Dari pengembaraannya telinga sempat menangkap sebuah berita tentang peta rahasia. Yang banyak tahu tentang berita ini adalah dari kalangan golongan hitam atau kaum sesat. Konon ada sebuah peta yang akan di bawah ke kota raja dari sekelompok pengawal kerajaan. Peta rahasia berisi tentang sebuah ilmu sakti dari seorang Datuk dari sebuah kerajaan di Saluhang yaitu Kulano Gumansalangi.
Sense Madunde merasa tertarik dengan kabar burung tersebut. Pikirannya, pasti para pengawal kerajaan yang membawa kiriman dimulai dari dermaga kayu kejoguguan Witung. Segera langkah kakinya kembali menuju daerah yang tidak asing baginya. Karena daerah itu tidak jauh dari hutan Tangkoko tempat asalnya.
Setelah semalam menepuh perjalanan panjang akhirnya Sense Madunde memasuki daerah hutan lebat. Lapat – lapat telinganya yang tajam mendengar suara orang sedang beradu mulut. Lalu kemudian suara itu berubah seperti sedang bertempur. Rupanya kedatangan Sense Madunde terlambat. Para pengawal atau ekspedisi kerajaan itu telah tewas. Dengan berendap – endap Sense Madunde mendekati suara pertempuran itu.
Benar saja. Ternyata setelah berhasil menewaskan kepala perampok dan para anak buahnya. Dua Malaikat Hitam dari Mangindano berhasil membuka sebuah peti. Di dalamnya berisi buku – buku kerajaan. Namun salah satu buku tiba – tiba mengeluarkan cahaya kuning keemasan. Kedua Malaikat Hitam itu saling berebutan buku tersebut.
“Yakang, biar aku yang menyimpan buku itu!”
“Tidak, Tuari, aku yang tertualah yang berhak menyimpan buku peninggalan leluhur kita dari Mangindano. Buku ini berisi peta rahasia, yang di bawah oleh Datuk Kulano Gumansalangi, kita harus kembalikan buku ini pada yang berhak!”
Akhirnya perselisihan itu berubah menjadi pertempuran antara dua bersaudara Malaikat Hitam. Ilmu keduanya sama berimbang. Namun kecepatan masih jauh dari sang adiknya. Hingga suatu ketika, seorang yang di sebut tuari berhasil menyentil pergelangan tangan kanan pada seorang yang di panggil yakang. Buku dalam genggaman kakaknya terlempar ke udara. Keduanya segera melompat dengan sangat cepat untuk merebut buku itu.
“Srrrreeeettt,,,,,” Buku itu robek menjadi dua bagian.Masing – masing memegang sepotong buku itu.
Belum sempat hilang kekagetan mereka, tiba – tiba sekelebat bayangan kuning menyerang kepada seorang yang di sebut tuari. Sense Madunde bergerak dengan sangat cepat. Jurus maut “Dewa Pengemis” dilancarkannya. Sebuah tendangan berhasil mengena dada kiri dari adik Malikat Hitam. Tubuhnya terjengkang. Lalu Sense Madunde berhasil merampas sepotong buku dari genggaman sang adik dari Malaikat Hitam.
“Hei, anak muda, mengapa mencampuri urusan orang. Kembalikan sepotong buku itu!”
Sang kakaknya kaget dengan gebrakan Sense Madunde. Hanya dalam tiga jurus saja adiknya tak berkutik dibuatnya. Masih beruntung Sense Madunde tidak mengerahkan seluruh tenaga dalamnya. Sehingga adiknya tidak terluka parah.