"Oh baiklah!” wajah Stefan sumringah dan mereka bertiga pun masuk ke dalam.
Di ruang tamu, terlihat seseorang duduk sambil memegang smartphone besar. Posturnya tinggi besar seperti seorang militer, dengan rambut cepak. Otot-otot tangannya terlihat kekar dan terlatih. Ia mengangguk ke arah Stefan dan Nicola.
“Fitz, ini Stefan ” Martin membuka pembicaraan.
“Oh, hai… aku Fitzgerald. Senang bertemu kalian” jawab Stefan. Keakraban dan budaya Eropa tentu berbeda dengan budaya ramah tamah Asia yang hangat. Hanya saling mengangguk dan tersenyum. Martin mengambil posisi di tengah, sedangkan tamu dan adiknya berhadap – hadapan.
“Stefan, Fitz ingin minta sedikit bantuanmu” ucap Martin.
“Oh ya, dengan senang hati akan kubantu. Sejauh aku bisa!” jawab Stefan. Fitz agak memajukan badannya, pertanda ia akan menyampaikan sesuatu yang serius.
“Baik. Jadi begini Stefan. Aku bekerja pada kantor ILO di kota ini. Aku menangani ILO untuk daerah operasi Asia Tenggara. Aku ingin sedikit bertanya kepadamu. Kabarnya kau baru pulang dari Indonesia?” tanya Fitz.
“Oh betul, wahhh… betul – betul surga yang tak ada duanya!” Stefan menjawab antusias.
“Kabarnya kau mengunjungi perkebunan di sana?” Fitz bertanya lagi.
“Ai… Iya… Ummm, tak terlupakan!” Stefan memandang istrinya. Ia ingin Nicola ikut menjelaskan.
“Wah, kebetulan. Jadi kantor kami ingin mengadakan project pelatihan ekowisata di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. Karena kami dengar, pemanfaatan dan pemberdayaan para pekerja sudah semakin bagus di sana. Perkebunan tidak lagi seperti aktifitas masa lalu yang hanya menjual barang mentah lalu dikapalkan. Kegiatan – kegiatannya sudah bervariasi, termasuk perkebunan bisa dibuat sarana wisata!” urai Fitz.