Mohon tunggu...
Shirley
Shirley Mohon Tunggu... Lainnya - Berpengalaman sebagai Apoteker di sebuah rumah sakit

Saya menyukai alam, musik, dan sejarah dunia. "Bacaan yang baik menyehatkan pikiran sebagaimana olahraga yang tepat menyehatkan raga."

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Disayang hingga Beranak, Malah Dianggap Kriminal

12 September 2024   03:05 Diperbarui: 12 September 2024   13:57 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Landak Jawa. (Foto: BaliWildlife)

Karena empat ekor landak Jawa warisan almarhum ayah mertua, I Nyoman Sukena (38) terancam hukuman penjara 5 tahun dan denda ratusan juta rupiah. Masalahnya, Sukena tidak tahu dia telah melanggar hukum selama ini. 

Kasus Sukena saat tulisan ini dibuat sudah memasuki tahap pembuktian dan ia telah ditahan hampir satu bulan. 

Sukena didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan hukuman 5 tahun penjara dan denda hingga Rp 100 juta. Ia ditangkap di rumahnya pada 4 Maret 2024 oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Bali. 

Kandang tempat Landak Jawa dari I Nyoman Sukena dipelihara sampai berkembang biak. (Foto: TribunBali)
Kandang tempat Landak Jawa dari I Nyoman Sukena dipelihara sampai berkembang biak. (Foto: TribunBali)

Kronologis

Berawal dari ayah mertua Wayan Sukena yang menemukan dua ekor landak kecil di ladangnya. Setelah meninggal, Sukena melanjutkan merawatnya. Dari awalnya dua ekor menjadi empat ekor. 

"Berkembang biak landaknya," kata kuasa hukum Sukena, Gede Pasek Suardika, dilansir dari detikBali. 

Seseorang kemudian mengetahui Sukena memelihara landak Jawa sekitar Maret 2024. Namun Pasek Suardika mengatakan pihaknya belum mengetahui pihak yang melaporkan Sukena ke polisi. 

Sukena adalah warga Desa Bongkasa Pertiwi, Badung, Bali. Ia menangis histeris usai divonis 5 tahun penjara. Sebagai orang awam, Sukena mengaku tidak tahu kalau Landak Jawa adalah satwa yang dilindungi. 

Pidana dan proses hukum yang berlebihan 

Kasus Sukena pun viral dan banyak warganet menyayangkan serta mengecam putusan hakim. Alasannya masih banyak warga negara Indonesia yang tidak tahu bahwa Landak Jawa adalah hewan yang dilindungi. 

"Jika Landak Jawa kategori dilindungi, tinggal ambil landaknya. Kasih tau kalau itu gak boleh. Beres. Kenapa harus dipenjara?" komentar salah satu netizen. 

"Yang seharusnya ditangkap itu pemburu satwa dilindungi," kata netizen lain. 

"Lucunya hukum di negara kita, pemburu dibiarkan. Ini sampai beranak malah dihukum."

Bahkan netizen banyak mengunggah video-video kuliner daging landak di beberapa daerah di Indonesia dan memberi komentar, "Yang jual sate landak tambah laris, yang pelihara landak penjara 5 tahun."  

Dilansir dari Kompas, pakar hukum ilmu pidana Universitas Trisakti Albert Aries mengatakan jerat pidana kepada Sukena yang sudah menyelamatkan dan memelihara Landak Jawa adalah wujud penerapan hukum yang berlebihan. 

Menurut Albert Aries, penerapan pidana dalam UU Konservasi adalah upaya terakhir atau ultimum remedium, artinya sanksi yang bersifat alternatif seperti sanksi administrasi dan melakukan pembinaan masih dapat dijatuhkan. 

Ia juga mendorong agar paradigma keadilan yang dipandang sebagai pembalasan (lex talionis) digeser. Saat ini, kata Albert, Indonesia telah memiliki UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP Baru yang meskipun baru akan berlaku pada Januari 2026, namun undang-undang itu memuat nilai-nilai keadilan yang "korektif". 

Majelis Hakim dan seluruh aparat penegak hukum harus memahami arti pentingnya tujuan dari pedoman pemidanaan yang diatur dalam Pasal 51-54 KUHP Baru. Di mana pasal-pasal ini selaras dengan Pasal 5 UU kekuasaan kehakiman.

"Hakim harus menggali nilai-nilai hukum dan rasa keadilan di masyarakat. Karena masih banyak urusan lain yang lebih penting dari sekedar menghukum I Nyoman Sukena," kata Albert.  

Ahli Hukum dan Kriminolog Fakultas Hukum Universitas Udayana Gede Made Suardana, dikutip dari detikBali, menilai niat jahat Sukena tidak terbukti dalam persidangan sehingga majelis hakim seharusnya dapat memutuskan hukuman yang ringan, yaitu di bawah lima tahun penjara. 

Suardana menilai Sukena ditangkap polisi dan diproses kasusnya hanya karena aturan pelarangan memelihara, menangkap, dan menyimpan Landak Jawa dalam keadaan hidup, sedangkan pembuktian niat jahat yang bersangkutan juga harusnya dipertimbangkan. Sukena tidak mempunyai niat jahat untuk memperjualbelikan ataupun mengkonsumsi landak Jawa tersebut. 

Menurut Suardana dan juga banyak komentar netizen, kasus Sukena ini harusnya dapat diselesaikan dengan dialog berupa penyuluhan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). 

Penasihat hukum Sukena, R Bayu Perdana berharap kasus ini dapat diselesaikan secara restorative justice. 

"I Nyoman Sukena hanya menyelamatkan landak yang ditemukannya di sawah, tanpa ada niat untuk menyakiti maupun menjual landak tersebut. Sudah sepatutnya terdakwa segera dibebaskan lepas dari segala tuntutan," ujarnya dilansir dari Kompas.

Bayu sendiri mengaku kalau dirinya pun tidak tahu kalau Landak Jawa itu dilindungi. Bayu mengatakan Sukana hobi memelihara binatang, salah satunya burung Jalak Bali yang telah memiliki izin. 

Anggota DPR RI, I Nyoman Parta bahkan menemui keluarga Sukena pada 6 September 2024. Parta menemui orangtua Sukena yakni I Made Klemeng dan Ni Nyoman Ujung, serta saudaranya I Made Sulendra. 

"Dua ekor anak landak itu awalnya dipelihara almarhum Wayan Depang. Setelah mertua meninggal, dibawa ke rumah Nyoman Sukena dan dirawat dengan sangat baik. Mungkin karena pembawaan lahir di Tumpek Kandang, Sukena memang senang dengan binatang," kata Parta, dilansir dari Kompas. 

Selain landak Jawa, Sukena juga memelihara burung, anjing, dan ayam. 

"Landak titipan mertuanya dipelihara dengan baik. Sampai suatu ketika landak itu punya anak dua ekor, sehingga menjadi empat ekor. Bahkan landak peliharaannya sempat dimanfaatkan untuk ngayah dalam 2 karya (upacara keagamaan Hindu)," kata Parta. 

Larangan memelihara satwa yang dilindungi 

Sukena didakwa dengan UU Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDA-HE). Undang-undang ini baru disahkan pada 7 Agustus 2024 ini. 

Menurut UU ini, Landak Jawa termasuk satwa liar yang dilindungi. Satwa liar adalah satwa yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia. 

Sebagian kutipan dari Pasal 21 ayat 2, berbunyi, "Setiap orang dilarang untuk memburu, menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan/atau memperdagangkan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup dan juga dalam keadaan mati."

Orang perseorangan yang melanggar hal tersebut dikenakan sanksi seperti tercantum dalam Pasal 40A, yaitu pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori VII. 

Sedangkan bila pelanggaran di atas dilakukan oleh korporasi maka sanksinya adalah pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori VI. 

Selain itu bila pelakunya adalah korporasi, maka ada pidana tambahan berupa:

- pembayaran ganti rugi

- biaya pemulihan ekosistem kawasan suaka alam dan atau kawasan pelestarian alam

- biaya rehabilitasi, translokasi, dan pelepasliaran satwa ke habitat asli

- biaya pemeliharaan tumbuhan dan atau satwa yang tidak dapat dikembalikan ke habitat asli

- perampasan tumbuhan dan atau satwa atau keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana

- pengumuman putusan pengadilan

- pencabutan izin tertentu (maksimal 2 tahun)

- pelarangan permanen melakukan perbuatan tertentu

- penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/ atau kegiatan usaha (maksimal 2 tahun)

- pembekuan seluruh atau sebagian kegiatan usaha (maksimal 2 tahun); dan/atau 

- pembubaran korporasi.

Landak Jawa. (Foto: BaliWildlife)
Landak Jawa. (Foto: BaliWildlife)
Landak Jawa (Hystrix javanica) termasuk dalam daftar hewan yang dilindungi karena populasinya rentan dan terancam punah. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MenLHK/Setjen/Kum.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.

Landak Jawa semakin sulit ditemukan di alam. Hal ini karena daging landak banyak diburu. Beberapa orang percaya organ hewan ini berkhasiat untuk kesehatan. 

Landak Jawa memiliki duri tebal dan kaku yang dapat mencapai panjang 20 cm berwarna kecoklatan dan kehitaman. Terdapat juga corak putih pada durinya. Landak Jawa makan daun, rumput, ranting, akar, buah-buahan, umbi, dan sayur-sayuran. 

Satwa dilindungi di Indonesia

Bagi sobat yang ingin memelihara hewan, sebaiknya mengecek dahulu apakah hewan yang hendak dipelihara termasuk satwa dilindungi atau bukan. 

Terhadap satwa yang dilindungi ini ada beberapa hal yang harus kita perhatikan antara lain:

- Dilarang memburu, menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan/atau memperdagangkan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup maupun mati.

- Dilarang menyimpan, memiliki, mengangkut, dan/atau memperdagangkan spesimen, bagian-bagian, atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian dari satwa yang dilindungi.

- Dilarang mengambil, merusak, memusnahkan, memperdagangkan, menyimpan, dan/atau memiliki telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi.

- Dilarang melakukan kegiatan memperdagangkan melalui media elektronik atau media lainnya tanpa izin terhadap satwa yang dilindungi dan/atau bagian-bagiannya.  

Penulis menyayangkan informasi tentang perlindungan terhadap satwa langka dan terancam punah memang masih dirasa kurang. Sebaiknya hal semacam ini sudah diajarkan kepada siswa siswi sekolah. 

Selain itu, seharusnya kepala RT/RW yang seyogyanya tahu kondisi lingkungan dan rumah warganya juga memahami hal ini sehingga dapat menjadi aparat pertama yang mengedukasi warganya. 

Penulis juga bertanya-tanya apakah tempat penjualan sate landak di beberapa tempat juga pernah diperiksa oleh petugas BKSDA? Apakah mereka sudah memastikan bahwa jenis landak yang dijadikan sate bukan termasuk jenis yang populasinya sudah sedikit?  

Daftar baik tumbuhan maupun satwa yang dilindungi telah beberapa kali mengalami perubahan. Perubahan dilakukan atas pertimbangan otoritas keilmuan yang ditunjuk oleh pemerintah yakni dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). 

Daftar yang saat ini berlaku adalah berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MenLHK/Setjen/Kum.1/12/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MenLHK/Setjen/Kum.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. 

Daftar tersebut mencakup berbagai kategori binatang, yaitu mamalia, burung, amfibia, reptilia, ikan, artropoda, dan moluska. 

Penulis hanya mencantumkan beberapa satwa yang dilindungi di Indonesia sebagai contoh, antara lain: 

Dari jenis mamalia besar:

- Anoa Gunung (Bubalus quarlesi), Anoa Dataran Rendah (Bubalus depressicornis)

- Babirusa Tualangio (Babyrousa babyrussa)

- Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus)

- Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis)

- Banteng (Bos javanicus)

- Beruang Madu (Helarctos malayanus)

- Gajah Asia (Elephas maximus)

- Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae)

- Kambing Hutan Sumatera (Capricornis sumatraensis)

- Kijang muncak (Muntiacus atherodes)

- Rusa Sambar (Axis kuhlii)

- Tapir Tenuk (Tapirus indicus)

Dari jenis mamalia kecil berkuku genap seperti rusa kecil: 

- Pelanduk Napu (Tragulus napu), Pelanduk Kancil (Tragulus javanicus);

- Kancil Kecil (Tragulus kenchil)

Dari jenis kucing dan anjing:

- Kucing Tanda (Prionailurus planiceps), Kucing Kuwuk (Prionailurus bengalensis), Kucing Bakau (Prionailurus viverrinus), Kucing Merah (Catopuma badia), Kucing Emas (Catopuma temminckii), Kucing Batu (Pardofelis marmorata);

- Anjing Ajag (Cuon alpinus)

Dari jenis hewan berkantung: 

- Pelandu Nugini (Thylogale browni), Pelandu Merah (Thylogale stigmatica), Pelandu Aru (Thylogale brunii); 

- Kuskus Tembung / Nibilam Tembung (Strigocuscus celebensis), Kuskus Talaud (Ailurops melanotis), Kuskus Scham-Scham (Spilocuscus papuensis), Kuskus Pontai (Spilocuscus maculatus), Kuskus Bohai (Spilocuscus rufoniger), Kuskus Peleng (Strigocuscus pelengensis), Kuskus Yaben (Phalanger sericeus), Kuskus Siku Putih (Phalanger vestitus), Kuskus Selatan (Phalanger intercastellanus), Kuskus Obi (Phalanger rothschildi), Kuskus Mata Biru (Phalanger mata biru), Kuskus Gunung (Phalanger carmelitae), Kuskus Guannal (Phalanger gymnotis), Kuskus Gebe (Phalanger alexandrae).

- Kanguru Pohon Wakera (Dendrolagus inustus), Kanguru Pohon Nemena (Dendrolagus ursinus), Kanguru Pohon Ndomea (Dendrolagus dorianus), Kanguru Pohon Mbaiso (Dendrolagus mbaiso), Kanguru Pohon Hias (Dendrolagus goodfellowi).

