Mohon tunggu...
Shanan Asyi
Shanan Asyi Mohon Tunggu... Dokter -

Seorang dokter umum sekaligus penulis jurnal kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Perjalanan Hidup - BAB 10] Lelaki Misterius

14 Januari 2018   21:51 Diperbarui: 14 Januari 2018   22:13 775
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Selama setahun kau hidup di hutan itu?" Aku bertanya.

            "ya Cutda."

            "Apa saja yang kau lakukan?"

            "Ya memasak, memburu, membangun rumah, merawat tanaman."

            "Sekarang bagaimana kondisi kakek itu?"

            Hening sesaat, ia melanjutkan. "Ia meninggal."

            "Inalillahi wa inna ilaihi Raajiuun."

            "Bagaimana bisa? Sakit?"
Agam menggeleng

"Lalu?"

"Ia dibunuh."

            *****

            Agam telah mahir banyak hal sekarang. Memburu bukan hal yang lagi sulit. 90 persen lemparan tombaknya pasti terkena. Namun kali ini mereka tidak perlu terlalu sering untuk berburu. Mereka telah membuat sebuah perternakan.

            Berawal dari Kakek yang sekarang Agam sudah tau namanya, kakek Bokir. Ia membawa sepasang ayam, sepasang Lembu dan sepasang kambing.

            "Mulai hari ini kita mulai berternak nak." Katanya pada Agam.

            Lalu mulailah mereka membuat kandang masing-masing seperti biasa menggunakan kayu yang mereka potong sendiri. Kandang itu lumayan besar. Dipagari dengan pagar kayu yang cukup solid, lalu di dalamnya terdapat rumah kayu agar masing-masing hewan terhindar dari hujan.

            Setidaknya ada tiga rumah kayu, satu untuk ayam, satu untuk domba, satu lagi untuk lembu. Masing-masing dibuat sesuai ukuran tubuh masing-masing hewan.

            Beternak menjadi kegiatan baru bagi mereka, agam suka sekali ketika dia harus memandikan lembu. Saking sayangnya Agam bahkan memberi nama ke lembu jantan. Genta, itulah nama yang diberikan Agam.

            "Agam lihat ini." Kata Kakek itu memanggil Agam.

            "Sudah lihat lembu kita yang baru." Agam langsung bergegas ke peternakan. Dan dimatanya tampak lembu kecil yang baru terlahir.

            "Kau ingin memberinya nama apa?" kata Kakek.

            "Aku beri ia nama Genta junior."

            "Haha."

            Semua berjalan dengan lancar. Setengah tahun kemudian, mereka sudah memiliki beberapa lembu, kambing, dan ayam untuk disembelih. Mereka tidak pernah menjual ternaknya, semuanya mereka dan makan sendiri.

            Jika bisa dideskripsikan bagaimana kehidupan Agam dan sang kakek. Mereka adalah keluarga yang diberkahi, keluarga bahagia.

            "Allahuakbar." Suara Adzan berkumandang dari kejauhan,

            "Sudah adzan magrib, mari kita solat"

            Mereka berwudhu dengan air yang mengalir melalui selang bambu. Berwudhu dan melaksanakan shalat magrib berjamaah seperti biasa. Jika pagi dan siang beraktivitas seharian, malam adalah waktunya belajar. Belajar ilmu agama.

            Agam selalu heran, mengapa kakek ini banyak sekali ilmu agamanya. Ia  baru sampai iqra 3 dahulu di empetrieng. Sekarang ia sudah 3 kali menghatamkan Al-Quran.

            Tidak hanya ilmu mengaji kakek itu juga memberinya cerita tentang perjuangan sahabat Nabi. Tokoh yang paling ia gemari adalah Khalid bin Walid. Yang juga disebut sebagai Saifullah atau pedang Allah.

            Malamnya mereka berbincang banyak sambil melihat bintang. "Kau tau Agam, bagiku bintang adalah keajaiban."

            "....."

            "Pernah kau berpikir bahwa matahari juga bintang?"

            "Tidak pernah."

            "Ya matahari adalah bintang, bintang di sistem tata Surya kita." Kakek itu melanjutkan. "Nah bayangkan kalau tiap bintang memiliki Tata Suryanya sendiri. Pasti ada kehidupan lain yang belum bisa terjangkau dengan teknologi kita."

            "...."

            "Bayangkan jika kita melihat ke langit sebuah bintang, di bintang itu juga ada yang sedang menghadap kita, melihat kita sebagai sebuah bintang."

            "Iya kek." Kata Agam padahal ia bingung.

            "Begitulah kehidupan, setiap orang punya sudut pandangnya masing-masing. Tidak ada kebenaran pada pandangan manusia. Kebenaran hanya dimiliki oleh ia, Sang Maha Benar."

            "Mau kuajarkan sebuah lagu?"

            "Lagu apa?"

            Pernahkah kau tau

            Tentang sebuah kisah

            Tentang api yang sunyi, tentang Angin yang sepi

            Yang bertiup ketika malam

            Ke setiap tubuh yang suci

            Pernahkah kau tau

            Tentang sebuah kisah

            Tentang  Alam yang luas

            Juga ilmu yang besar

            Tuhan, sesungguhnya kau yang Maha Tinggi

            Tiada yang hebat melainkan Engkau

            Tiada yang kutuju selain Engkau.

            Engkaulah yang Maha Satu

            Engkaulah yang Awal dan yang Akhir

           Sekarang coba kau ikuti nyanyianku. Agam pun mengikuti nyanyian kakek itu, sampai ia hafal, lalu mereka bernyanyi bersama setiap malam.

            ****

            Semuanya berlangsung Indah, hingga 6 bulan kemudia. Datang seseorang ke rumah. Agam masih ingat jelas muka orang itu. Ia berkumis tebal, lebat bewarna hitam. Menggunakan topi dan kacamata hitam.

            "Agam bisa kau keluar sebentar?" kata sang Kakek.

            Agam menurutinya, ia tidak pernah berani melawan sang Kakek.

            Disana ia mendengar percakapan hebat dengan suara yang besar. Agam ingin masuk ke dalam namun tak berani, sampai terdengar suara tembakan. Lalu laki-laki itu keluar. Menaiki motor crossnya kemudian turun ke bawah entah kemana."

            Tidak ada suara dari dalam rumah. Agam belum tau apa yang sebenarnya terjadi. Ia menunggu selama sejam namun suara kakeknya belum juga menyuruhnya masuk. Ia beranikan diri untuk melihat, dan terpampang di hadapannya kakek itu telah terbujur kaku, tewas dengan bekas tembakan di dada.

            Dan ini menjadi syok psikologis Agam yang ketiga.

            "Kek bangun."

            Agam menggoyang-goyangkan tubuh kakek itu.

            "Kek bangun kek."

            Katanya lagi masih terus menggoyangkan.

            "Jangan tinggalkan Agam kek." Air mata Agam turun. Ia menangis sejadi-jadinya di atas dada sang kakek namun apa daya. Tidak ada yang bisa ia lakukan. Ia hanya bisa menangis.

            Jenazah kakek ia kebumikan esoknya. Lalu ia berjanji akan membalaskan dendam kakek itu. Ia akan membunuh orang tersebut. Bagaimana caranya?

            Ada satu hal yang masih agam ingat, nomor plat pria tersebut.

            "BL 4243 HR".

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun