Mohon tunggu...
Arum Sato
Arum Sato Mohon Tunggu... content writer -

pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Suatu Pagi di Stasiun Pasar Senen

30 Juli 2016   15:30 Diperbarui: 3 Agustus 2016   22:03 1038
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi lorong bawah tanah Stasiun Pasar Senen pada pagi hari, Kamis 21 Juli 2016. Lorong ini diperuntukkan sebagai pintu masuk/keluar penumpang Commuter Line Jabodetabek. Banyak penumpang kereta jarak jauh, tak terkecuali saya, yang memanfaatkan integrasi antar kereta di stasiun ini. Sangat praktis, tak perlu pindah angkutan. Foto: arum sato

Kondisi lorong bawah tanah Stasiun Pasar Senen pada pagi hari, Kamis 21 Juli 2016. Lorong ini diperuntukkan sebagai pintu masuk/keluar penumpang Commuter Line Jabodetabek. Banyak penumpang kereta jarak jauh, tak terkecuali saya, yang memanfaatkan integrasi antar kereta di stasiun ini. Sangat praktis, tak perlu pindah angkutan. Foto: arum sato
Kondisi lorong bawah tanah Stasiun Pasar Senen pada pagi hari, Kamis 21 Juli 2016. Lorong ini diperuntukkan sebagai pintu masuk/keluar penumpang Commuter Line Jabodetabek. Banyak penumpang kereta jarak jauh, tak terkecuali saya, yang memanfaatkan integrasi antar kereta di stasiun ini. Sangat praktis, tak perlu pindah angkutan. Foto: arum sato
Peron penumpang Commuter Line di Stasiun Pasar Senen hanya sebagian kecil yang beratap. Ketika terik, akan sangat panas terasa. Ditambah pantulan panas dari lantai menambah gerah dan gusar ketika kereta tak jua nampak. Bila penumpang menumpuk, mau tak mau harus geser ke area yang belum beratap, yang lebih luas.

Sebaliknya, ketika hujan, penumpang tak ada tempat berteduh dari siraman air dari langit. Saya belum pernah mengalami sendiri, kehujanan ketika menunggu Commuter Line di Stasiun Pasar Senen. Hujan, sebagai berkah dari Tuhan, tapi juga bisa berubah menjadi musibah ketika kita salah memperlakukannya.

Sudah saatnya kita berhenti menyalahkan hujan, ketika ternyata ia datang sebagai musibah. Sudah saatnya kita mengevaluasi, barangkali kita salah memperlakukan hujan. Kita tidak siap dengan kedatangannya. Kita mengangapnya sepele.

Kondisi peron 6 Stasiun Pasar Senen, yang tidak beratap, saya kira itu merupakan kondisi yang kurang pas. Terkecuali bila air yang turun bisa langsung mengalir ke mana semestinya ia ditampung. Namun yang terjadi, tampungan tidak ada. Di area depan tangga, tanpa atap atau kanopi. Maka, ketika hujan tiba, mengalirlah air ke tempat yang lebih rendah, yaitu turun ke lorong bawah tanah.

Tergenangnya lorong Stasiun Pasar Senen harus menjadi evaluasi untuk instansi terkait. Untuk langkah aman dan cepat, bisa memasang atap pada peron 6. Selain melindungi penumpang dari hujan serta panas, bisa menambah sejuk dan artistik peron tersebut.

Barangkali, kalau ada, saluran air pada lorong bawah tanah tersebut rusak dan waktunya memperbaiki. Stasiun Pasar Senen, berserta lorong bawah tanah dibangun pada tahun 1916 ketika zaman Belanda. Stasiun besar itu telah mengalami beberapa kali renovasi. Bisa jadi, renovasi telah mengubah beberapa bentuk maupun konstruksinya. Apalagi yang berkaitan dengan saluran air.

Itu saja uneg-uneg saya. Demi kemajuan transportasi favorit saya. Terima kasih. Salam Kompasiana. Salam Clickompasiana.

Jakarta, 30 Juli 2016

logo Komunitas Click, Commuter Line Community of Kompasiana
logo Komunitas Click, Commuter Line Community of Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun