Mohon tunggu...
Septya Dwi Rachmawati
Septya Dwi Rachmawati Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - MAHASISWA PRODI MANAJEMEN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

Intelligence is not the measurement, but intelligence support all!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penggunaan E-Money Ditinjau dari Prespektif Hukum Islam

13 Juni 2021   23:08 Diperbarui: 13 Juni 2021   23:31 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENDAHULUAN

 

Latar Belakang 

Manusia pada awal peradabannya melaksanakan aktifitas ekonomi atau memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Ini dikarenakan jenis kebutuhan manusia masih sederhana. Manusia belum membutuhkan alat tukar, sehingga belum mengenal transaksi pertukaran. Gambaran ini menunjukkan manusia masuk periode prabarter.

 Dalam perkembangan selanjutnya, jumlah manusia yang semakin bertambah, berdampak pada bertambah pula varian kegiatan manusia. Pada tahap ini, manusia dapat menyelenggarakan tukar menukar kebutuhan dengan cara barter. Periode itu disebut zaman barter, atau tahap awal kegiatan manusia membutuhkan alat tukar.

Perkembangan praktik barter, seiring dengan kemajuan zaman dianggap menyulitkan, karena jenis barang yang dipertukarkan dianggap tidak mempunyai kesamaan. Seperti orang yang memiliki seekor kambing dan membutuhkan baju. Maka terjadi kesulitan dalam pertukaran. Susahnya lagi, kalau sudah berkaitan dengan membayar jasa. Kesulitan dalam sistem barter menjadi pendorong utama manusia untuk menggunakan alat tukar yang disepakati oleh manusia, dari zaman ke zaman yaitu emas dan perak, yang pada akhirnya nanti akan berkembang menjadi dinar dan dirham kemudian menjadi uang.

Pada masa Nabi Muhammad SAW. beliau menetapkan apa yang telah menjadi tradisi sebelumnya yaitu dinar emas dan dirham perak, serta uang logam (uang tembaga) merupakan mata uang yang berlaku pada saat itu. Pemberlakuan mata uang dinar dan dirham masih berlanjut hingga masa pemerintahan Sultan Kamil al-Ayyubi (1177-1238). Pada masa ini dikarenakan desakan kebutuhan masyarakat akan mata uang pecahan yang lebih kecil, Sultan Kamil memperkenalkan mata uang baru dari tembaga yang disebut dengan fulus.

 Penggunaan uang kertas bagi masyarakat muslim diyakini terjadi sejak Dawlah 'Uthmaniyyah. Hanya saja, uang kertas yang diprakarsai oleh pemerintah ini, belum mendapat respon baik secara luas dari masyarakat. Masyarakat setempat masih memandang penggunaannya bertentangan dengan tradisi mereka yang sudah berjalan dalam bertransaksi. Sehingga masyarakat banyak yang tidak menggunakannya walaupun sudah disahkan oleh negara.  Meskipun demikian, sebagian negara Islam ada yang masih tetap memakai uang kertas sebagai alat tukar. Bahkan ini yang berlaku hingga sekarang.

Seiring dengan kemajuan zaman, maka berkembang pula sistem teknologi dan informasi di dalam masyarakat. Perkembangan teknologi semakin maju berdampak pada kemajuan teknologi pada alat tukar transaksi. Saat ini banyak kegiatan ekonomi yang memanfaatkan kecanggihan teknologi, untuk memudahkan transaksi masyarakat, seperti transaksi jual beli online, atau juga pembayaran untuk pembelian dan tagihan melalui kartu kredit atau kartu debit yang dikeluarkan oleh bank. Perkembangan teknologi telah membawa suatu perubahan atas alat pembayaran yang dapat memenuhi kecepatan, ketepatan, dan keamanan dalam setiap transaksi elektronik. Saat ini alat pembayaran telah mengalami evolusi berupa data yang dapat ditempatkan pada suatu wadah disebut dengan alat pembayaran elektronik.

 Sejak berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 tentang uang elektronik, maka Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang uang elektronik (electronic money), Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang uang elektronik (electronic money), dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/17/PBI/2016 tentang perubahan kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang uang elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 179, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Menurut ketentuan ini, uang elektronik pada hakikatnya sebagai pengganti uang tunai, penerbitannya atas dasar nilai uang yang disetor yang saldonya tersimpan pada suatu media server atau chip. Uang elektronik tersebut dapat digunakan sebagai alat pembayaran pada merchant-merchant retail tertentu yang mengadakan kerjasama dengan penerbit uang elektronik.

Bagi perekonomian Indonesia, uang elektronik membawa dampak yang cukup baik. Dengan proses transaksi yang semakin cepat dan mudah, tingkat konsumsi masyarakat akan naik. Perputaran uang semakin cepat dan memicu perkembangan sektor keuangan.

Rumusan Masalah 

Dari uraian di atas peneliti menginginkan fokus penelitian pada:

  1. Bagaimana tren E-Money di kalangan Masyarakat Indonesia?
  2. Seberapa besar penggunaaan E-Money setiap harinya?
  3. Apa saja Undang-Undang yang berlaku tentang E-Money?
  4. Bagaimana hukum islam mengenai E-Money?

Tujuan Penelitian 

  1. Mengetahui bagaimana tren E-Money di kalangan masyarakat Indonesia.
  2. Mengetahui seberapa besar penggunaan E-Money setiap harinya.
  3. Mengetahui apa saja Undang-undang yang berlaku tentang E-Money.
  4. Mengetahui bagaimana hukum islam tentang E-Money.

 

 

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Uang

            Uang adalah benda yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Uang mempermudah manusia untuk saling memenuhi kebutuhan hidup dengan cara melakukan pertukaran dan perdagangan barang dan jasa. Selain itu, uang berfungsi sebagai alat pengukur nilai dan alat penyimpanan kekayaan. Dalam skala global, uang memiliki peranan penting dalam aktifitas perekonomian dunia. Uang menjadi media pertukaran barang dan jasa internasional serta uang menjadi dasar dari sistem moneter dunia.

            Secara terminologi, uang diartikan oleh al-Ghazali dan Ibn Khaldun sebagai apa yang digunakan manusia sebagai standar ukuran nilai harga, media transaksi pertukaran dan media simpanan  dengan penjelasan:

2.1.1 Uang sebagai ukuran harga

            Abu Ubaid (w. 224 H) menyatakan bahwa dirham dan dinar adalah nilai harga sesuatu, sedangkan segala sesuatu tidak bisa menjadi nilai harga keduanya.

            Imam Ghazali (w. 505 H) menegaskan bahwa Allah menciptakan dinar dan dirham sebagai hakim penengah diantara seluruh harta agar seluruh harta bisa diukur dengan keduanya. Dikatakan, unta ini menyamai 100 dinar, sekian ukuran minyak za'faran ini menyamai 100. Keduanya kira-kira sama dengan satu ukuran, maka keduanya bernilai sama.

            Ibn Rusyd (w. 595 H) menyatakan bahwa, ketika seseorang susah menemukan nilai persamaan antara barang-barang yang berbeda, jadikan dinar dan dirham untuk mengukurnya. Apabila seseorang menjual kuda dengan beberapa baju, nilai harga kuda itu terhadap beberaba kuda adalah nilai harga baju itu terhadap beberapa baju. Maka jika kuda itu bernilai 50, tentunya baju-baju itu juga harus bernilai 50.

2.1.2 Uang sebagai media transaksi

            Uang menjadi media transaksi yang sah yang harus diterima oleh siapa pun bila ia ditetapkan oleh negara. Inilah perbedaan uang dengan media transaksi lain seperti cek. Berlaku juga cek sebagai alat pembayaran karena penjual dan pembeli sepakat menerima cek sebagai alat bayar. Begitu pula dengan kartu debet, kartu kredit dan alat bayar lainnya. Pihak yang dibayar dapat saja menolak penggunaan cek atau kartu kredit sebagai alat bayar sedangkan uang berlaku sebagai alat pembayaran karena negara mensahkannya. Umar bin Khatab ra pernah menjelaskan bahwa saat ia ingin menjadikan uang dari kulit unta, lalu ada yang memberi masukan, bahwa jika itu dilakukan maka unta akan punah, lalu ia membatalkan keinginannya tersebut. Sebaliknya emas dan perak tidak serta merta menjadi uang bila tidak ada stempel (sakkah) negara. Imam Nawawi menegaskan bahwa makruh hukumnya bagi rakyat biasa mencetak sendiri dirham dan dinar, sekalipun dari bahan yang murni, sebab pembuatan tersebut adalah wewenang pemerintah. Kemudian apabila dirham tercampur maka dapat diketahui kadar campurannya, dengan demikian boleh menggunakannya baik dengan kebenda annya maupun dengan nilainya. Adapun jika kadar campuran tersebut tidak diketahui, maka di sini ada dua pendapat. Pendapat yang paling sahih mengatakan hukumnya boleh. Sebab, yang dimaksudkan adalah lakunya di pasaran. Campuran dari tembaga yang terdapat pada dirham tersebut tidak mempengaruhi, sebagaimana halnya adonan.

2.1.3 Uang sebagai media penyimpanan nilai

            Al-Ghazali pernah menjelaskan bahwa karena disebabkan oleh jual beli, muncul kebutuhan terhadap dua mata uang. Seseorang yang ingin membeli makanan dengan baju, dari mana dia mengetahui ukuran makanan dari nilai baju tersebut. Jual beli terjadi pada jenis barang yang berbeda-beda seperti dijual baju dengan makanan dan hewan dengan baju.

2.2 Pengertian E-Money

            Pengertian e-money mengacu pada definisi yang dikeluarkan oleh Bank for International Settlement (BIS) dalam salah satu publikasinya pada bulan Oktober 19961 . Dalam publikasi tersebut e-money didefinisikan sebagai "stored-value or prepaid products in which a record of the funds or value available to a consumer is stored on an electronic device in the consumer's possession" (produk stored-value atau prepaid dimana sejumlah nilai uang disimpan dalam suatu media elektronis yang dimiliki seseorang).

            Lebih lanjut dijelaskan bahwa nilai uang dalam e-money akan berkurang pada saat konsumen menggunakannya untuk pembayaran. Disamping itu e-money yang dimaksudkan disini berbeda dengan "single-purpose prepaid card" lainnya seperti kartu telepon, sebab e-money yang dimaksudkan di sini dapat digunakan untuk berbagai macam jenis pembayaran (multipurposed). E-money yang dimaksudkan disini juga berbeda dengan alat pembayaran elektronis berbasis kartu lainnya seperti kartu kredit dan kartu debet. Kartu kredit dan kartu debet bukan merupakan "prepaid products" melainkan "access products".

Secara umum perbedaan karakteristik antara "prepaid product" dan "access product" adalah sebagai berikut:

2.2.1 Prepaid product (e-money) 

- Nilai uang telah tercatat dalam instrumen e-money, atau sering disebut dengan stored value.

- Dana yang tercatat dalam e-money sepenuhnya berada dalam penguasaan konsumen.

- Pada saat transaksi, perpindahan dana dalam bentuk electronic value dari kartu e-money milik konsumen kepada terminal merchant dapat dilakukan secara off-line.

Dalam hal ini verifikasi cukup dilakukan pada level merchant (point of sale), tanpa harus on-line ke komputer issuer.

2.2.2 Access product (kartu debet dan kartu kredit)

- Tidak ada pencatatan dana pada instrumen kartu.

- Dana sepenuhnya berada dalam pengelolaan bank, sepanjang belum ada otorisasi dari nasabah untuk melakukan pembayaran.

- Pada saat transaksi, instrumen kartu digunakan untuk melakukan akses secara on-line ke komputer issuer untuk mendapatkan otorisasi melakukan pembayaran atas beban rekening nasabah, baik berupa rekening simpanan (kartu debet) maupun rekening pinjaman (kartu kredit). Setelah di-otorisasi oleh issuer, rekening nasabah kemudian akan langsung didebet. Dengan demikian pembayaran dengan menggunakan kartu kredit dan kartu debet mensyaratkan adanya komunikasi on-line ke komputer issuer. Selain produk e-money sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, saat ini, khususnya di Indonesia mulai bermunculan inovasi produk-produk pra-bayar yang secara fungsional mirip dengan e-money, namun secara teknis, karakteristiknya berbeda dengan karakteristik e-money yang dimaksudkan dalam kajian ini. Contohnya adalah model prabayar yang umumnya dikembangkan oleh perusahaan telekomunikasi dimana nilai uang tidak disimpan di dalam kartu (bukan stored value) melainkan disimpan dalam server data base perusahaan telekomunikasi yang menerbitkan kartu pra-bayar tersebut. Dalam hal ini perintah perpindahan dana untuk pembayaran harus dilakukan secara on-line ke server penerbit melalui short messaging services (SMS). Model prabayar ini sebenarnya adalah pengembangan dari bentuk pulsa yang kemudian dikembangkan untuk dapat digunakan untuk berbagai macam pembayaran.

           

2.3 Kebijakan Pengedaran Uang Di Indonesia

            Sejarah perkembangan peradaban manusia menunjukkan bahwa uang memiliki peranan strategis dalam perekonomian terutama karena fungsi utamanya sebagai alat pembayaran sehingga pada awalnya sering diartikan bahwa uang adalah sesuatu yang dapat diterima umum sebagai alat pembayaran. Namun, sejalan dengan perkembangan perekonomian khususnya di bidang keuangan, fungsi dan peranan uang juga mengalami perkembangan dan definisi uang juga mengalami penyesuaian dari waktu ke waktu. Fungsi uang yang semula hanya sebagai alat pembayaran berkembang menjadi alat satuan hitung, alat penyimpan kekayaan, dan alat penyelesaian utang-piutang. Di samping itu, dengan semakin berkembangnya sistem pembayaran, konsep uang yang semula hanya dalam bentuk uang tunai atau sering disebut dengan uang kartal yang terdiri dari uang kertas dan uang logam, dewasa ini semakin berkembang sistem pembayaran nontunai baik yang berbasis warkat maupun elektronik.

            Uang memiliki peranan strategis dalam perekonomian. Tanpa adanya uang dapat dibayangkan betapa sulitnya dilakukan suatu transaksi baik transaksi barang maupun transaksi jasa, yang pada gilirannya akan menghambat kegiatan investasi, produksi, dan konsumsi. Di samping peranannya dalam perekonomian, uang juga memiliki peranan lain yang tidak kalah pentingnya, antara lain dalam rangka menjaga kedaulatan suatu negara. Uang sering dikaitkan sebagai identitas suatu negara yang berdaulat. Sebagai gambaran, misalnya, dapat kita lihat bagaimana Indonesia pada awal kemerdekaan dengan gigihnya berupaya mencetak mata uang sendiri. Penggunaan mata uang Belanda maupun mata uang Jepang dinilai mengurangi arti dari kemerdekaan yang diperoleh. Beberapa negara yang dewasa ini mengakui mata uang negara lain sebagai alat pembayaran sah di negara yang bersangkutan dinilai kurang menunjukkan kemandirian sebagai negara yang berdaulat. Kebijakan negara tersebut terutama di bidang ekonomi akan sangat tergantung pada perekonomian negara lain. Perlu disadari bahwa pengedaran uang harus dikelola sedemikian dengan baik sehingga jumlah uang beredar sesuai dengan jumlah uang yang dibutuhkan masyarakat. Jumlah uang yang melampaui permintaan akan mengakibatkan kenaikan harga-harga (inflasi) dan sebaliknya apabila jumlah uang lebih sedikit dari permintaan dapat mengakibatkan melambatnya kegiatan perekonomian.

            Untuk memenuhi jumlah uang beredar, maka masalah yang dihadapi adalah sulitnya memperkirakan jumlah uang yang berada di tangan masyarakat atau sering disebut sebagai autonomous liquidity factor. Hal ini berarti jumlah permintaan uang berdiri sendiri dan di luar kendali dari otoritas yang berfungsi sebagai lembaga pencetak dan pengedar uang. Dengan demikian, fungsi pengedaran uang pada umumnya bertujuan untuk memenuhi jumlah dan komposisi mata uang yang dibutuhkan masyarakat. Lebih jelasnya pengelolaan pengedaran uang pada prinsipnya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan uang (uang kertas dan uang logam) dalam jumlah dan komposisi pecahan sesuai yang dibutuhkan, dengan kualitas uang yang baik sehingga masyarakat percaya dan mau menggunakan mata uang tersebut sebagai alat pembayaran.

            Berkaitan dengan hal tersebut, fungsi perencanaan dalam rangka pengadaan bahan, pencetakan, dan pengelolaan cadangan uang menjadi strategis dalam kebijakan pengedaran uang. Di beberapa negara, fungsi dan tugas di bidang pengelolaan pengedaran uang umumnya dilakukan oleh bank sentral yang memiliki hak khusus untuk menerbitkan uang kertas dan uang logam, dan dalam hal ini bank sentral berfungsi sebagai bank sirkulasi. Hal ini yang menjadi salah satu dasar pemikiran perlunya pendirian bank sentral pada suatu negara yang umumnya diawali oleh suatu kebutuhan akan badan/lembaga yang bertugas menjaga kestabilan harga yang dilakukan antara lain melalui pengelolaan pengedaran uang. Sebagi contoh, Bank of England yang merupakan salah satu bank sentral tertua di dunia, pada awal pendiriannya tahun 1694 ditugasi untuk mencetak dan mengedarkan mata uang di Inggris. Bank Indonesia sebagai Bank Sentral Republik Indonesia yang berdiri pada tahun 1953 sesungguhnya merupakan hasil nasionalisasi dari De Javasche Bank yang sebelumnya berfungsi sebagai bank sirkulasi. Di Indonesia, kebijakan pengedaran uang dilakukan oleh Bank Indonesia yang kewenangannya diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Kegiatan pengelolaan pengedaran uang tentunya mencakup kegiatan yang luas yakni mulai dari perencanaan, pengadaan dan pencetakan uang sampai dengan penarikan uang dari peredaran.

KESIMPULAN

 

Perkembangan elektronik di Indonesia mengharuskan masyarakat Indonesia bisa menyesuaikan teknologi. Tren E-money di masyarakat Indonesia khususnya pada Golongan umur 18-22 tahun membawa perkembangan E-money di masa sekarang menjadi lebih baik. Banyaknya masyarakat Indonesia yang menggunakan alat pembayaran E-money menunjukan pemahaman masyarakat tentang penggunaan uang elektronik ini. Namun pada pengisian uang elektronik diperlukan edukasi untuk masyarakat bagaimana cara mengisi ulang uang elektronik ini. Kemudahan dalam pengaplikasian uang elektronik dan kepraktisan uang elektronik daripada uang cash membuat masyarakat Indonesia mulai berpindah pada alat pembayaran elektronik ini. Banyaknya manfaat yang diberikan uang elektronik bagi penggunanya adalah diberikan potongan harga. Potongan harga ini dalam hukum islam tidak termasuk riba.

Mengingat banyak masyarakat Indonesia yang banyak dan sering menggunakan uang elektronik ini terkadang tidak diimbangi dengan ketersediaan fasilitas pembayaran uang eltronik ini di beberapa tempat umum dan masih terdapat kendala dalam pembacaan mesin untuk uang elektronik, saldo yang terpotong, pengisian ulang yang terjadi 2 kali dan masih banyak lagi. Hal ini tentunya perlu di perhatikan lagi agar kedepannya masyarakat Indonesia tidak erlu ragu dalam penggunaan uang eletronik ini.

Masyarakat islam Indonesia tidak perlu ragu lagi dalam penggunaan uang elektronik ini halal karna uang elektronik ini sendiri memenuhi prinsip islam seperti yang dijelaskan dalam fatwa dewan syariah nasional Mejelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yakni, Fatwa DSN NO: 116/DSN-MUI/IX/2017. uang elektronik ini juga membawa kemaslahatan diantaranya transaksinya memiliki perlindungan yang aman dan lengkap, kehalalannya terjamin, penerapannya terhindar dari praktik masyir, dan transaksi tidak menyebabkan pengeluaran yang berlebihan.

 

DAFTAR PUSTAKA

            Ahmad F. 2020. Kebijakan E-Money di Indonesia Perspektif Maqasid Al-Shari'ah Fi Al Amwal. (Syarat Memperoleh Gelar Doktor). Skripsi. Tidak Diterbitkan. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Surabaya. http://digilib.uinsby.ac.id/45505/2/Ahmad%20Fauzi_F53416005.pdf

            Hidayati, S., Nuryanti, I., Firmansyah, A., Fadly, A., & Darmawan, I. Y. (2006). Operasional E-money. Bank Indonesia, 1-5.

            "Hukum Islam dan Penggunaan Uang Elektronik". kompasiana. 3 november 2020 .https://www.kompasiana.com/anisa27122/5fa10805bbffde3774397d52/hukum-islam-dan-penggunaan-uang-elektronik#:~:text=Dalam%20perspektif%20Islam%20uang%20elektronik%20atau%20e%2Dmoney%20hukumnya%20adalah%20halal.&text=Jadi%20dalam%20hukum%20Islam%20penggunaan,adanya%20unsur%20haram%20dan%20maksiat.

            Implications for Central Banks of the Development of Electronic Money, Bank for Internatonal Settlements, Basle, October 1996, page 1

            "MUI Sudah Keluarkan Fatwa Syariah Uang Elektonik, Begini Rambunya". detik finance.21maret2019.https://finance.detik.com/fintech/d-4477825/mui-sudah-keluarkan-fatwa-syariah-uang-elektronik-begini-rambunya

           

            "Penerapan E-money Dalam Perspektif Syariah Islam". fokusborneo. juni 2020. https://fokusborneo.com/opini/2020/06/29/penerapan-e-money-dalam-perspektif-syariah-islam/

            Redi Putra M. 2017. Pelindungan Hukum Bagi Pengguna Uang Elektronik (E-Money). Skripsi. Tidak Diterbitkan. Universitas Andalas. Padang. http://scholar.unand.ac.id/

            Rusydiana, Aam Slamet. "Penerapan Dinar dan Stabilitas Ekonomi: Pendekatan Vector Autoregression." Ikonomika 2.1 (2017): 63-74.

            Sigalingging, Hotbin, Ery Setiawan, and Hilde D. Sihaloho. "Kebijakan Pengedaran Uang di Indonesia." Jakarta: PPSK BI (2004).

            Susanti, Ressi. "Sejarah Transformasi Uang Dalam Islam." Aqlam: Journal of Islam and Plurality 2.1 (2018).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun