"Iya."
"Kalau begitu, mari kita berburu."
Parmin dan Ruiga nyaris menghabiskan hari di perpustakaan itu. Hari Minggu itu, perpustakaan pusat sangat ramai. Ada bahkan kabar televisi yang menayangkan seluruh penduduk negeri Westo berburu perpustakaan. Tak ada perpustakaan yang kosong hari Minggu ini. Semuanya penuh. Saling mencari satu kata saja yang belum pernah digunakan oleh peradaban, tapi langsung bisa dipakai untuk komunikasi.
Menjelang pukul sebelas malam, perpustakaan tak ada yang sepi, justru semakin ramai oleh pengunjung. Rupanya tak ada seorang pun di negara Westo yang membiarkan hidup tanpa berkata-kata. Mereka ingin hidup normal. Ruiga dan Parmin tubuhnya telah letih, melorot dari sandaran bangku dan duduk tak berdaya di lantai marmer.
"Percuma. Percuma. Waktu yang tersedia begitu singkat. Kita tak mungkin bisa menemukannya."
"Jangan menyerah, Ruiga. Masih ada satu jam lagi."
"Kau carilah sendiri."
Dengan sisa kekuatan fisik dan otak untuk memilah-memilih kata, Parmin tak henti mencari. Ia bolak-balik dari buku satu ke buku lain. Selalu ia menemukan kata yang pernah digunakan. Ia pernah terpikir untuk mengarang kata saja, tapi sudah jelas kalau kata yang tercipta dari karangan sendiri takkan mungkin bisa diterima oleh umum.
***
Di ruang Istana Kepresidenan, Mendagri dijamu oleh Presiden tepat pukul 23.30 dengan aneka makanan. Wajah mereka tampak puas.
"Belum ada kabar?" tanya Presiden.