Mohon tunggu...
Shirley
Shirley Mohon Tunggu... Lainnya - Berpengalaman sebagai Apoteker di sebuah rumah sakit

Saya menyukai alam, musik, dan sejarah dunia. "Bacaan yang baik menyehatkan pikiran sebagaimana olahraga yang tepat menyehatkan raga."

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Menolong Hikikomori Move On

31 Agustus 2024   00:40 Diperbarui: 31 Agustus 2024   08:35 663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
RS Sainte-Anne di Paris yang mempunyai spesialisasi di bidang psikiatri, saraf, bedah saraf, neuroimaging, dan kecanduan. (Foto: YT Java Discover)

Sang kakak dalam wawancara dokumenter mengatakan adiknya yang melakukan hikikomori tidak pernah mendapat pujian dari masyarakat dan tidak pernah membangun keluarganya sendiri. 

Fenomena hikikomori ini menegaskan bahwa betapa manusia merasa berharga bila mempunyai kontribusi yang nyata dalam masyarakat. 

Pelaku hikikomori diketahui meningkat tajam di Jepang setelah pandemi Covid-19 pada akhir tahun 2020 yang lalu. Banyak orang kehilangan pekerjaannya. Kehilangan penghasilan dan aktivitas, mereka juga kehilangan makna hidup. 

Salah satu fakta yang terang benderang adalah kebanyakan pelaku hikikomori adalah pria. Hal ini menegaskan pekerjaan adalah salah satu aspek yang utama dalam kehidupan seorang pria. Pekerjaan memang adalah bukti eksistensi bagi banyak orang, khususnya kaum pria. 

Hikikomori adalah masalah yang serius. Butuh orang-orang yang mempunyai hati untuk menjangkau mereka. Para pekerja sosial di negara-negara maju seperti Jepang, beberapa negara Eropa dan Singapura telah mempunyai perhatian khusus kepada mereka yang tinggal seorang diri karena faktor keadaan ataupun mereka yang sengaja melakukan hikikomori. 

Dugaan penyebab psikologis

Dilansir dari Psychology Today, menurut sebuah studi klinis tahun 2023 yang dipublikasi di Clinical Child and Family Psychological Review, hikikomori disebabkan oleh berbagai faktor. 

Faktor pemicu hikikomori antara lain kondisi psikis seseorang, kepribadian yang maladaptif (sulit atau tidak dapat beradaptasi), kondisi keluarga termasuk pola asuh yang merusak, pengalaman pertemanan yang negatif, tekanan sosial, dan penggunaan media digital dan internet yang berlebihan. 

Secara psikologis, hikikomori disebut mirip dengan perilaku menarik diri secara sosial pada individu dengan gangguan spektrum autisme. Hal ini membuat beberapa psikiater berpikir hikikomori mungkin dipengaruhi oleh kondisi spektrum autisme tertentu dan gangguan lain yang mempengaruhi integrasi sosial. 

Suwa dan Hara (2007) menemukan bahwa 5 dari 27 kasus hikikomori memiliki gangguan perkembangan yang disebut high-functioning pervasive developmental disorder (HPDD); 12 kasus memiliki gangguan atau penyakit mental lainnya yaitu 6 kasus gangguan kepribadian, 3 kasus gangguan obsesif-kompulsif, 2 kasus depresi, dan 1 kasus gangguan intelektual ringan; dan 10 adalah kasus hikikomori primer. 

Peneliti tersebut menggunakan suatu skema untuk membedakan hikikomori primer (tanpa gangguan mental yang jelas) dan hikikomori dengan HPPD dan gangguan lainnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun