Mohon tunggu...
Cepik Jandung
Cepik Jandung Mohon Tunggu... Mahasiswa - Belajar Kajian Budaya

Lulusan Filsafat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendidikan Sosial dan Susila Menurut John Dewey

19 Oktober 2024   07:21 Diperbarui: 19 Oktober 2024   07:24 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

        Meski demikian, langkah perubahan revolusioner ke teori pendidikan tidak langsung begitu saja. Pertama-tama harus dirumuskan masalah-masalah yang diciptakan oleh setiap revolusi, dan kemudian pedagogi mengusulkan solusi untuk masalah-masalah yang ditemukan. Seluruh proses ini benar-benar ilmiah, dimulai dari fakta eksperimental hingga interpretasi teoritisnya. Filsafat pendidikan, menurut Dewey, bukanlah aplikasi eksternal dari ide-ide yang sudah jadi ke dalam sistem praktik melainkan hanya rumusan masalah yang eksplisit sehubungan dengan kesulitan kehidupan sosial kontemporer."[6]

        Dasar psikologinya adalah cara memberi pengajaran wajib disesuaikan dengan tingkat perkembangan, cara berpikir dan cara bekerja anak. Penentuan bahan pengajaran wajib disesuaikan dengan perhatian dan keperluan anak, sebagai akibat dari instingnya.  Dasar sosiologi adalah tujuan pendidikan dan pengajaran adalah kepentingan kemajuan masyarakat. Tiap anggota masyarakat berkewajiban mengembangkannya dan anak wajib dibimbing ke arah itu. Bahan pengajaran perlu diambil dari problem masyarakat.

Pentingnya Pendidikan Sosial dan Susila

        Di era modern, sering kali kualitas pribadi diukur hanya dari kecakapan intelektualitas atau akademis saja. Seorang anak yang mendapat nilai tertinggi saat ujian akan dipandang sebagai siswa teladan dan menjadi gambaran ideal bagi siswa lainnya. Akan tetapi, sebuah ironi akan terjadi apabila anak yang dianggap menjadi teladan ini melakukan tindakkan yang tidak bermoral dan anti sosial. Orang akan berbalik menyerang dengan ganas bahkan lebih parah lagi menghukum dengan pergunjingan, sebuah kekerasan verbal sehingga membuat seseorang bisa terganggu mentalnya.

        Meski demikian, memang tidak bisa dipungkiri bahwa kecerdasan itu penting, apalagi untuk bersaing dalam menciptakan kreativitas dan inovasi-inovasi baru. Kemajuan teknologi dan persaingan pasar internasional dan lokal menuntut seseorang untuk menggunakan otaknya dengan optimal, atau kecerdasan intelektual sangat dibutuhkan. Akan tetapi, mengingat ironi tadi, ada yang diabaikan, dilupakan, dan justru itu yang terpenting menurut Dewey. Dalam sekolah yang ditawarkan Dewey, yang diutamakan bukanlah pendidikan kecerdasan, melainkan pendidikan sosial dan susila. Seorang anak- pertama-tama harus mendapat dan memiliki pendidikan sosial dan susila yang baik dan benar. Dalam perumusan program pendidikan, kecerdasan bukan yang utama, tujuan yang utama adalah apa yang menjadi kepentingan masyarakat.

        Kepentingan masyarakat inilah yang ditekankan Dewey berkaitan dengan pendidikan sosial dan susila. Pendidikan harus membekali siswa untuk mengambil bagian penuh dan aktif dalam membentuk masyarakat masa depan mereka. Pendidikan tradisional, menurutnya, melihat anak-anak sebagai wadah yang kosong dan pasif untuk diisi dengan ide-ide. Ini membantu untuk mendukung tatanan yang ada. Pendidikan progresif, di mana ia benar atau salah, dikenal, melihat sekolah sebagai kesempatan bagi anak-anak untuk berkembang sebagai individu dan warga negara. Mereka bahkan mungkin dapat menemukan panggilan mereka yang sebenarnya. Menurut Dewey, "Untuk mengetahui apa yang cocok untuk dilakukan, dan untuk mengamankan kesempatan untuk melakukannya, adalah kunci kebahagiaan."[7] Bagi Dewey, lebih penting melatih pikiran manusia untuk memecahkan masalah yang dihadapi, daripada mengisinya secara sarat dengan formulasi-formulasi secara sarat teoritis yang tertib.

         Dewey menilai bahwa pendidikan sosial dan pendidikan susila itu sangat erat hubungannya, bahkan bisa dikatakan kedua jenis pendidikan itu sama saja. Dalam hal ini, "norma-norma susila diambil dari masyarakat dan demi kepentingan masyarakat."[8] Menurut Dewey, Pendidikan sosial ini pun telah ada dalam sekolah tradisional. Akan tetapi bahan yang diberikan kepada anak-anak terlalu berat dan tinggi. untuk tahapan mereka. Dalam pendidikan sosial pada sekolah tradisional, bahan pengajaran diambil dari masyarakat orang dewasa. Bahkan lebih tidak koheren lagi, bahan yang pakai diambil dari masyarakat kota.

        Oleh karena itu, menurut Dewey ini yang harus diubah, bahwa dalam sekolah progresif, kerja guru harus dapat menyajikan semua hal itu kepada anak dengan cara yang sederhana. Guru juga harus dapat menyajikan kepada anak bahan yang sederhana, sejalan dengan tingkat perkembangannya. Sekolah itu sendiri harus dipikirkan sebagai suatu masyarakat kanak-kanak yang sesuai dengan tingkat perkembangannya. Dengan demikian masuklah hidup yang sesungguhnya ke dalam ruang sekolah kerja. Dengan cara seperti ini, diharapkan anak-anak memperoleh pengalaman untuk menyelidiki, mengamati, memikirkan, memutuskan, serta berbuat sendiri dan bersama dengan teman-temannya. Ia berpikir secara ilmiah, logis, dan objektif. Dengan berpikir seperti ini seorang anak dapat menyesuaikan dirinya dengan dan dalam masyarakat orang dewasa serta mengambil bagian dalam masyarakat.[9]

        Dalam pandangan Dewey, entah bekerja sendirian dan bekerja bersama merupakan pendidikan susila. Keberadaan siswa adalah sekelompok orang yang memiliki kemampuan yang luar biasa dan kompleks untuk bertumbuh, sedangkan guru adalah orang yang berperan untuk mengawasi dan membimbing pengalaman belajar siswa, tanpa mengganggu minat dan kebutuhan siswa.[10] Pengalaman anak dalam bekerja, baik sendirian maupun bersama dengan teman-temannya dapat menumbuhkan perhatian terhadap norma-norma hidup susila serta membangkitkan keinginan untuk melakukan perbuatan yang luhur dan menjauhi perbuatan yang hina dan keji. Akan tetapi pengertian, perhatian, dan keinginan saja tidak mencukupi. Menurut Dewey, yang paling penting adalah perbuatan yang luhur. Suatu perbuatan adalah luhur apabila perbuatan ini bermanfaat bagi masyarakat. Dengan melakukan perbuatan yang luhur itu anak menjauhkan dirinya dari perbuatan yang hina. Dan perbuatan yang hina adalah perbuatan yang tidak berguna sedikit pun untuk masyarakat.

Tanggapan Kritis

        Teori pendidikan Dewey menurut saya masih relevan dan efektif untuk pelajaran di kelas. Sebelumnya pembelajaran didominasi oleh guru dan siswa lebih bersifat pasif menerima sepenuhnya materi apa saja yang diberikan guru. Pembelajaran seperti ini membuat siswa kurang mampu dalam berpikir secara kreatif dan inovatif. Padahal, untuk konteks zaman sekarang, ide-ide baru sangat dibutuhkan. Pandangan Dewey yang menegaskan keterlibatan peserta didik adalah syarat pertama dalam kegiatan belajar di kelas yang membantu siswa berpikir lebih kreatif dan berguna bagi kehidupannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun