Mohon tunggu...
Shofwa Fathina
Shofwa Fathina Mohon Tunggu... Akuntan - Akuntan

Magister Akuntansi Angkatan 40 Universitas Mercubuana Tugas Mata Kuliah Pajak Internasional dan Pemeriksaan Pajak Dosen Pengampu : Prof. Dr. Apollo, M.Si.Ak Nama Mahasiswa : Shofwa Fathina NIM : 55521120001

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

K11_Perhitungan Perpajakan

2 Juni 2022   22:23 Diperbarui: 2 Juni 2022   22:29 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi 1 : Modal Pemilik. dokpri.

Apa Itu Perhitungan Perpajakan

              Undang-Undang RepubIik Indonesia No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 mendefinisikan pajak sebagai kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan dan bersifat memaksa. Ketentuan perpajakan dibayarkan sesuai undang-undang yang berlaku. Adapun wajib pajak tidak mendapatkan timbal balik secara langsung. Tujuan pengenaan pajak ialah untuk digunakan dalam menyokong keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Keperluan negara yang didukung oleh pajak misalnya dalam pembangunan jalan raya, fasilitas umum seperti halte bis dan trotoar, serta perawatan taman kota.

              Pajak dikenakan pada setiap hal yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi. Hal ini sebagaimana dikemukakan Harry I. Wolk, Michael G. Tearney, James L. Dodd dalam Accounting Theory : A Conceptual and Institutional Approach, bahwa modal pemilik merupakan nilai akhir dari asset dikurangi kewajiban (liabilitas). Aktivitas ekonomi banyak didorong oleh beroperasinya perusahaan-perusahaan yang memproduksi barang dan jasa untuk mendapatkan keuntungan. Pemilik sebagai pemberi modal awal berdirinya suatu perusahaan, memberikan modal untuk kemudian dibelanjakan bagi keperluan perusahaan seperti asset berupa peralatan produksi dan juga biaya operasional awal. Selanjutnya setelah perusahaan berjalan, terdapat kemungkinan perusahaan membutuhkan modal tambahan sehingga mencari pinjaman (liabilitas).

              Setelah perusahaan berproduksi, menjual barang dagangan, memperoleh pendapatan, hingga memperoleh laba atau bahkan rugi dari hasil perhitungan operasional. Pada fase ini, modal pemilik terbagi menjadi tiga dengan penjelasan berikut :

  • Modal Disetor (Contributed Capital) : merupakan modal disetor di awal pendirian perusahaan oleh pemilik. Modal ini selanjutnya dapat dikonversi sebagai saham (legal capital, nilai nominal / nilai par). Apabila nilai saham bertambah ataupun menurun, nilai ini dapat diakui dan dikonversi menjadi other contributed capital (agio / disagio).
  • Laba Ditahan (Retained Earnings) : merupakan laba tidak dibagi yang disimpan dalam akun laba ditahan. Operasional perusahaan menghasilkan pendapatan yang kemudian dikurangi beban sehingga menghasilkan laba dalam perhitungan laba rugi (income statement). Beban dapat berasal dari operasional umum perusahaan ataupun beban luar biasa seperti hilangnya barang dagangan karena musibah kebakaran. Demikian pula pendapatan, dapat diperoleh dari penjualan barang / jasa perusahaan ataupun pendapatan non operasional seperti keuntungan penjualan aset. Pengakuan beban secara akuntansi komersial dan perpajakan memiliki perbedaan sehingga perusahaan perlu melakukan rekonsiliasi pajak.
  • Penyesuaian modal belum terealisasi (Unrealized Capital Adjustment) : merupakan penyesuaian yang harus dilakukan karena adanya laba atau rugi terkait modal. Hal ini misalnya kenaikan atau penurunan harga aset seperti gedung dan tanah.

Badan usaha sebagai wajib pajak dikenakan dua jenis objek pajak, yaitu :

  • Objek PPh Tidak Final : objek pajak jenis ini akan dilakukan perhitungan ulang pada akhir tahun pajak. Pajak yang telah dibayarkan atau dipungut pihak lain dapat dihitung sebagai kredit pajak saat hendak membayar PPh Badan. Misalnya PPh 23 yang telah dipotong pengguna jasa dapat dihitung sebagai kredit pajak saat perhitungan SPT PPh Badan.
  • Objek PPh Final : objek pajak ini telah final saat dipotong pihak lain. Pada akhir tahun pajak, pajak final tidak akan dihitung ulang. Jenis pajak ini misalnya PPh Final Pasal 4 ayat (2).

