Mohon tunggu...
Shafina  C P
Shafina C P Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Pelajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pesan Misterius

14 September 2020   14:30 Diperbarui: 14 September 2020   14:35 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tik! Tik!

Malam ini langit begitu gelap, air hujan menetes cukup deras. Ranting-ranting dan dedaunan menjadi basah olehnya. Aku sedang berada di dalam kamarku yang gelap, bersiap untuk tidur.

Ting! Sebuah notifikasi muncul di layar ponselku. 

"Siapa sih tengah malam gini nge-chat?!"

Aku mengambil ponsel itu yang ada di atas nakas dekat kasurku. Sekarang sudah pukul 00.12. Aku melihat nomor misterius yang baru saja mengirimkan chat. Tidak mungkin teman dekatku yang mengirimiku chat, mereka kan tidak kuat begadang, tidak seperti aku. Aku langsung membuka chat itu.

Halo, malam Riana

Setelah membacanya, aku langsung menanyai orang itu.

?Ini siapa ya? Ada perlu apa malam-malam nge-chat saya

Tidak lama kemudian ia membalas

Lho, masa kamu lupa?

Aku jadi sedih lho

"Ini orang siapa sih?! Ya mana gue tau kalau dia gak ngasih tau namanya?!"

.Maaf, saya benar-benar tidak tau Anda ini siapa 

.Anda seharusnya memperkenalkan diri Anda, dan mengirim pesan di malam hari seperti ini sangat tidak sopan.

.Jika Anda memang ada keperluan mendadak, Anda bisa katakan setelah memperkenalkan diri Anda 

Tidak lama kemudian nomor misterius itu membalas, dan balasannya itu membuatku jengkel.

Kamu beneran lupa, Ri?

"'Ni orang gaje banget sih?! Ditanyain malah bales nanya!"

Aku yang sebelumnya membalas dengan sopan, kini membalas chat-nya sambil marah-marah karena emosi. Padahal aku sudah mau tidur, tapi malah diganggu olehnya.

!EH! LO ITU SEBENARNYA SIAPA, HA?! DAPAT NOMOR GUE DARI MANA LO?! KALAU LO ADA MASALAH SAMA GUE SINI BICARAIN

 Tidak banyak orang yang mengetahui nomor baruku. Orang-orang yang tau nomorku hanya orang-orang yang aku kenal. Biasanya aku langsung mem-block nomor yang tidak kukenal dan tidak memiliki urusan penting denganku setelah menanyai dari mana dia mendapat nomorku, tapi itu terjadi beberapa tahun yang lalu. Setelah aku pergi keluar kota untuk kerja, aku tidak pernah mendapat pesan dari nomor asing yang tidak kukenal siapa pemiliknya.

Kamu tega Ri, ngelupain aku...

Aku rasa dia tidak akan menjawab semua pertanyaanku. Kuputuskan mem-block nomor itu. Lebih baik aku tidur saja. Aku menaruh kembali ponselku di atas nakas. Tepat sebelum aku menarik selimutku, lagi-lagi notifikasi dari nomor misterius yang berbeda muncul. "Aish! Kali ini siapa lagi!?"

Riana beneran lupa sama aku  ?

"'Ntu orang lagi?!"

!YA MANA GUE TAU GUE INGET LO APA GK KALAU LO GK KASIH TAU NAMA LO

"Sumpah dah 'ni orang ada masalah apa sih?! Dari tadi muter mulu kalau ditanya!"

Aku terus  meracau kesal, hingga akhirnya aku terdiam melihat balasan terbaru darinya.

Kalau aku manggil kamu Nana, kamu inget aku gak?

Mataku langsung membulat,  keringat dingin mulai menuruni pelipis, tubuhku langsung kaku. "I... ini gak mungkin...." suaraku sedikit bergetar. Nama itu, adalah nama panggilan dari mantanku selama kami berpacaran. Aku mengetikkan nama mantanku yang biasa memanggilku 'Nana'.

?Rendra

 

Yey! Akhirnya kamu inget, Na!

Ponselku terjatuh begitu saja di kasur. Rendra adalah mantanku dulu saat kuliah, tepatnya saat aku berada di semester tiga. Kami menjalani hubungan selama setahun hingga akhirnya aku minta putus. Aku tidak tahan dengannya yang posesif dan obsesif, selain itu dia juga psikopat gila. Dia pernah merencanakan pembunuhan terhadap salah satu kating yang akrab denganku, padahal kami sudah putus saat itu. Akhirnya dia ditangkap dan masuk penjara, sepertinya masa hukumannya sudah selesai sekarang . Seharusnya aku mengikuti saran temanku dan keluargaku yang tidak menyukainya, terutama Ian, adikku yang berbeda delapan tahun denganku. Dia orang yang paling menolak aku berpacaran dengan Rendra. Setiap kali mereka bertemu, Ian akan menatap Rendra dengan sengit. Mantanku itu hanya menanggapi dengan senyuman.

Setelah lulus, aku mencari kerja di luar kota. Aku juga tidak lupa mengganti nomorku untuk berjaga-jaga. Setelah beberapa tahun kerja, akhirnya aku membeli rumah kecil. Hanya keluargaku dan teman terdekat yang kuberitahu alamat rumahku.

"Gimana Rendra bisa tau nomor gue?! Gue cuma kasih tau orang terdekat! Mereka gak mungkin ngasih tau Rendra!"

Orang-orang yang kuberitau nomorku hanya orang yang tidak kenal dengan Rendra dan yang tidak menyukainya. Aku tidak pernah memberitahukan nomorku pada teman-temannya, aku tau dia akan terus mencariku.

Ting!Ting!Ting!

Pesan darinya terus bermunculan.

Kamu pasti kaget kan gimana aku bisa dapat nomor kamu?

Awalnya aku tanya temen-temenku, katanya kamu gak bisa dihubungin

Katanya kayaknya kamu udah ganti nomor, tapi gak ada yang punya nomormu yang baru pas aku tanyain

Akhirnya aku ngehubungin temen-temenmu, eh ternyata temen-temenmu udah nge-block aku. Gara-gara dah tau sifatku ya, haha. Seharusnya dulu aku tanya alamat mereka ke kamu biar gampang nyarinya

Terus aku datang ke rumahmu, katanya keluargamu juga pindah rumah. Kamunya juga kerja di luar kota, aku tanya di kota mana katanya gak tau

Terus aku tanya keluargamu pindah ke mana, mereka juga jawab gak tau. Tetanggamu terlalu cuek apa gimana sih? Sayang banget gak bisa ngorek kabar kamu

Aku merasa lega teman-teman dan keluargaku baik-baik saja, tapi aku harus tau darimana dia mendapat nomorku. Aku harap dia tidak tau alamat rumahku ini.

Tapi aku tidak perlu susah-susah mencari rumah keluargamu, kalau ternyata di dalam kota ini ada!

Jantungku berdetak lebih kencang. Siapa? Teman-temanku tidak ada yang berasal dari kota itu. Mereka kembali ke kota mereka masing-masing atau merantau ke kota lain untuk kerja atau melanjutkan S2. Keluargaku pindah dari kota itu, Ian yang sekarang sudah kuliah memilih universitas di kota keluargaku tinggal sekarang. Aku sudah berharap orang-orang yang kusayangi baik-baik saja, tapi kenyataan berkata lain.

Kamu ingat Ian kan? Ingat dong pastinya, dia kan adik kamu

Aku pas jalan-jalan gak sengaja berpapasan dengan adik kamu, orang yang paling menentang kita pacaran dulu

Dia lagi jalan-jalan sama temen-temennya, kayaknya lagi liburan deh. Kalau gak salah sekarang dia udah kuliah kan?

Akhirnya aku samperin, aku minta nomor kamu baik-baik, aku gak pake kekerasan

Tau gak reaksinya pas lihat aku? Dia natap aku sengit banget, lebih sengit dibanding dulu

Gara-gara dia gak mau kasih nomormu, aku rebut deh HP-nya. Awalnya aku bakal balikin HP-nya setelah dapat nomor kamu 

Aku juga tanya kamu sekarang tinggal di mana

Tapi dia ambil balik HP-nya kasar terus gak mau ngasih tau nomor sama alamatmu. Adikmu juga kasar banget dia nonjok aku

Pas itu lagi rame jadi aku gak bisa bales. Temen-temennya misahin Ian, terus minta maaf sebelum akhirnya cabut

Setelah ngikutin diam-diam, akhirnya aku tahu mereka nginep di mana

Kebetulan banget dia keluar sendiri dari penginapan 

Aku langsung narik adik kamu ke tempat sepi, niatan buat bales tonjokan adik kamu kutahan. Kalau kali ini dia gak main tonjok, aku gak bakal nonjok dia

Aku minta nomor sama alamat kamu baik-baik ke dia, sama kayak tadi siang. Kali ini dia gak nonjok kayak tadi siang, tapi malah ngeludahin aku. Adik kamu gak sopan banget Na.

 Aku marah lah sama dia, udah kurang ajar sama yang lebih tua, tapi dia tetap ngelawan. Dia ngata-ngatain aku 'psikopat', akhirnya aku bunuh dia deh. Untung HP adik kamu gak dikunci. Akhirnya aku dapet nomor kamu. 

Deg! Jantungku terasa berhenti, mataku mulai berair. "Gak! Gak! GAK! GAK! GAK MUNGKIN! IAN! IAN!!!"

Aku terus meneriakkan namanya dengan histeris. Mama sama papa gimana? Kapan Rendra bunuh Ian? Kalau mama dan papa hanya tau kalau Ian hilang, seharusnya aku diberi tahu, tapi kenapa mama sama papa gak kasih tau aku? Jangan-jangan....

"Gak, gak. Mama dan papa... gak mungkin dibunuh... kan? Pasti gak mungkin, dia kan gak tau alamatnya."

Lagi-lagi chat darinya muncul. 

Oh iya! Aku lupa ngasih tau hal penting untuk kamu

Perasaanku tidak enak

Aku juga buka chat kamu sama adikmu, aku beruntung banget lho kamu kasih alamatmu lewat adikmu.

Dia sudah tau rumahku? Aku langsung membeku.

Aku harus segera pindah! Nyari alamat ini memang susah, tapi aku tetap harus pindah! Secepatnya!   

Adikmu ditemenin papa sama mamamu kok. Setelah bunuh adikmu aku nyusul mama sama papa kamu biar urusannya gak ribet nantinya, dah cukup beberapa tahun ini aku dipenjara. Wuih, aku hoki banget. Lagi-lagi aku nemu alamat rumahnya di HP adik kamu. Kalian pindahannya barengan ya? Gak nyangka aku jadi sehoki ini. Btw kejadiannya baru kemarin lusa

"Gak! Gak! GAK! GAK!" aku kembali histeris melihat chat darinya. Mama, papa, dan Ian jadi korban gara-gara aku. Gara-gara aku yang pernah menjalin hubungan dengan psikopat gila itu. Hujan semakin deras seakan mengikuti isi hatiku. "Psikopat gila lo! Rendra sialan!"

Aku mengambil ponselku, mengetik berbagai sumpah serapah.

Yey! Akhirnya Nana nanggepin chat-ku! Daritadi cuma di-read  mulu . 

Jujur, nyari rumahmu susah juga, Na. Tapi akhirnya ketemu kok.

Jantungku berdegup lebih kencang dari sebelumnya. Napasku mulai terengah-engah, jari-jariku menggigil. "D-dia gak mungkin di sini kan?" lirihku.

Tuk! Tuk! Suara jendela kaca yang diketuk membuatku terkesiap. Aku melihat seorang pria yang tidak asing di luar jendela. Ia menyeringai seram ke arahku. Senyuman itu membuatku merinding. Ia memperlihatkan kedua tangannya yang menenteng tiga barang. Di tangannya kanannya, ada sepasang sepatu kets warna putih, sepatu yang kubelikan untuk Ian. Sepatu itu terguyur hujan. Walaupun terguyur hujan, aku masih bisa melihat bercak darah yang menempel meski tidak terlalu jelas. Di tangan kirinya, ia menenteng tas berwarna biru muda dan jaket kulit, tas dan jaket kesayangan mama dan papa. Dia membawa tiga benda itu sebagai bukti. Aku ingin langsung berlari keluar rumah ini, tapi tubuhku tidak mau mendengarkan. Walaupun hujannya cukup deras, aku masih bisa mendengar suaranya cukup jelas.

"Hai, Nana." serigaian seram itu kini berubah menjadi senyuman hangat dan lembut. Bagiku, senyumannya lebih menyeramkan dibanding sebelumnya.

"Akhirnya ketemu juga. Aku udah kangen nih. Bertahun-tahun kita gak ketemu, aku masuk ya? Eh, ngapain aku ijin ya? Aku kan tinggal masuk."

Rendra, psikopat gila sekaligus mantanku, sudah ada di sana sejak awal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun