"Kami akan pastikan tidak ada orang yang tahu tentang rumah ini. Hal itu sudah lama berlalu kan?"
"Bagaimana kau bisa begitu yakin?" Ari mencondongkan tubuhnya ke arah Anton. "Dendam bisa membuat orang lupa segalanya kecuali dendam itu sendiri selama seumur hidup. Tambahan lagi aku tidak tahu siapa-siapa saja orang yang ada dalam hidup Molly. Saudara, teman, tetangga. Salah satu dari mereka bisa saja mengenal..."
"Ssh," potong Anton segera sambil menengok ke belakang. "Kau ingin Molly mengetahuinya sekarang?
"Yah." Ari mengusap rambutnya ke belakang. "Aku hanya heran Pak Yudi memutuskan untuk membuat surat itu setelah segala yang ia lakukan untukku. Ia tidak mungkin bermaksud buruk kan?"
Tiba-tiba Anton menggebrak meja, membuat Ari, dan Molly di belakang sana, terloncat. Anton merenggut kerah kaus Ari dan menariknya dengan keras. Anton mendesis di wajah Ari.
"Jangan berani-berani kau bicara seperti itu tentang Pak Yudi."
Dengan susah payah Ari mengangkat kedua tangannya. "Maaf, maaf," katanya dengan suara tercekik. Anton belum juga melepaskannya. "Ayolah, Anton."
Akhirnya Anton melepas cengkeramannya dengan sedikit mengejut, membuat Ari terhenyak ke belakang. Ia mengusap-usap lehernya.
"Tidak perlu sekasar itu."
"Salahmu sendiri."
"Tidak. Kau tahu Pak Yudi sudah lebih dari ayahku sendiri. Aku tidak akan melakukan apa pun yang dapat berakibat buruk padanya."