"Rupanya kau berdua lesu juga akibat pandemi ini?" tanya Si Jubah Hitam sambil bertepuk tangan begitu bahagia. "Tidak sia-sia rupanya usahaku mengawalinya karena aku orang yang pertama kali membawa virus ini kemari. Lebih baik aku mengakui saja. Apa salahnya? Apalagi setelah ini, kau berdua juga bakal kubunuh. Kubeberkan saja terus terang."
Istriku mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi. "Bagaimana kalau kami yang bertanya dan anda yang menjawab?"
Si Jubah Hitam bersiul pendek. "Bravo! Mulai saja kalau begitu."
Aku mengubah posisi duduk supaya lebih santai di pojok kiri, sementara istriku juga menjauhiku dan duduk santai pula di pojok kanan. Kukedipkan mata pada istriku, dia tersenyum sekilas lalu cemberut lagi dan mulai bertanya pada Si Jubah Hitam.
"Anda berasal dari neraka rupanya?" istriku menselonjorkan kedua kakinya di lantai.
"Itu tujuanku, Cantik." kata Si Jubah Hitam dengan suara yang kini berubah mirip dengan Bugs Bunny. Kok bisa ya?
"Sudah kukatakan jangan memuji istriku."
"Aku yang berkuasa di sini, Botak!" hardik Si Jubah Hitam sambil mengepalkan tinju kanannya kepadaku. Suaranya kini berubah balik lagi jadi Darth Vader. "Kau kupanggil Botak dan istri kau kupanggil Cantik!"
"Terserah anda." kata istriku sambil mengerling manja kepadaku, lalu berbisik. "Sabar, Kangmas."
Kepalan tanganku yang kanan makin mengeras, yang kiri makin melunak. Kenapa ini?
"Giliranku yang bertanya sekarang." Suaraku serak padahal aku tidak batuk. "Kenapa Polisi tidak menangkapmu?"