Mohon tunggu...
Shinta Harini
Shinta Harini Mohon Tunggu... Penulis - From outside looking in

Pengajar dan penulis materi pengajaran Bahasa Inggris di LIA. A published author under a pseudonym.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Izinkan Sinar Matahari Menyentuhku

8 Agustus 2021   10:00 Diperbarui: 8 Agustus 2021   10:30 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sinar matahari di jendela (Sumber: Pixabay)

Aku meloncat keluar dari tubuhku, meninggalkan perawat manis yang sedang bersiap-siap pergi. Kuhampiri jendela. Kulihat di tempat tidur, perawat itu menepuk pipiku lagi, membisikkan sesuatu yang menyejukkan, mungkin. Apa peduliku? Aku tersesat. Aku sang pengacara handal ternyata sama tak berdayanya dengan para pelaku kejahatan yang dulu kubela. Aku sudah dikutuk untuk mati.

Suara pintu mematikan rasaku. Kubalikkan badan dan aku tertegun ketakutan memandangi keluargaku. Ayah, Ibu, Lara, dokter,dan petugas paramedis berduyun-duyun memasuki kamar. Hampir tak kusadari aku gemetar seperti daun.

Jangan. Tolong, Tuhan. Jangan. Aku belum mau mati. Aku masih ingin bersama mereka. Aku ingin memeluk Lara-ku.

Tiba-tiba amarahku hilang. Dapat kumaafkan semua yang dikatakan Ayah dan Ibu pada Lara. Tetapi tolong, jangan singkirkan aku.

Aku terjatuh berlutut, air mata mengaliri pipiku. Aku bersimpuh di hadapan ayahku. Aku meminta, mengemis dan memohon padanya untuk membiarkanku terus hidup.

Aku masih ingin sinar matahari menyentuhku.

* * *

Hening. Bahkan anginpun tak berani bertiup. Tak ada lagi suara dengung dari mesin-mesin penopang hidup.

Tak ada lagi masker, jarum-jarum atau pengikat pada tubuh. Tak ada lagi luka yang membawa parut pada tubuh yang dahulu berkulit halus.

Petugas-petugas paramedis menyelimutkan kain putih ke atas tubuh yang tak lagi bernyawa, mempersiapkannya untuk tindakan selanjutnya sebelum pemakaman.

Dia sudah pergi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun