Menelaah Isu Hate Speech dalam Komunikasi Massa di Indonesia
Ujaran kebencian, sebagai fenomena sosial yang kompleks, telah menjadi salah satu isu mendesak dalam konteks komunikasi massa di Indonesia. Dalam era digital ini, ujaran kebencian tidak hanya menjadi masalah moral, tetapi juga ancaman bagi harmoni sosial. Sebagai bangsa yang kaya akan budaya dan keanekaragaman, penyebaran ujaran kebencian dapat memecah belah masyarakat, menciptakan ketegangan, dan mengancam keselamatan publik. Artikel ini akan menggali lebih dalam mengenai perdefinisian ujaran kebencian, dampaknya terhadap masyarakat, peran media sosial, tindakan pemerintah, respons masyarakat, serta studi kasus yang relevan.
Perdefinisian Ujaran Kebencian dalam Komunikasi Massa
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, ujaran kebencian didefinisikan sebagai setiap bentuk komunikasi yang menyerang atau merendahkan individu atau kelompok berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan. Dalam konteks komunikasi massa, ujaran kebencian dapat berupa artikel, opini, atau konten video yang menggugah emosi negatif terhadap kelompok tertentu. Definisi ini penting untuk memahami bagaimana ujaran kebencian dapat terwujud dalam berbagai media dan dampaknya bagi masyarakat luas.Â
Ujaran kebencian tidak hanya mencakup pernyataan verbal, tetapi juga dapat muncul dalam bentuk tulisan dan gambar di media sosial, yang sering kali menyebar dengan cepat dan luas. Fenomena ini diperburuk oleh anonimitas di dunia maya, yang memungkinkan individu untuk melontarkan komentar tanpa takut akan konsekuensi sosial. Selain itu, faktor psikologis seperti prasangka negatif terhadap kelompok tertentu juga berkontribusi pada maraknya ujaran kebencian di internet.Â
Dampak Ujaran Kebencian Terhadap Masyarakat Indonesia
Dampak penyebaran ujaran kebencian sangat luas dan bisa berakibat langsung pada kehidupan sosial. Dalam survei yang dilakukan oleh lembaga riset, ditemukan bahwa lebih dari 60% responden merasa terdampak secara emosional oleh konten ujaran kebencian yang mereka lihat di media sosial. Ini menunjukkan betapa mendalamnya dampak psikologis yang dapat ditimbulkan oleh komunikasi yang negatif.Â
Dampak lebih lanjut termasuk tekanan sosial, stres, trauma, bahkan bunuh diri bagi korban. Ujaran kebencian juga dapat menyebabkan individu merasa terasing dan menghindari interaksi sosial, memperburuk kesehatan mental mereka. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak negatif ini dan mendorong perilaku yang lebih positif di platform digital.
Peran Media Sosial dalam Penyebaran Ujaran Kebencian
Media sosial berfungsi sebagai platform yang memudahkan penyebaran informasi, namun juga menjadi lahan subur untuk berkembangnya ujaran kebencian. Masyarakat yang terhubung secara kontinu dapat dengan mudah men-sharing konten negatif, seringkali tanpa memverifikasi kebenarannya. Penggunaan algoritma yang memprioritaskan konten yang menarik perhatian dapat memperparah situasi ini, dengan ujaran kebencian mendapatkan lebih banyak eksposur dibandingkan konten positif. Anonimitas di media sosial mendorong individu untuk berkomentar tanpa takut, sehingga meningkatkan cyberbullying. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan baru dalam literasi digital untuk memberdayakan masyarakat dalam memilah informasi.
Tindakan Pemerintah dalam Menanggulangi Ujaran Kebencian
Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah untuk menanggulangi isu tersebut melalui regulasi dan kampanye kesadaran. Salah satu inisiatif adalah pembentukan tim cyber patrol yang bertugas untuk memantau dan menindak konten ujaran kebencian di media sosial. Selain itu, kampanye edukasi tentang bahaya ujaran kebencian juga digalakkan untuk memperkuat toleransi dan penghargaan terhadap keberagaman. Namun, tantangan masih ada dalam implementasi hukum yang sering kali lambat dan tidak konsisten.
a. Regulasi dan Penegakan Hukum
Pemerintah telah menetapkan berbagai regulasi untuk menanggulangi ujaran kebencian, termasuk Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang memberikan sanksi bagi pelanggar. Dalam praktiknya, kepolisian telah menangani ratusan kasus ujaran kebencian, dengan ancaman hukuman mencapai enam tahun penjara bagi pelaku. Meskipun demikian, penegakan hukum sering kali terhambat oleh proses yang panjang dan kurangnya sumber daya.
b. Kampanye Edukasi Masyarakat
Kampanye edukasi menjadi salah satu strategi utama pemerintah dalam mengatasi masalah ini. Melalui program literasi digital, masyarakat diajak untuk memahami dampak negatif dari ujaran kebencian dan pentingnya menghargai perbedaan. Program ini diharapkan dapat menciptakan kesadaran kolektif di kalangan pengguna media sosial tentang tanggung jawab mereka dalam berkomunikasi secara online.
c. Kerja Sama dengan Platform Digital
Pemerintah juga bekerja sama dengan penyedia platform digital untuk menutup akses akun-akun yang menyebarkan ujaran kebencian. Sebanyak 184 akun media sosial telah diblokir sebagai upaya untuk mengurangi penyebaran konten negatif. Kerja sama ini penting karena platform digital memiliki peran besar dalam distribusi informasi, sehingga tindakan cepat dapat mencegah potensi konflik.
d. Perlunya Pendekatan Holistik
Untuk mengatasi isu ini secara efektif, diperlukan pendekatan holistik yang melibatkan berbagai elemen masyarakat, termasuk organisasi non-pemerintah dan komunitas lokal. Dengan kolaborasi ini, diharapkan dapat tercipta lingkungan yang lebih aman dan toleran, serta mengurangi dampak negatif dari ujaran kebencian di Indonesia.Â
Respons Masyarakat Terhadap Isu Ujaran Kebencian
Respons masyarakat terhadap isu ujaran kebencian menunjukkan dinamika yang kompleks. Banyak individu dan kelompok berupaya menciptakan dialog antarbudaya untuk mengatasi perpecahan. Mereka mengorganisir forum dan kampanye yang bertujuan meningkatkan kesadaran akan pentingnya toleransi dan saling menghormati. Di sisi lain, ada kecenderungan peningkatan ekstremisme. Ujaran kebencian sering memperkuat pandangan radikal, yang dapat memperdalam perpecahan di masyarakat. Hal ini menciptakan lingkungan di mana diskusi konstruktif sulit dilakukan. Kemudian terdapat pula peran organisasi masyarakat sipil. Organisasi ini berfungsi sebagai jembatan untuk menyuarakan pesan inklusif. Mereka menyediakan ruang aman bagi individu untuk berbagi pengalaman dan pandangan, serta mengadvokasi kebijakan yang mendukung kerukunan sosial. Upaya pendidikan pun menjadi penting dalam membangun kesadaran masyarakat tentang bahaya ujaran kebencian. Melalui program pendidikan yang menekankan nilai-nilai pluralisme, masyarakat dapat lebih memahami perbedaan dan mengurangi intoleransi. Pemerintah juga memiliki tanggung jawab untuk menanggapi isu ini dengan tegas. Kebijakan yang mendukung penegakan hukum dan pencegahan ujaran kebencian sangat diperlukan untuk menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dan demokratis.
Studi Kasus Ujaran Kebencian yang Viral di Indonesia
Berikut adalah beberapa studi kasus terkini tentang ujaran kebencian yang viral di Indonesia:
1. Akun "Fufufafa"
Akun "Fufufafa" menjadi viral karena menyebarkan hoaks, ujaran kebencian, dan penghasutan di media sosial. Menyebar berita palsu yang dapat menimbulkan panik dan konflik. Menggunakan kata-kata kasar dan diskriminatif yang memicu konflik sosial. Mengadu domba antar kelompok dengan postingan yang sengaja memanas-manasi.
2. Anak Muda di Pohuwato
Seorang anak muda di Pohuwato diamankan polisi karena menyebarkan ujaran kebencian melalui media sosial Facebook. Melakukan postingan yang mengandung makian dan penghinaan terhadap Unit Tindak Buru Seragam Jajaran Polda Gorontalo. Tim Alap-Alap Sat Reskrim Polres Gorontalo menangkap dan mengamankan individu tersebut setelah melakukan penyelidikan.
3. TikToker AB
Pengguna akun TikTok @presiden_ono_niha, Aperlinus Bu'Ulolo (AB), dimasukkan sebagai tersangka kasus ujaran kebencian soal Papua. Mengunggah konten video yang dapat menimbulkan rasa kebencian terhadap aksi pendukung Lukas Enembe. Ditangkap dan diproses secara hukum dengan ancaman pidana paling lama 6 tahun penjara dan denda maksimal Rp 1.000.000.000.
4. Serangan Bom Molotov di Papua
Pembakaran buku karya jurnalis Najwa Shihab dan serangan bom molotov terhadap kantor redaksi Jubi di Papua merupakan bentuk kekerasan fisik yang terkait dengan isu sensitif seperti Papua.
Studi-studi kasus ini menunjukkan bahwa ujaran kebencian masih sangat relevan dan berpotensi membahayakan harmoni sosial di Indonesia. Hal ini menegaskan pentingnya etika digital dan perlunya kesadaran masyarakat dalam menghindari perilaku negatif di media sosial.Â
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, jelas bahwa ujaran kebencian dalam komunikasi massa di Indonesia merupakan isu yang serius dan kompleks. Untuk membangun masyarakat yang harmonis, kolaborasi antara pemerintah, media, dan masyarakat sipil diperlukan untuk menangani isu ini. Edukasi mengenai penggunaan media sosial yang bertanggung jawab, serta kesadaran akan dampak dari ujaran kebencian harus ditingkatkan. Hanya dengan pendekatan yang terkoordinasi dan langkah-langkah yang tepat kita dapat mengurangi dampak negatif dari ujaran kebencian dan menjalin komunikasi yang positif dalam masyarakat kita.
Daftar Rujukan
https://papuabarat.kemenag.go.id/opini/ujaran-kebencian-6r9rbm
https://ugm.ac.id/id/berita/22681-kenapa-hate-speech-begitu-marak-terjadi-di-internet/
https://berkas.dpr.go.id/pusaka/files/info_singkat/Info%20Singkat-XV-8-II-P3DI-April-2023-181.pdf
https://www.neliti.com/id/publications/545543/fenomena-hate-speech-dampak-ujaran-kebencian
https://www.jurnalptik.id/index.php/JIK/article/download/278/98
https://jurnal.umsrappang.ac.id/praja/article/download/584/446
https://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/ssr/article/download/7672/3501
https://journal.uinjkt.ac.id/index.php/al-turats/article/view/13698Â
https://news.detik.com/berita/d-7206759/berkas-perkara-kasus-ujaran-kebencian-soal-papua-tiktoker-ab-lengkap https://www.bbc.com/indonesia/articles/cx2dq8xvvygo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H