Mohon tunggu...
Shirley
Shirley Mohon Tunggu... Lainnya - Berpengalaman sebagai Apoteker di sebuah rumah sakit

Saya menyukai alam, musik, dan sejarah dunia. "Bacaan yang baik menyehatkan pikiran sebagaimana olahraga yang tepat menyehatkan raga."

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Shine Muscat Terancam Residu Pestisida Berlebih?

30 Oktober 2024   01:50 Diperbarui: 30 Oktober 2024   10:11 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Heboh anggur hijau jenis Shine Muscat terkontaminasi residu bahan kimia berbahaya melebihi batas aman. Bila Anda adalah pencinta buah anggur, maka Shine Muscat adalah salah satu varian anggur hijau premium yang mudah ditemukan di supermarket dan juga pasar buah saat ini.

Anggur dengan rasa yang sangat manis dan keasaman yang rendah ini memang adalah salah satu jenis yang paling digemari, selain itu juga harganya paling premium saat ini. 

Anggur ini digemari karena ukuran buahnya yang besar dengan tekstur yang renyah dan rasa yang manis. Warna hijau yang sangat menyegarkan dari anggur ini juga membuat penampilan anggur ini sangat menggugah selera. 

Namun pada Kamis (24/10/2024), Jaringan Peringatan Pestisida Thailand (Thai-PAN) mengumumkan temuan adanya puluhan residu kimia berbahaya dari anggur Shine Muscat yang diimpor ke Thailand. 

Uji laboratorium dilakukan terhadap 24 sampel anggur Shine Muscat dari berbagai lokasi, yaitu dua sampel dari toko daring, tujuh sampel dari toko buah dan pasar segar, dan 15 sampel dari supermarket. Sampel diambil pada tanggal 2 dan 3 Oktober 2024. 

Dari 24 sampel tersebut, hanya sembilan sampel yang dapat diidentifikasi sebagai produk impor dari China. 

Oleh sebab itu, Thai-PAN mendesak para distributor dan penjual menentukan dengan jelas asal negara anggur tersebut untuk memudahkan penelusuran. 

Thai-PAN juga meminta para penjual mengeluarkan sisa stok anggur dari rak mereka. 

Penelitian dilakukan oleh Laboratorium Thai-PAN bekerja sama dengan Majalah Chalard Sue (Smart Buy), Yayasan Konsumen, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan Thailand. 

Residu pestisida pada 23 sampel uji ditemukan ternyata melebihi batas yang diizinkan.  Satu sampel ditemukan mengandung klorpirifos dan 22 sampel lainnya ditemukan mengandung 14 jenis residu berbahaya dengan nilai di atas batas aman 0.01 mg/kg.

Adapun 50 residu beracun yang berbeda yang berhasil dideteksi pada sampel-sampel anggur tersebut, yaitu:

- 2 residu Tipe 4 yaitu klorpirifos dan Endrin aldehyde.

- 26 residu Tipe 3

- 22 residu, di mana jenis-jenisnya tidak terdaftar dalam aturan zat berbahaya berdasarkan hukum Thailand, antara lain Triasulfuron, Cyflumetofen, Chlorantraniliprole, Flonicamid, Etoxazole, dan Spirotetramat.

Otoritas Pangan Thailand mengatakan pestisida ini kemungkinan besar tidak mudah dihilangkan dari jaringan tanaman. 

"Tiga puluh tujuh dari 50 residu beracun ini adalah pestisida sistemik (74 persen) yang berpotensi tertinggal dalam jaringan anggur sehingga sulit untuk dicuci," demikian laporan temuan tersebut dikutip dari CNN. 

"Setiap sampel anggur mengandung antara 7-18 jenis residu beracun, dan 23 dari 24 sampel melebihi batas hukum untuk satu hingga enam jenis bahan kimia beracun," ungkap temuan tersebut. 

Atas berita ini, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar mengatakan akan melakukan sampling anggur Shine Muscat di pasar Indonesia. BPOM juga akan melakukan koordinasi dengan Kementerian Pertanian berkaitan dengan temuan di Thailand tersebut. 

Kementerian Pertanian dan Ketahanan Pangan Malaysia juga melakukan pemantauan ketat di 70 titik di Malaysia atas pemberitaan dari Thailand tersebut. 

Pemantauan yang dilakukan meliputi pemeriksaan dokumen impor, pemeriksaan fisik buah, pemeriksaan label, pengambilan sampel, dan penahanan di gudang importir. 

