“Di mana? Aku mau bertemu dengannya.” Isak Hamdani.
“Di seberang Nak. Pulau seberang. Ini fotonya bersama keluarga barunya. Foto ini dari pamanmu yang juga melaut, tak sengaja bertemu bapak dan memotret keluarga ini.”
Foto itu sudah lusuh karena selalu disimpan emak di kembennya,
Tapi tampak jelas seraut wajah bapak yang legam oleh terik matahari, wajah yang bertahun-tahun ia rindukan dan … gadis putih seputih bunga bakung di sebelahnya. Lesung pipi dan semburat itu, begitu sama persis dengan Maryam.
“Mungkinkah …?”
Kepala Hamdani terasa berat sekarang, berkunang-kunang. Tetapi ia mencoba menguatkan batin. Pikirnya percuma nyantri di Pondok Pesantren Al Mashar jika tak tahan pada onak duri di dunia. Seperti hari ini, meski langit serasa akan runtuh, tetapi pundak Hamdani tetap tegar. Ia menguatkan emak, sekaligus menguatkan batinnya sendiri. Gulana memang tak berujung manis, doa-doa demi yang tersimpan di saku baju juga tak terjawab sesuai harapan. Namun Allah sesuai prasangka hamba-Nya, ketetapan hati Hamdani untuk sanggup memikul beban akan jadi bekal pendewasaan yang syafaatnya melebihi sejuta kajian.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H