Mengapa Perhitungan Perpajakan Harus Dilakukan

              Perusahaan yang telah berproduksi dan beroperasi secara komersial memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pembukuan (laporan keuangan). Laporan keuangan perlu disusun sebagai bentuk ketaatan pada regulasi pemerintah dan juga sebagai laporan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan perusahaan antara lain pemilik, investor, pemerintah, dan masyarakat umum.

              Kewajiban perpajakan yang melekat pada diri perusahaan sebagai wajib pajak badan antara lain PPh 21 untuk pegawai, PPh 23, PPh 4 ayat 2, PPh 25/29, dan pajak lainnya sesuai aktivitas perusahaan. Setiap satu tahun sekali, perusahaan wajib melaporkan PPh Badan dengan melampirkan laporan keuangan. Akan tetapi, terdapat perbedaan ketentuan mengenai hal-hal yang dapat dibebankan secara fiskal dan secara komersial. Perbedaan tersebut menyebabkan perusahaan harus menyusun rekonsiliasi fiskal untuk dapat melampirkan laporan keuangan menurut ketentuan perpajakan.

              Rekonsiliasi fiskal dapat dibedakan sebagai berikut :

  • Koreksi Fiskal Positif : Koreksi ini akan menyebabkan laba kena pajak bertambah, yang berpengaruh juga pada pertambahan pajak yang harus dibayarkan. Koreksi fiskal positif pada umumnya terjadi karena adanya biaya-biaya yang tidak diperbolehkan untuk dibebankan menurut aturan perpajakan. Peraturan mengenai hal-hal yang tidak boleh dibebankan tercantum dalam Pasal 9 UU PPh.
  • Koreksi Fiskal Negatif : Koreksi ini akan menyebabkan laba kena pajak berkurang. Koreksi fiskal negatif misalnya penghasilan dari hadiah atau undian, atau penghasilan yang telah dikenakan PPh final.

             

Ilustrasi 2 : Akuntansi Perpajakan. dokpri.
Ilustrasi 2 : Akuntansi Perpajakan. dokpri.

Contoh Kasus Perhitungan Pajak dan Akuntansi

              Pada satu perusahaan yang beroperasi secara komersial terdapat banyak jenis pajak penghasilan yang harus dibayarkan sesuai dengan aktivitas yang dilakukan. Berikut ini akan diberikan beberapa contoh perhitungan dan pencatatan secara pajak dan akuntansi terkait penghasilan.

Contoh 1

              PT. Konsultindo merupakan perusahaan penyedia jasa manajemen konsultan untuk pengelolaan dan pencarian tenaga kerja. Perusahaan telah menyelesaikan kontrak penyediaan tenaga kerja dengan PT. Bapapa senilai Rp 100.000.000 pada 20 Mei 2022. PT. Bapapa memotong PPh 23 atas penghasilan yang diterima PT. Konsultindo sebesar 2% untuk penghasilan atas jasa. Sehingga, PT. Konsultindo mencatat dalam akuntansi sebagai berikut :

Dr. Kas / Bank                                            Rp  109.000.000

Dr. PPh 23 Dibayar Dimuka                   Rp     2.000.000

                                                          Cr. Pendapatan Jasa                  Rp 100.000.000

                                                          Cr. PPN Keluaran                        Rp   11.000.000

              Pada akhir bulan berikutnya, yaitu Juni 2022, PT. Konsultindo diwajibkan untuk membayar dan melaporkan PPN Keluaran. PPh 23 dibayar dimuka dapat dikreditkan dalam penghitungan SPT Badan Tahunan sehingga dapat mengurangi beban pajak terutang.

Contoh 2

              PT. Adanama merupakan perusahaan jasa iklan yang memiliki peredaran bruto lebih dari Rp 4,8 miliar pada tahun sebelumnya. Tahun ini PT. Adanama memperoleh peredaran bruto sejumlah Rp 28 miliar dengan penghasilan kena pajak sebesar Rp 2 miliar. PT. Adanama memperoleh fasilitas Pasal 31 E ayat (1) UU PPh yang dapat diberikan pada wajib pajak badan dengan peredaran bruto kurang dari Rp 50 miliar.

PT. Adanama memiliki kredit pajak yang telah dipotong pihak lain berupa PPh 23 sebesar Rp 35.000.000, angsuran PPh 25 yang telah dibayar sebesar Rp 300.000.000. Berikut perhitungan PPh Badan PT. Adanama :

a. Perhitungan penghasilan kena pajak dengan fasilitas :

  • (Rp 4.800.000.000 / Rp 40.000.000.000 ) x Rp 4.000.000.000 = Rp 480.000.000
  • PPh Badan : 11% x Rp 480.000.000 = Rp 52.800.000

b. Perhitungan penghasilan kena pajak tanpa fasilitas :

  • (Rp 4.000.000.000 -- Rp 480.000.000) = Rp 3.520.000.000
  • PPh Badan : 22% x Rp 3.520.000.000 = Rp 774.400.000

c. Total PPh Badan yang harus dibayar yaitu Rp 52.800.000 + Rp 774.400.000 -- Rp 35.000.000 -- Rp 300.000.000 = Rp 492.200.000

d. Pencatatan saat membayar PPh Badan yaitu :

          Dr. Beban PPh Badan                Rp 827.200.000

                                                                         Cr. PPh 23 Dibayar dimuka Rp 35.000.000

                                                                         Cr. PPh 25 dibayar dimuka  Rp 300.000.000

                                                                         Cr. Kas / Bank                          Rp 492.200.000

Contoh 3

              PT. Sarana Komunikasi memiliki laporan laba rugi sebagai berikut :

  • Penjualan Bruto                                Rp 400.000.000
  • Harga Pokok Penjualan                   (Rp 150.000.000)
  • Laba Kotor                                           Rp 250.000.000
  • Biaya Sanksi Pajak                             (Rp     5.000.000)
  • Penghasilan Bunga Deposito         Rp     10.000.000
  • Laba Bersih                                          Rp 245.000.000

Laporan laba rugi PT. Sarana Komunikasi tersebut perlu dilakukan rekonsiliasi fiskal sebab biaya sanksi pajak bukan merupakan beban yang boleh diakui secara fiskal. Selain itu, penghasilan bunga deposito juga telah dikenakan pajak final sehingga tidak dapat disertakan sebagai penghasilan. Setelah dilakukan rekonsiliasi fiskal maka laporan laba rugi PT. Sarana Komunikasi disajikan sebagai berikut :

  • Penjualan Bruto                                 Rp 400.000.000
  • Harga Pokok Penjualan                    (Rp 150.000.000)
  • Laba Kotor                                            Rp 250.000.000
  • Laba Bersih                                          Rp 250.000.000

PT. Sarana Komunikasi telah mengajukan permintaan penggunaan PP 23 atau tarif 0,5% untuk UKM dengan peredaran di bawah 4,8 miliar dan beroperasi belum tiga tahun. Sehingga, Pajak yang harus dibayar PT. Sarana Komunikasi yaitu 0,5% x Rp 400.000.000 = Rp 2.000.000.

Pembayaran ini dicatat sebagai berikut :

Dr. PPh Final 0,5%                      Rp 2.000.000

                                                          Cr. Kas / Bank                Rp 2.000.000

  

Daftar Pustaka :

https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/2007/28tahun2007uu.htm#:~:text=Pajak%20adalah%20kontribusi%20wajib%20kepada,bagi%20sebesar%2Dbesarnya%20kemakmuran%20rakyat.

https://klikpajak.id/blog/perbedaan-koreksi-fiskal-positif-dan-koreksi-fiskal-negatif/

https://atpetsi.or.id/contoh-kasus-perhitungan-pph-badan-terutang

https://guruakuntansi.co.id/rekonsiliasi-fiskal/

Accounting Theory: A Conceptual and Institutional Approach; Harry I. Wolk, Michael G. Tearney, James L. Dodd (bagan pemikiran)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun