Dada Eska berdegup. Apa jawaban. Pada hal sebelumnya pelantikan Kepala SMKM di Sumanik Tanah datar sudah didelegasikan kepada PWM yang lain. Waktu itu Sekretaris PWM dan Majelis Dikdasmen yang hadir. Dan sewaktu Ketua PDM Tanah Datar Drs. H. Yuliasman memberitahu hal itu, Eska menjawab bahwa Ketua tidak bisa secara fisik perorangan hadir.
 Belakangan Buya Yuliasman kecelakaan kenderaan roda dua. Sewaktu beliau di Rumah Sakit M Jamil, Eska langsung telepon menanyakan peristiwa kecelakaan itu. Akibat tabrakan tadi Buya Yulaiasman cedera . Kaki patah tiga dan dioperasi. Asrtaghafirullah. Meski begitu, acara di SMK Sumanik tidak terganggu. pelantikan Kepala SMK tetap jalan.
 Kembali ke Buya Zam. Eska meminta maaf karena secara fisik tidak bisa hadir. Pada waktu yang ditentukan itu sedang di luar Sumbar. Dan Ketua PWM akan mengirim pimpinan yang lain. Semula beliau bersikeras. Meminta Ketua hadir. Tetapi Eska mengatakan bahwa Ketua hadir, tetapi bukan personnya. Yang hadir adalah di antara pimpinan yang 13. Kita menganut prinsip kepemimpinan kolektif-kolegial. Artinya antara ketua dan pimpinan yang lain secara personal lebur di dalam kebersamaan sistem.
Ketika Buya terus mendesak, terpaksa dijelaskan lagi. Eska sejak 23 Maret belum boleh ke Padang. Masih terkurung protocol Covid-19 di rumah putrinya di Ciputat Jakarta. Semua urusan Muhammadiyah ditaja via online, whatsapp, daring, audio-vidio call serta webinar zooms dan internet. Menyangkut hal yang perlu kehadirin fisik ditampilkan anggota PWM yang 12 lainnya yang beberapa di antaranya berusia di bawah 60 tahun bahkan ada yang antara 40-50 tahun yang imunitas tubuhnya tak diragukan.
Kepemimpinan Muhammadiyah bukanlah personal tetapi kebersamaan. Di dalam acara-acara resmi, siapapun yang hadir, itulah ketua. Secara tidak sadar Eska telah menyingkap hal mendasar dalam orientasi kepemimpinan Muhammadiyah dari orang perorangan kepada kebersamaan. Tetapi semua prosesi harus dimusyawarahkan dan pada hal-hal umum dan mungkin khusus, ditaja dan disutradarai oleh Ketua.
Di dalam aktualitasnya, tidak semua kolektifitas menunjukkan kemampuan yang solid luar-dalam. Dalam keadaan begitu, ketua harus kokoh, punya integritas tinggi, peka, randah hati, lapang dada, komunikatif dan tahan banting. Tidak ada penonjolan orang perorangan.
Di satu sisi kiat ini mungkin dapat disebut kekuatan. Di sisi lain mungkin ini kelemahan. Dikatakan kekuatan, karena ketua sebagai dirijen orchestra harus konsisten dan konsekuen menyelaraskan operasional persyerikatan.
Menjaga ritme dan nafas organisasi. Memelihara harmoni dan irama yang ditayangkan. Bila ada alat "musik" atau "pemusik" yang tidak berbunyi sesuai irama, harus turun memperbaiki. Tetapi ada juga alat musik yang berbunyi sendiri Kalau ditanya ini iramanya, apa? "Pemusiknya" senyum atau malah diam, dan tidak jarang yang kelihatan kurang berkenan. Yang tersebut terakhir masih lumayan, "musik" tetap berbunyi.
Menghadapi itu semua, perlu pemimpin dengan karakter tokoh yang kuat. Inspirator, motivator, dinamisator, stabilisator dan sekaligus inisiator pengerak langsung. Meski ada pimpinan di bantu oleh majelis, lembaga dan badan ditambah ortom.
Namun delegasi wewenang sebagai ditanfizkan pada job diskripsi tidak otomatis berkerja. Kenyataannya tidak setiap pimpinan seara personal punya tanggungjawab kordinasi dan insiasi berjalan optimal
Hal lain, tentu saja ada kelemahannya. Menyebut kolektif-kolegial kadang tinggal teori. Di dalam pelaksanaannya sering berbenturan. Masih ada yang ingin menonjolkan diri. Atau kalau tidak merasa bermanfaat untuk dirinya, tenang saja. Ada yang lain mengerjakan.