Yield yang diberikan sekitar 3,9% hingga 4,25%, dengan jangka waktu bond ini bervariatif mulai dari 10,5 tahun hingga 50 tahun. Tenor utang 50 tahun ini merupakan yang terpanjang dalam sejarah RI. Wow...
Topik tentang utang negara memang selalu menjadi hal yang hangat diperbincangkan di warung kopi hingga meja parlemen. Hingga kuartal 1 tahun 2020 utang luar negeri RI tercatat mencapai US$ 389 miliar atau sekitar Rp5.796 triliun, nilai itu sekitar 34% dari PDB. Memang, masih jauh dari batas maksimal yang diatur Undang-Undang yaitu 60%, tapi utang selalu jadi topik yang sensitif di negeri ini.
Kementerian Keuangan juga mewacanakan bahwa pemerintah akan menerbitkan Pandemic Bond yang opsinya dapat dibeli oleh BI secara langsung di pasar perdana, dengan yield yang mungkin akan "sangat khusus".
Namun rencana itu akhir-akhir ini dibatalkan, karena Kemenkeu ingin fokus pada pembiayaan dengan cara yang normal.
Jika melihat kembali ide "cetak uang" yang dilontarkan DPR, sebenarnya pemerintah sendiri sudah membuka opsi itu melalui Perpu No.1 tahun 2020. Namun Kemenkeu dan BI sendiri saat ini masih enggan untuk mengeksekusinya secara masif karena memang itu sebuah langkah yang extraordinary dalam mahzab ekonomi.
Mau cetak uang atau cetak utang, harapannya memang tidak hanya ekonomi yang diselamatkan, tapi juga kesehatan.
Jangan sampai uang yang mengalir dimanfaatkan free rider, oknum birokrasi rakus, oknum pengusaha yang seolah-olah membutuhkan bantuan, atau bahkan pihak asing yang mengambil kesempatan untuk menggelontorkan utang.
Semoga pimpinan dan pejabat negeri ini tidak lupa, bahwa sia-sia ekonomi diselamatkan tapi krisis kesehatan terus berkepanjangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H