Dari jenis mamalia air: 

- Dugong (Dugong dugon)

- Paus Tombak (Balaenoptera acutorostrata), Paus Biru (Balaenoptera musculus), Paus Omura (Balaenoptera omurai), Paus Minke Antarktika (Balaenoptera bonaerensis), Paus Sei (Balaenoptera borealis), Paus Edeni (Balaenoptera edeni);

- Paus Sperma (Physeter macrocephalus), Paus Pilot bersirip pendek (Globicephala macrorhynchus), Paus Pembunuh (Orcinus orca), Paus Pemangsa Palsu (Pseudorca crassidens), Paus Pemangsa Kerdil (Feresa attenuata), Paus Paruh Blainville (Mesoplodon densirostris), Paus Paruh bergigi Ginko (Mesoplodon ginkgodens), Paus Paruh Angsa (Ziphius cavirostris), Paus Lodan Kecil Jauba (Kogia breviceps), Paus Lodan Kecil (Kogia sima), Paus Kepala Melon (Ziphius cavirsotris), Paus Hidung Botol (Indopacetus pacificus), Paus Bongkok (Megaptera novaeangliae); 

- Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris); 

- Lumba-Lumba Totol (Stenella attenuata), Lumba-Lumba Garis (Stenella coeruleoalba), Lumba-Lumba Moncong Panjang (Stenella longirostris), Lumba-Lumba Risso (Grampus griseus), Lumba-Lumba Moncong Panjang Biasa (Delphinus capensis), Lumba-Lumba Hitam Tak Bersirip (Neophocaena phocaenoides), Lumba-Lumba Hidung Botol Indopasifik (Tursiops aduncus), Lumba-Lumba Hidung Botol (Tursiops truncatus), Lumba-Lumba Gigi Kasar (Steno bredanensis), Lumba-Lumba Fraser (Lagenodelphis hosei), Lumba-Lumba Bongkos (Sousa chinensis). 

Dari jenis primata: 

- Bekantan (Nasalis larvatus);

- Beruk Mentawai (Macaca pagensis);

- Kekah / Natuna Island surili (Presbytis natunae);

- Kukang Sumatera (Nycticebus coucang), Kukang Kalimantan (Nycticebus menagensis), Kukang Jawa (Nycticebus javanicus); 

- Lutung Surili (Presbytis comata), Lutung Simpai (Presbytis melalophos), Lutung Simakobu (Simias concolor), Lutung Merah (Presbytis rubicunda), Lutung Kelabu (Trachyphitecus cristatus), Lutung Kedih (Presbytis thomasi), Lutung Joja (Presbytis potenziani), Lutung Jirangan (Presbytis frontata), Lutung Budeng (Trachypithecus auratus);

- Monyet Yaki (Macaca nigra), Monyet Digo (Macaca ochreata), Monyet Darre (Macaca maura), Monyet Boti (Macaca tonkeana);

- Owa Serudung (Hylobates lar), Owa Kalawat (Hylobates muelleri), Owa Jenggot Putih (Hylobates albibarbis), Owa Jawa (Hylobates moloch), Owa Bliau (Hylobates klosii), Owa Ungko (Hylobates agilis);

- Tarsius Tangkasi (Tarsius tarsier), Tarsius Siau (Tarsius tumpara), Tarsius Lariang (Tarsius lariang);

- Krabuku Sangihe (Tarsius sangirensis), Krabuku Peleng (Tarsius pelengensis), Krabuku Kecil (Tarsius pumilus), Krabuku Ingkat (Tarsius bancanus), Krabuku Diana (Tarsius dentatus); 

- Siamang (Symphalangus syndactylus)

Dari jenis hewan mamalia pemakan semut dan rayap: 

- Nokdiak Moncong Pendek (Tachyglossus aculeatus), Nokdiak Moncong Panjang (Zaglossus bruijni);

- Trenggiling (Manis javanica)

Dari jenis mamalia semiakuatik:

- Berang-Berang Wregul (Lutrogale perspicillata), Berang-Berang Pantai (Lutra lutra), Berang-Berang Gunung (Lutra sumatrana)

Dari jenis musang dan sejenisnya: 

- Musang Sulawesi (Macrogalidia musschenbroekii), Musang Linsang (Prionodon linsang), Musang Air (Cynogale bennettii);

- Binturong (Arctictis binturong)

Landak Jawa (Foto: Wikipedia)
Landak Jawa (Foto: Wikipedia)
Dari jenis hewan pengerat: 

- Landak Jawa (Hystrix javanica);

- Kelinci Sumatera (Nesolagus netscheri)

Dari jenis lainnya: Sigung Sumatera (Arctonyx collaris), 

Dari jenis kelelawar:

- Kalong Talaud (Pteropus pumilus);

- Codot Talaud (Acerodon humulis), Codot Gigi Kecil (Neopteryx frosti)

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun