik.
Masalahnya dimulai ketika kita mulai menilai orang lain untuk hal-hal yang sebenarnya tidak layak untuk dinilai. Ketika membiarkan penghakiman, kita sering bertindak berdasarkan bias penilaian kita sendiri dan tidak memercayai kemampuan orang lain untuk membuat keputusannya sendiri.
Jika menilai seseorang karena memiliki pendapat yang berbeda atau karena membuat pilihan tertentu, kita secara inheren menempatkan diri kita di atas orang tersebut. Maka kita akan mengatakan bahwa cara kitalah yang benar, sementara dia salah.
Alih-alih berasumsi bahwa seseorang membuat pilihan paling buruk dalam hidup, kita harus memikirkan tentang apa yang mungkin dia alami dan bagaimana kata-kata dan tindakan kita dapat membantunya melewatinya. Terkadang, hal terpenting yang dapat lakukan lakukan untuk orang lain hanyalah mendengarkannya.
Ketidakstabilan dianggap sebagai spontanitas
Spontanitas bisa menjadi hal yang baik. Saat melakukan hal secara spontan, itu berarti kita tidak tertahan oleh jadwal yang ketat atau kebutuhan untuk membuat rencana ke depan agar siap menghadapi kemungkinan sesuatu yang bisa terjadi.
Namun demikian, terkadang menjadi spontan bisa menjadi pertanda ketidakstabilan---dan itu bukanlah hal yang baik. Jika terus berubah pikiran atau membuat keputusan berdasarkan suasana hati kita, alih-alih logika, itu adalah tanda bahaya.
Kita mungkin jauh lebih impulsif dari yang kita sadari, yang dapat menyebabkan masalah dalam hubungan sosial dan karir kita. Spontanitas sangat bagus untuk membuat hal-hal tetap menarik, tetapi ketidakstabilan dapat menyebabkan masalah di kemudian hari ketika waktunya tiba untuk mengambil keputusan penting.
Ketidakmampuan melepaskan dianggap sebagai sentimental
Sentimentalitas dianggap memiliki rasa kesetiaan dan komitmen yang kuat terhadap hal-hal yang kita sayangi di masa lalu. Namun, terkadang menjadi sentimental bisa menjadi alasan yang dibuat-buat untuk mempertahankan hal-hal dari masa lalu yang seharusnya sudah kita lepaskan sejak lama, baik benda, orang, maupun tempat.
Saat terjebak dalam lingkaran nostalgia, kita tidak dapat beradaptasi dengan situasi atau keadaan baru yang dapat menyebabkan kita kehilangan kesempatan untuk berkembang atau maju. Tidak apa-apa kita mengenang apa yang telah hilang, tetapi tidak boleh membiarkan kenangan itu terus menghalangi kita membuat hal baru.
Nah, sifat positif dan karakter negatif terkadang sulit dibedakan karena keduanya cenderung memiliki perilaku yang sama. Jika terdapat kekeliruan, itu seharusnya mendorong kita untuk menyadari motivasi di balik tindakan kita tersebut. Dengan demikian kita bisa merefleksi diri lebih baik dalam bersikap dan bukan mengejar kekuatan kita yang justru merupakan kelemahan kita untuk tetap melakukannya.
-Shyants Eleftheria, Life is a Journey-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H