Residu pestisida di Malaysia diatur dalam Peraturan 41 Regulasi Pangan 1985 yang mengacu pada standar Codex International, di mana impor akan dihentikan bila pihak berwenang menemukan ada pelanggaran terhadap ketentuan makanan impor dalam regulasi tersebut. 

Anggur Shine Muscat (Foto: Japanesetaste.com)
Anggur Shine Muscat (Foto: Japanesetaste.com)

Anggur Shine Muscat

Shine Muscat memiliki memiliki ukuran buah yang besar dengan warna hijau cerah, tekstur daging yang renyah, aroma muskat, dan kadar keasaman yang rendah. 

Anggur ini juga tidak berbiji di mana hal ini dihasilkan dengan memberikan asam giberilat pada klaster bunga dan buahnya yang telah mekar penuh, masing-masing selama 10 hingga 15 hari. 

Tanaman Shine Muscat cukup toleran terhadap penyakit busuk buah, penyakit bulai, dan penyakit bercak putih seperti tepung akibat jamur. Namun Shine Muscat masih sensitif terhadap serangan Anthracnose (sekelompok penyakit jamur yang mengakibatkan bercak gelap pada daun, batang, bunga, dan buah). 

Anggur Shine Muscat matang dari pertengahan hingga akhir Agustus di Akitsu, Jepang. Buahnya berkisar antara 10 hingga 12,4 gram,  masing-masing pada buah yang berbiji dan tanpa biji. 

Shine Muscat adalah varietas hasil persilangan Akitsu-21 dan Hakunan pada tahun 1988. Akitsu-21 sendiri adalah hasil persilangan jenis 'Steuben' (V. labruscana) dengan 'Muscat of Alexandria' (V. vinifera). 

Muscat of Alexandria, dikenal dengan Muscat di Jepang, adalah anggur dengan rasa dan tekstur yang enak. Namun jenis Muscat ini sebagaimana jenis-jenis anggur Eropa lainnya, rentan pecah atau retak, rentan penyakit bila ditanam di daerah dengan curah hujan tinggi, dan tidak sesuai dengan iklim di Jepang, sehingga budidayanya membutuhkan rumah kaca. 

Sedangkan jenis anggur Amerika Steuben memiliki keunggulan lebih resisten terhadap penyakit dan lebih toleran dengan iklim di Jepang, namun secara umum rasanya dianggap kurang enak dibandingkan dengan varian anggur-anggur Eropa.

Untuk mengatasi kekurangan-kekurangan ini, maka disilangkan jenis-jenis anggur Amerika yang mengandung kadar gula tinggi dengan Muscat of Alexandria. Demikianlah Akitsu-21 dilahirkan.

Akitsu-21 memiliki tekstur daging yang mirip dengan Muscat Alexandria dengan ukuran yang besar, namun aromanya tidak terlalu enak (campuran aroma Muscat dan seperti rubah 'foxy'). 

Kemudian varian Eropa Hakunan (hasil persilangan Cattacurgan dan Kaiji) diciptakan. Hakunan kemudian disilangkan lagi dengan varietas dengan kualitas dan rasa yang terbaik, hingga menghasilkan jenis dengan aroma Muscat saja. 

Demikianlah Shine Muscat dihasilkan dari persilangan Akitsu nomor 21 dan Hakunan pada tahun 1988. 

Shine Muscat asli ini terutama dipilih pada tahun 1997 di kebun anggur NIFTS (National Agriculture and Food Research Organization) di Akitsu, Jepang.

Di antara tahun 1999 hingga 2002, anggur ini dinamakan anggur Akitsu No. 23 dan dikirim untuk dilakukan uji adaptasi strain guna diperiksa karakteristiknya di seluruh wilayah Jepang (30 lokasi di 27 prefektur).

Baru pada September tahun 2003, varian ini dirilis dengan nama Shine Muscat dan didaftarkan sebagai Anggur No. 21 dari Departemen Agrikultur dan Kehutanan Jepang.

Kemudian pada Maret 2006, Shine Muscat didaftarkan oleh pengembangnya yaitu Institut Sains Agrobiologi Nasional Jepang sebagai Anggur No 13.981 di bawah Undang-undang Varietas dan Benih Tanaman Jepang (berlaku selama 30 tahun). 

Namun varietas Shine Muscat ini tidak didaftarkan di luar Jepang karena memang tidak dimaksudkan untuk diekspor. 

Dilansir dari JapaneseTaste, Shine Muscat terutama ditanam di Prefektur Yamanashi, Nagano, Okayama, dan Yamagata. 

Namun pada masa-masa tersebut, benih Shine Muscat beredar keluar dari Jepang ke Korea dan China dengan harga jual benih yang lebih murah dibandingkan dengan Jepang. 

Konvensi Internasional untuk Perlindungan Varietas Tanaman Baru mengharuskan varietas buah didaftarkan di luar negara asal dalam jangka waktu tertentu, yaitu enam tahun untuk anggur sejak tanggal pendaftaran di negara asal.

Namun hingga tahun 2012 Jepang belum mendaftarkan varietasnya tersebut sehingga Jepang pun kehilangan hak untuk mengambil royalti atas varietas tersebut. Kementerian Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Jepang memperkirakan Jepang kehilangan 10 miliar Yen per tahun atas kasus ini.

Sementara itu wilayah-wilayah seperti Yeongcheon, Gimcheon, Sangju, Gyeongsan, and Gyeongju telah memproduksi anggur Shine Muscat dan mengekspornya dengan harga hanya sepertiganya harga Jepang. Varietas Shine Muscat Korea dijual di pasar Hong Kong, Thailand, Malaysia, dan Vietnam.

Shine Muscat produksi China juga diekspor dengan harga yang bahkan lebih rendah. 

Pertanyaannya darimana Shine Muscat yang ada di pasar-pasar Indonesia berasal? Diimpor dari negara mana? Apakah jenis ini sudah ada yang membudidayakannya di Indonesia? 

Penulis mengamati anggur premium ini bahkan sangat mudah ditemukan di pasar-pasar tradisional di daerah maupun di toko-toko buah pinggir jalan di mana anggur tersebut dijual dengan kondisi suhu ruangan yang terpapar panas selama berhari-hari. 

Penulis sempat bertanya dalam hati beberapa kali ketika melihat buah anggur ini dijual di tempat demikian, apa yang membuat buah-buah anggur ini begitu tahan lama dengan suhu panas Indonesia? 

Residu Pestisida 

Pestisida memang diperlukan petani untuk melindungi tanaman dari serangan hama seperti serangga, kuman, jamur, dan hewan pengerat. 

Peredaran, penyimpanan, dan penggunaan pestisida tentunya diatur di setiap negara. Perihal pestisida di Indonesia diatur dengan Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1973.

Peraturan ini mengharuskan setiap pestisida yang digunakan haruslah telah terdaftar di Kementerian Pertanian melalui Komisi Pestisida untuk memperoleh izin penggunaannya. 

Pestisida yang digunakan juga harus memiliki label dalam bahasa Indonesia yang berisi keterangan-keterangan yang diatur dalam Keputusan Menteri Pertanian No 429/Kpts/Mm/1973 dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam pendaftaran dan izin masing-masing pestisida. 

Terkadang dosis pestisida digunakan melebihi batas yang disarankan dengan alasan dosis yang rendah sudah tidak mampu lagi mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Hal ini tentunya berakibat pada residu pestisida yang juga meningkat. 

Pestisida biasanya memiliki sisa atau residu yang menempel pada tanaman dan tidak hilang begitu saja dengan dibersihkan menggunakan air biasa. 

Residu pestisida tanpa disadari dapat masuk ke dalam tubuh seseorang tanpa menimbulkan sakit atau keluhan mendadak.

Gejala ringan dari residu pestisida berlebihan bila termakan adalah sakit perut dan muntah. Gejala keracunan akut adalah sakit kepala, mual, muntal, parestesia (sensasi seperti kesemutan), rasa letih, dan tremor.

Sedangkan akumulasi residu pestisida dapat menyebabkan gangguan kesehatan  seperti memicu perkembangan kanker (karsinogenik), merusak sel-sel hati dan ginjal, merusak sistem saraf, dan merusak sistem imunitas tubuh. 

Residu pestisida juga rentan menyebabkan masalah kesehatan pada anak-anak dan wanita hamil. Masalah yang kemungkinan dapat ditimbulkan antara lain autisme, gangguan hiperaktif, dan kemungkinan komplikasi saat melahirkan. Hal ini karena efek racun pestisida yang dapat bersifat mutagenik (mengakibatkan kerusakan gen) dan teratogenik (kecacatan pada janin). 

Residu pestisida memang telah menjadi momok bagi manusia. Selain disemprot secara rutin selama proses pertumbuhan, bahkan beberapa hari menjelang panenpun pestisida masih diaplikasikan.

Perlu diketahui bahwa kriteria residu pestisida suatu produk pertanian, baik buah maupun sayur, adalah salah satu kriteria untuk pertimbangan apakah produk itu diterima atau ditolak oleh negara pengimpor. 

Negara-negara maju sangat ketat akan batasan residu pestisida pada produk-produk yang diimpornya. 

Dilansir dari portal resmi pemerintah Kabupaten Badung, badungkab.go.id (artikel informasi September 2018), produk pertanian Indonesia sering ditolak di luar negeri karena residu pestisida yang berlebihan. Pernah diberitakan, cabai Indonesia ditolak Singapura karena residu pestisida yang melebihi ambang batas

Pada tahun 80-an, produksi sayur mayur dari Sumatera Utara masih diterima pasar luar negeri. Namun seiring dengan peningkatan kesadaran akan kesehatan, sayur mayur dari Sumatera Utara ini ditolak karena kandungan residu pestisidanya yang melampaui ambang batas. 

Sebenarnya pemerintah telah membuat aturan terkait ambang batas residu pestisida ini pada tahun 1996 melalui Surat Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian. Namun di lapangan, belum banyak petani dan pengusaha pertanian yang peduli akan hal ini. 

Mengurangi residu pestisida sebelum mengonsumsi

Solusi praktis untuk menghindari dampak dari residu pestisida ini adalah dengan mengonsumsi buah dan sayur organik, namun tentunya hal ini akan sangat memberatkan dari segi biaya bagi mayoritas masyarakat. Lagipula tidak mudah mendapatkan semua jenis buah dan sayur versi organiknya. 

Yang dapat kita lakukan untuk meminimalir residu pestisida ini sebelum memakannya adalah mencuci dengan air mengalir, atau direndam menggunakan air cuka dan ataupun air garam. 

Air garam yang digunakan biasanya adalah perbandingan 1:10, di mana buah dan sayur direndam selama 20 menit. Selanjutnya buah dan sayur dicuci dengan air mengalir.

Campuran air dan cuka dengan perbandingan 1:3 selama 20 menit juga dapat digunakan untuk merendam buah dan sayur. 

Tips lain yang saya peroleh adalah dengan merendam buah dan sayur selama 5-10 menit dengan campuran 250 mL air, 1 sendok makan perasan jeruk nipis atau jeruk lemon, dan 2 sendok makan baking soda. Selanjutnya bilas dengan air mengalir. Larutan ini juga dapat disemprotkan pada buah dan sayuran dan didiamkan selama 5-10 menit kemudian dibilas. 

Perebusan juga efektif dapat menghilangkan sejumlah residu pestisida ini, namun tentunya tidak semua buah kita memakannya dengan merebusnya bukan?

Kini juga telah tersedia deterjen cair yang khusus untuk mencuci buah dan sayur (food grade).

Jadi kebiasaan mencuci buah dan sayur sebelum dikonsumsi adalah hal yang baik bagi kesehatan kita, tidak hanya jangka pendek tetapi juga jangka panjang. 

Namun cucilah buah dan sayur bila sudah hendak mengkonsumsinya. Jangan mencuci atau merendam buah dan sayur bila belum segera akan dimakan karena hal ini akan mendorong pertumbuhan bakteri maupun jamur. 

Untuk buah dan sayur dengan kulit yang lebih tebal atau kencang seperti apel, lemon, pear, wortel, dan umbi-umbi seperti kentang, lobak, dan lain-lain dapat dibantu membersihkannya dengan menggunakan sikat berbulu lembut. Menyikat dapat membantu menghilangkan tidak hanya kotoran tetapi juga residu pestisida dengan lebih baik dari pori-porinya. 

Tips lainnya adalah membuang lapisan daun terluar dari sayuran seperti selada, kubis, dan lain-lain. Kemudian sayuran direndam dalam air dan dibilas beberapa kali. 

Semoga dinas dan instansi pemerintah terkait dapat lebih aktif di dalam mengawasi semua produk pertanian impor karena kualitas makanan yang dikonsumsi oleh warga suatu negara akan menentukan kesejahteraan negara tersebut, baik jangka pendek maupun jangka panjang. 

Pengawasan pangan impor adalah tanggung jawab negara dalam menjamin keamanan dan mutu pangan yang dikonsumsi oleh warganya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun