Mohon tunggu...
Arum Sato
Arum Sato Mohon Tunggu... content writer -

pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Suatu Pagi di Stasiun Pasar Senen

30 Juli 2016   15:30 Diperbarui: 3 Agustus 2016   22:03 1038
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi peron 6 Stasiun Pasar Senen, yang sebagian besar tak beratap. Area sebelum anak tangga, tanpa atap. Ketika turun hujan, air mengalir langsung menuju lorong bawah tanah stasiun. Foto: Adriansyah Yasin

Beberapa hari lalu, 21 Juli 2016 tepatnya, saya ke Stasiun Pasar Senen. Bukan sekedar jalan-jalan biasa, tapi memang ada keperluan yang harus diurus. Mengingat hari itu adalah weekday, saya berinisiatif untuk berangkat pagi, demi menghindari kemacetan (baca: penumpang berjubel) dalam commuter line.

Setelah subuh saya sudah berangkat dari rumah. Pukul 4.54 WIB di Stasiun Lenteng Agung mendapatkan kereta jurusan Bogor-Jakarta Kota, saya langsung nyengklak, karena rencana memang tujuan hanya sampai Stasiun Manggarai. Dari Stasiun Manggarai lalu pindah kereta menuju Stasiun Jatinegara.

Sangat beruntung. Begitu turun dari kereta di Stasiun Manggarai, kereta jurusan Bekasi sudah menunggu manis di jalur 4. Setelah menyeberang jalur, saya duduk di kereta pertama khusus perempuan. Kondisi di dalam kereta masih kosong, sehingga bisa dengan leluasa memilih tempat duduk. Setelah duduk, tak sampai 10 menit, kereta pun berangkat.

Keberuntungan selanjutnya. Di Stasiun Jatinegara, ketika turun dari kereta, langsung disambut oleh kereta jurusan Jatinegara-Bogor (atau Jatinegara-Kampung Bandan). Dan tak menunggu lama kereta pun berangkat. How lucky I’am.

Di Stasiun Pasar Senen, turun dari kereta tepat pukul 6.00 WIB. Suasana masih sepi. Hilir mudik penumpang tak terlalu kelihatan. Tak ada aksi penumpang saling adu cepat untuk segera keluar stasiun seperti yang terjadi di Stasiun Tebet atau Stasiun Sudirman. Masih terlalu pagi, pikir saya. Atau memang kebiasaan pagi hari di stasiun besar ini memang begitu. Maklum, saya jarang berada di Stasiun Pasar Senen sepagi itu.

Ketika menuruni tangga mulailah kelihatan ada yang berbeda. Ada jejak-jejak basah yang tidak sedikit. Saya sampai menghentikan langkah untuk mengetahui apa yang sedang terjadi. Setelah sampai di anak tangga terakhir, barulah saya mengerti. Rupanya pada malam harinya di Stasiun Pasar Senen sedang hujan. Air hujan merembes masuk ke dalam lorong bawah tanah. Jejak rembesan air masih terlihat di anak tangga, di kedua sisi lorong. Akibatnya, lorong yang sedianya sebagai pintu masuk dan keluar penumpang Commuter Line tergenang air. 2-3 senti meter lah tinggi genangannya. Lumayan.

Saya pun jinjit menuju gate out untuk keluar dari lorong. Ah, petugas kebersihan belum datang. Akan segera dibersihkan begitu mereka datang. Pikir saya waktu itu. Saya pun naik ke atas untuk keluar dari dari stasiun.

Rupanya keberuntungan saya mulai berkurang. Loket yang sedianya saya tuju ternyata belum buka. Saya bertanya kepada petugas keamanan di sana, jam 7.00 loket akan buka. Ah, masih 45 menit lagi, gumam saya. Saya pun memanfaatkan waktu dengan mengisi baterai hape yang memang mendekati habis. Fasilitas free charging yang disediakan dalam ruang tunggu tersebut cukup memadai, dengan 15 loker kecil. Hanya sayangnya tidak tersedia kuncinya sehingga kita harus stanby di dekatnya. Bersamaan waktu itu ada 4 hape yang sedang mengisi daya.

Sambil tetap mengawasi hape, saya hilir mudik memperhatikan kondisi sekeliling. Ruang tunggu yang cukup dingin itu lumayan ramai. Tapi tidak penuh. Ada serombongan keluarga yang sedang asyik sarapan di ruangan tersebut. Ada juga yang sedang sibuk membeli tiket kereta api online di vending machine atau mesin e-kiosk. Juga saya melihat seorang bapak petugas kebersihan yang hilir-mudik menyapu lantai. Pikiran saya pun berlari ke lorong yang tergenang yang tadi saya lewati.

Pukul tujuh lebih duapuluh menitan, urusan saya kelar. Saya pun melengggang santai menuju arah pulang. Sambil berjalan saya tengak-tengok melihat aktivitas di area stasiun. Selain kondisi stasiun yang terlihat rapi dan bersih, ternyata arus penumpang masih tinggi. Bergerombol orang masih memadati area emper stasiun. Dengan koper, kardus maupun ransel di sampingnya. Banyak yang berombongan, tapi ada juga yang berdua bahkan sendiri. Ah, hawa mudik-balik masih terasa geliatnya.

Lalu dengan santai pula saya memasuki pintu masuk Commuter Line. Aha! Rupanya saya baru menyadari kalau sudah ada pembatas antara jalur penumpang masuk dan penumpang keluar. Meski seadanya tapi saya kira itu cukup membantu. Sehingga arus penumpang menjadi satu arah. Tidak ada situasi canggung tak mengenakkan, dimana penumpang berhadapan lalu salah tingkah mengambil langkah.

Lalu saya pun terkejut, ketika sampai di lorong gate in Commuter Line. Ternyata kondisinya masih sama seperti ketika saya keluar. Air masih menggenang, meski volume sudah lebih berkurang. Lho, kok belum ditangani? Jam sudah menunjukkan pukul 7.37 WIB, kemana petugas kebersihannya? Petugas kebersihan Stasiun Pasar Senen masuk piket jam berapa?

Saya pun hanya bisa memotret. Bertanya kepada petugas keamanan yang waktu itu berjaga pun, saya kira tak mengubah keadaan. Ya, sudah. Saya tap in lalu berjalan menuju anak tangga, menunggu kereta datang.

Namun yang terjadi selanjutnya adalah, di peron 6 khusus jalur Commuter Line saya temui seorang petugas kebersihan yang sedang ngepel. Santai saya berjalan mendekatinya, dan bertanya, kenapa tidak dibersihkan yang di lorong terlebih dulu? Kan lebih mendesak saat ini? Dia menjawab tidak tahu, yang tugas mungkin belum datang, sambil melanjutkan ngepel. Saya pun tak melanjutkan pertanyaan. Bukan hak saya mencecar dia.

Sampai di sini saya terdiam. Bahkan melewatkan kereta Depok yang saat itu tiba dan memilih menunggu kereta berikutnya. Setelah beberapa lama, saya mengupload jepretan saya tadi di twitter. Syukurlah, pihak Commuter Line dengan cepat merespon, untuk diteruskan ke pihak terkait.

Yang Mana Dulu, Jalan Penumpang atau Tempat Penumpang?

Suatu pagi, petugas kebersihan sedang mengepel lantai peron 6 Stasiun Pasar Senin. Sedangkan di lorong bawah tanah tanah masih dalam keadaan tergenang air. Mana yang harus ditangani lebih dulu? Foto: arum sato
Suatu pagi, petugas kebersihan sedang mengepel lantai peron 6 Stasiun Pasar Senin. Sedangkan di lorong bawah tanah tanah masih dalam keadaan tergenang air. Mana yang harus ditangani lebih dulu? Foto: arum sato
Saya tidak sedang nyinyir atau manja, minta semua fasilitas di stasiun harus bersih. Hanya saja, kok ndak didahulukan yang urgent, yang tergenang air hujan, yang akan dilintasi banyak penumpang. Keberadaan lorong tersebut cukup penting. Ada calon penumpang Commuter Line maupun calon penumpang kereta jarak jauh yang melaluinya. Semakin siang, tentu laju penumpang akan bertambah ramai. Karena Stasiun Senen merupakan stasiun besar, sebagai pemberangkatan kereta jarak jauh maupun Commuter Line Jabodetabek.

Peron juga penting dan perlu dibersihkan, tapi apa malah tidak buang tenaga kalau yang di bawah saja masih kotor. Logikanya, calon penumpang Commuter Line pasti menginjak lantai yang tergenang itu untuk masuk. Lalu naik ke peron dan menginjak-injak lantai. Lantai peron yang sudah bersih, apa ndak kotor lagi? Apa ndak lebih baik sumber kotor dibuang lebih dulu? Tapi bila saja ada beberapa orang, bisa dimungkinkan untuk dikerjakan dalam waktu bersamaan.

Saya sih, paham, tugas para petugas kebersihan di setiap stasiun itu tidak mudah. Saya tidak tahu bagaimana sistem kerjanya. Bagaimana pengaturan shift diberlakukan. Namun logikanya, jam 7.30 WIB seharusnya sudah ada petugas yang masuk. Wong nyatanya sudah ada yang nyapu di ruang tunggu, serta sudah ada yang ngepel di peron jalur 6.

Petugas kebersihan mungkin bekerja berdasar pembagian area, yang mungkin sudah ditentukan. Tapi apa ndak bisa diorder, yang datang lebih dulu untuk membersihkan area yang dikira harus dibersihkan lebih dulu. Siapa yang berhak menyuruh? Siapa yang berhak mengatur tugas para petugas kebersihan di Stasiun Pasar Senen? Setau saya, semua yang berkaitan dengan stasiun tersebut berada dibawah kendali Kepala Stasiun. Apa tak ada yang memberi tahu Kepala Stasiun tentang situasi kondisi dalam lorong? Atau, Kepala Stasiun belum datang?

Atau, tidak ada koordinasi antar sesama pegawai dalam Stasiun Pasar Senen? Siapa yang berkuasa atas lorong tersebut? Pihak Stasiun Pasar Senen atau pihak KCJ selaku operator Commuter Line?

Hujan, Lalu Tergenang

Kondisi lorong bawah tanah Stasiun Pasar Senen pada pagi hari, Kamis 21 Juli 2016. Lorong ini diperuntukkan sebagai pintu masuk/keluar penumpang Commuter Line Jabodetabek. Banyak penumpang kereta jarak jauh, tak terkecuali saya, yang memanfaatkan integrasi antar kereta di stasiun ini. Sangat praktis, tak perlu pindah angkutan. Foto: arum sato
Kondisi lorong bawah tanah Stasiun Pasar Senen pada pagi hari, Kamis 21 Juli 2016. Lorong ini diperuntukkan sebagai pintu masuk/keluar penumpang Commuter Line Jabodetabek. Banyak penumpang kereta jarak jauh, tak terkecuali saya, yang memanfaatkan integrasi antar kereta di stasiun ini. Sangat praktis, tak perlu pindah angkutan. Foto: arum sato
Peron penumpang Commuter Line di Stasiun Pasar Senen hanya sebagian kecil yang beratap. Ketika terik, akan sangat panas terasa. Ditambah pantulan panas dari lantai menambah gerah dan gusar ketika kereta tak jua nampak. Bila penumpang menumpuk, mau tak mau harus geser ke area yang belum beratap, yang lebih luas.

Sebaliknya, ketika hujan, penumpang tak ada tempat berteduh dari siraman air dari langit. Saya belum pernah mengalami sendiri, kehujanan ketika menunggu Commuter Line di Stasiun Pasar Senen. Hujan, sebagai berkah dari Tuhan, tapi juga bisa berubah menjadi musibah ketika kita salah memperlakukannya.

Sudah saatnya kita berhenti menyalahkan hujan, ketika ternyata ia datang sebagai musibah. Sudah saatnya kita mengevaluasi, barangkali kita salah memperlakukan hujan. Kita tidak siap dengan kedatangannya. Kita mengangapnya sepele.

Kondisi peron 6 Stasiun Pasar Senen, yang tidak beratap, saya kira itu merupakan kondisi yang kurang pas. Terkecuali bila air yang turun bisa langsung mengalir ke mana semestinya ia ditampung. Namun yang terjadi, tampungan tidak ada. Di area depan tangga, tanpa atap atau kanopi. Maka, ketika hujan tiba, mengalirlah air ke tempat yang lebih rendah, yaitu turun ke lorong bawah tanah.

Tergenangnya lorong Stasiun Pasar Senen harus menjadi evaluasi untuk instansi terkait. Untuk langkah aman dan cepat, bisa memasang atap pada peron 6. Selain melindungi penumpang dari hujan serta panas, bisa menambah sejuk dan artistik peron tersebut.

Barangkali, kalau ada, saluran air pada lorong bawah tanah tersebut rusak dan waktunya memperbaiki. Stasiun Pasar Senen, berserta lorong bawah tanah dibangun pada tahun 1916 ketika zaman Belanda. Stasiun besar itu telah mengalami beberapa kali renovasi. Bisa jadi, renovasi telah mengubah beberapa bentuk maupun konstruksinya. Apalagi yang berkaitan dengan saluran air.

Itu saja uneg-uneg saya. Demi kemajuan transportasi favorit saya. Terima kasih. Salam Kompasiana. Salam Clickompasiana.

Jakarta, 30 Juli 2016

logo Komunitas Click, Commuter Line Community of Kompasiana
logo Komunitas Click, Commuter Line Community of Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun