Mohon tunggu...
Shinta Okteriana
Shinta Okteriana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia

Perkenalkan saya Shinta Okteriana. Saat ini saya merupakan mahasiswa angkatan tahun 2023 jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra di Universitas Pendidikan Indonesia. Hobi saya, yaitu menggambar, melukis, dan desain. Selain itu, saya juga menggemari fotografi dan videografi. Saya sangat suka dengan kegiatan bersosialisasi dengan banyak orang baru.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Ketidakadilan yang Disuarakan pada Puisi Peringatan karya Widji Thukul

20 Desember 2023   20:40 Diperbarui: 22 Desember 2023   09:53 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam puisi “Peringatan” ini tidak ditemukan banyak majas atau gaya bahasa. Hanya terdapat majas metafora yang menjadi salah satu elemen penting dalam penyampaian makna. Majas metafora digunakan untuk menyamakan atau memaknai suatu hal dengan hal lain. Hal tersebut terlihat pada bait keempat larik kedua yang berbunyi "Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan" (Widji Thukul, 1986). Dalam bait ini, diksi "suara" digunakan secara metaforis untuk merujuk pada opini, gagasan, pendapat, atau kritik yang ingin disampaikan oleh rakyat kepada para penguasa. Kata "suara" yang sebenarnya berkaitan dengan bunyi yang dihasilkan oleh manusia, dalam konteks puisi ini diartikan sebagai ungkapan dan pandangan yang ingin diungkapkan oleh rakyat.

Pada puisi tersebut terdapat beberapa penggunaan tanda baca, yaitu tanda titik dua (:) dan tanda seru (!). Tanda titik dua (:) dan tanda seru (!) digunakan pada bait keempat larik keempat, yaitu "Maka hanya ada satu kata: lawan!" (Widji Thukul, 1986). Pada larik tersebut, tanda titik dua (:) digunakan sebagai penjabaran. Kata setelah tanda titik dua (:), yaitu "lawan!" merupakan penjabaran dari kata sebelumnya. Tanda seru (!) digunakan digunakan sesudah pernyataan yang berupa seruan, perintah, atau rasa emosi yang kuat. Tanda seru (!) pada kata  "lawan!" memberikan kesan seruan yang tegas dan kasar. 

Sebagaimana karya-karya Widji Thukul lainnya yang menjadi bentuk ekspresi kepedihan, protes, dan keberanian untuk bersuara di tengah zaman yang penuh tantangan. Begitu pula puisi "Peringatan" yang menunjukkan peran puisi sebagai perantara menyuarakan aspirasi, mengekspos ketidakadilan, dan merangsang pemikiran kritis. Thukul menggunakan puisi ini sebagai sarana untuk membawa suara rakyat kecil yang terpinggirkan akibat ketidakadilan pemerintah. Selain itu, puisi ini juga dapat membangkitkan kesadaran akan keadaan sosial yang perlu diperbaiki. Puisi ini bukan hanya sekadar karya sastra, tetapi juga membuka pandangan terhadap tantangan, keluh kesah, dan kesulitan yang dihadapi oleh masyarakat di bawah pemerintahan yang tidak adil.

Puisi ini memiliki dampak yang besar bagi pembaca, baik rakyat maupun pemerintah. Bagi rakyat, puisi ini menjadi inspirasi dalam membangun solidaritas dan membangkitkan semangat perlawanan. Kata-kata lugas yang terlontar dari puisi tersebut dapat memotivasi masyarakat untuk lebih berpikir kritis dalam menghadapi ketidakadilan. Bukan hanya menjadi penonton saja,  melainkan juga berani bertindak secara nyata guna mendorong perubahan positif. Tindakan-tindakan nyata itu akan menciptakan dampak positif dan inspiratif dari puisi ini. Menghadapi ketidakadilan merupakan tanggung jawab setiap individu dalam masyarakat. Dampak puisi ini bagi penguasa, yaitu menggugah kesadaran akan pentingnya suara rakyat. Melalui kejelasan kata-kata dalam puisi tersebut, pemerintah dapat tersadar akan ketidakpuasan dan aspirasi rakyat yang mungkin terabaikan. Oleh karena itu, pemerintah harus mendengarkan suara rakyat dan meresponsnya secara proaktif.

Secara keseluruhan, pemilihan diksi dalam puisi "Peringatan" sangat mudah dicerna dan dipahami oleh pembaca karena penggunaan kata-kata denotatif yang lugas dan jelas. Meskipun menggunakan kata-kata yang sederhana, puisi ini mampu membangkitkan emosi yang dapat dirasakan secara langsung oleh pembaca. Pemilihan kata-kata ini memperkuat esensi pesan yang ingin disampaikan oleh Widji Thukul, yaitu perlawanan rakyat terhadap penguasa.  Dilihat dari segi pengembangan tema, puisi "Peringatan" ini secara keseluruhan menggunakan pengembangan tema perlawanan rakyat terhadap penguasa yang disampaikan lewat pengamatan aku lirik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun