Mohon tunggu...
Humaniora

Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Penggunaan Alat Bukti Elektronik

24 Mei 2017   15:28 Diperbarui: 24 Mei 2017   15:33 9199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                Jika kita lihat kembali pada amar putusan MK tadi bahwa semua “Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tidak dapat dijadikan alat bukti jika tidak dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang”, maka CCTV sebagai alat bukti dalam persidangan menjadi tidak sah, jika pemasangan dan perekaman yang dilakukan oleh CCTV tadi tidak dilakukan atas permintaan kepolisian, kejaksaan dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang. Padahal hampir setiap rumah di kota-kota besar, fasilitas publik, maupun tempat-tempat umum lainnya telah dipasangi CCTV agar mempermudah pemantauan keamanan kondisi setempat. Dengan kata lain, maka CCTV tidak lagi menjadi berguna sebagaimana tujuan awalnya, yakni sebagai pemantau kondisi kemanan dan sebagai alat bukti yang dapat diajukan dalam persidangan jika terjadi suatu tindak pidana.

                Salah satu kasus yang menggunakan CCTV sebagai alat bukti dalam pembuktiannya ialah kasus kopi sianida atau pembunuhan Wayan Mirna Salihin oleh Jessica Kumala Wongso yang terjadi pada hari rabu, tanggal 6 Januari 2016 dimana terdakwa Jessica Kumala alias Jessica Kumala Wongso alias Jess bertempat di Restaurant Olivier, West Mall, Ground Floor, Grand Indonesia, Kebon Kacang, Tanah Abang, Jakarta Pusat, dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain dengan cara memasukan sianida ke dalam es kopi vietnam yang disajikan untuk Wayan mirna salihin alias Mirna. Di dalam putusannya pada tanggal 27 oktober 2016 ialah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan bahwa jessica terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan Tindak Pidana pembunuhan berencana dan menjatuhkan pidana selama 20 tahun penjara.

                Jika kita analisa kembali, bahwa CCTV yang merupakan alat bukti elektronik dan dipergunakan oleh JPU dalam pembuktian kasus kopi sianida. Uji materiil yang diajukan oleh Setya Novanto yang terkait dengan alat bukti elektronik telah diputus oleh MK dan memiliki kekuatan hukum yang tetap pada tanggal 07 September 2016, dan putusan yang dijatuhkan PN Jakarta Pusat ialah bertanggal 27 Oktober 2016, artinya putusan MK terlebih dahulu ada daripada putusan PN Jakrta Pusat. Adapun dalam perkara kopi sianida tersebut alat bukti CCTV tidak lah dipasang dan direkam tidak dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang, artinya CCTV tersebut tidak bisa dijadikan alat bukti yang sah di depan persidangan dan harus ditolak oleh hakim karena Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan putusannya terlebih dahulu.

                Dasar pertimbangan mengapa hakim harus menolak ialah karena berlakunya asas transitoir dalam hukum pidana Indonesia, dimana jika terjadi perubahan dalam suatu aturan pidana, maka yang dipergunakan ialah aturan yang paling menguntungkan bagi terdakwa. Dalam konteks ini putusan MK ialah setara dengan undang-undang, sehingga dengan keluarnya putusan MK mengenai alat bukti elektronik tadi telah merubah aturan hukum Pidana yang berlaku di Indonesia, jika pada awalnya alat bukti elektronik dapat dijadikan alat bukti tanpa perlu digunakan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya, pasca putusan MK maka alat bukti elektronik harus digunakan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya.

                Namun faktanya majelis hakim dalam perkara kopi sianida tetap menggunakan CCTV sebagai alat bukti yang sah, walaupun MK telah menyatakan CCTV tersebut tidak sah dan tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah dalam proses peradilan pidana di Indonesia. Dengan demikian alat bukti elektronik yang digunakan dalam dunia penegakan hukum pidana Indonesia masih menggunakan tafsiran yang sesuai dengan bunyi pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) UU ITE dan pasal 26A UU no 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 39 tahun 1999 tentang Pemberantas Tindak Pidana Korupsi sebelum di uji materiil-kan ke Mahkamah Konstitusi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun