Dalam keadaan sedikit mangkel, tidak lama saya mendapat balasan lagi dari kandidat tersebut.
"SIAP, PAK. SAYA AKAN STAND BY."
Agar tidak larut dalam berbalas pesan capslock, akhirnya saya putuskan untuk tidak membalas lagi.
Kedua, saat proses wawancara kerja secara online berlangsung.
Saran saya, jika mengikuti proses wawancara kerja online, ada baiknya infokan beberapa orang di rumah. Agar komunikasi tidak terganggu dan bisa dipahami bahwa yang bersangkutan---para kandidat---sedang dalam proses interview.
Jangan sampai seperti kandidat yang saya wawancara. Di tengah perbincangan, terdengar suara, "MBA! TOLONG BELIIN SAYUR DI WARUNG!" kemudian, langsung dibalas, "IYA, BU. AKU LAGI INTERVIEW SEBENTAR."
Maksud saya, boleh saja berbalas obrolan dengan orang di rumah. Saya bisa memahami sekaligus memaklumi. Tapi, tolong bicaranya jangan di dekat lubang speaker earphone atau handphone, Mz, Mb. Kuenceng banget kedengerannya. Saya jadi berasa kena marah. Hiks.
Ketiga, sepanjang wawancara berlangsung, saya dipanggil "Bu".
Memang, wawancara kerja online, apalagi hanya fitur voice call atau telepon reguler, bikin kita nggak tahu orang yang kita ajak komunikasi gestur dan ekspresinya seperti apa dan bagaimana. Suara saya memang terdengar cempreng ketika ditelepon. Tapi, foto profil di email juga nomor WhatsApp saya terpampang jelas bahwa saya lelaki.
Nah, selama interview berlangsung, saya selalu dipanggil "Bu" oleh salah satu kandidat. Saya sih sebetulnya santai aja, maklum. Salah satu resiko punya suara cempreng dan nggak bertatap muka saat interview. Tapi, btw, nama saya kan "Seto" ya, Mz, Mb. Kalaupun mau panggil saya dengan "Bu", please sebut nama saya secara lengkap saja. Jangan cuma "Set". Nggak enak dengernya.
"Maaf, Bu Set, apakah saya boleh bertanya tentang proses selanjutnya? Begini, Bu Set..."
Buset, deh.