Ada beberapa pendapat yang berbeda mengenai apakah proses tersebut layak digunakan sebagai penyimpulan pidana. Salah satunya adalah Dwi Hananta dalam Jurnal Hukum berjudul “Hal-hal yang Meringankan dan Memperberat Peradilan Pidana” dimana ia berpendapat bahwa kesopanan di pengadilan tidak dapat dianggap mengurangi kejahatan karena merupakan tanggung jawab semua orang.
Namun ada juga yang percaya bahwa kesopanan selama proses dapat mempengaruhi keputusan secara signifikan. Demikian dikatakan Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Guru Besar Pascasarjana Ilmu Hukum. Dr. Indriyanto Seno Adji dalam wawancaranya (12/12/2021),
“Dari segi proses hukum, syarat praperadilan seperti kemurahan hati, kejujuran, dll, merupakan pertimbangan yang dapat mempengaruhi hakim untuk memutus apakah akan menambah atau mengurangi hukuman, yang benar-benar terserah hakim."
Peninjauan kembali putusan tersebut merupakan bentuk pertanggungjawaban Komisi Hukum atas apa yang diputuskan dalam putusan Amar, sehingga segala sesuatu yang diputuskan dalam putusan Amar harus diperhitungkan, termasuk meringankan atau memperberat perkara pidana.
UU No. Menurut pasal 8 (2) Yurisdiksi 8 Tahun 2009, hakim harus melihat baik buruknya sifat terdakwa karena beratnya delik. Selain itu, dalam pasal 58 KUHP, yang ditegaskan, juga harus memperhatikan pengurangan syarat-syarat tersebut.
"Dalam penerapan ketentuan pidana, keadaan pribadi yang meringankan, meringankan atau meringankan harus dipertimbangkan hanya dalam kaitannya dengan pelaku perbuatan atau pembantunya sendiri."
Bahwa sesungguhnya penjatuhan hukuman dan hukuman yang meringankan itu adalah urusan hakim dan harus dimasukkan dalam aspek hukum putusan sebagai bentuk tanggung jawab hakim. Hal ini juga dalam kekuasaan hakim untuk mempertimbangkan pengurangan perilaku sopan di pengadilan. Oleh karena itu, memang kesopanan dapat dipertanyakan di pengadilan jika pengadilan pidana menyetujuinya, tetapi ingat bahwa ini tidak sepenuhnya membebaskan kita dari hukuman pidana.
Sehubungan dengan itu, banyak berita utama yang mengarah pada persepsi bahwa terdakwa cukup sopan untuk bebas dari tuntutan pidana harus memberi tahu publik bahwa bersikap sopan di pengadilan tidak serta merta membebaskannya dari tuntutan pidana, kecuali hukuman. , tetapi memang benar, ini mungkin aspek hukum dari panel hukum dalam memberikan pemulihan pidana.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa etika kesopanan dan perilaku yang baik di pengadilan merupakan indikator atau penilaian bagi lembaga kepolisian untuk meringankan hukuman, tetapi tergantung pada keseriusan kasusnya ya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H