Mohon tunggu...
Shinta Harini
Shinta Harini Mohon Tunggu... Penulis - From outside looking in

Pengajar dan penulis materi pengajaran Bahasa Inggris di LIA. A published author under a pseudonym.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Izinkan Sinar Matahari Menyentuhku

8 Agustus 2021   10:00 Diperbarui: 8 Agustus 2021   10:30 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sinar matahari di jendela (Sumber: Pixabay)

Diambilnya selembar lap handuk dan dicelupkannya ke dalam baskom. Diperasnya dengan hati-hati dan digosoknya wajahku dengan lembut.

"Aku tak tahu apa yang akan terjadi denganmu, Shawn," bisiknya. Lap basahnya meluncuri alis dan kelopak mataku perlahan-lahan, satu demi satu. Perasaan aneh menjalari diriku. Aku yang duduk di atas sini. Aku merasa segar, seolah-olah akulah yang dimandikan. Tapi aku berusaha keras untuk tetap fokus pada kata-katanya selanjutnya.

"Aku cuma berharap mereka tidak akan memutuskan hal itu," ujarnya sambil menggosok pipiku dengan sangat hati-hati sehingga masker oksigen yang kukenakan tetap di tempatnya.

"Hampir setahun sejak kecelakaan itu, dan aku merasa sudah mengenalmu dengan sangat baik, walaupun kita belum pernah bercakap-cakap." Dia tersenyum. "Aku... kukira aku bahkan telah jatuh cinta padamu."

Aku terhenyak, hatiku seperti tersambar petir. Bukan soal jatuh cintanya tapi... kecelakaan? Tiba--tiba diriku seperti tersedot, aku tidak lagi duduk tapi kembali terbaring, menempati tubuhku yang tidak lagi menampakkan emosi.

Kupejamkan mataku, kepalaku rasanya seperti terbelah dua. Kenangan-kenangan yang menyakitkan serta-merta memenuhi pikiranku, seperti kaset yang diputar dengan cepat.

Diam-diam kuraih belakang kepalaku dan aku mengerenyit. Rasa sakit itu datang lagi seperti kenangan-kenangan itu -- bisa dimengerti. Kecelakaan dan operasi pada otakku menjelaskan mengapa aku lupa keadaanku, mengapa diriku sering terbelah dan kelelahan.

Kupejamkan lagi mataku rapat-rapat ketika gelombang rasa sakit menghantamku lagi. Duniaku berputar dan tiba-tiba aku berada di dalam mobil lagi... di malam itu.

Malam apa?

Perawat itu mengatakan kejadiannya hampir setahun yang lalu. Benarkah? Semua tampak sama sejak saat itu. Waktu seperti bergeming.

Tidak sejak tabrakan itu. Oh, baguslah. Sekarang aku tahu ada tabrakan. Sebelumnya tidak kusadari. Yang kutahu aku kelelahan sesudah pra-pengadilan dan diskusi dengan rekan-rekanku. Aku bekerja sampai larut malam dan sudah nyaris tertidur ketika akhirnya kuputuskan untuk pulang. Seseorang bermaksud mengantarku pulang tapi dengan keras kepala kutegaskan aku ingin mengemudi sendiri. Lagipula semua orang sudah lelah, begitu kilahku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun