Mohon tunggu...
Cepik Jandung
Cepik Jandung Mohon Tunggu... Mahasiswa - Belajar Kajian Budaya

Lulusan Filsafat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendidikan Sosial dan Susila Menurut John Dewey

19 Oktober 2024   07:21 Diperbarui: 19 Oktober 2024   07:24 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

         Pendidikan seharusnya melibatkan aktivitas aktif dari peserta didik dan belajar mesti dilakukan dengan metode yang disukainya daripada belajar dengan menghafal. Demikianlah model pendidikan yang demokratik dan fleksibel. Kurikulum harus dibuat sesuai dengan kebutuhan dan minat peserta didik. Pendidikan harus memampukan subjek didik untuk menafsirkan dan memaknai rangkaian pengalamannya. Pendidikan harus terus-menerus menyusun kembali dan menata ulang pengalaman dan pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan dan kualitas hidup. Secara simplifikasi, secuil gambaran pemikiran John Dewey tentang pendidikan.        

         John Dewey lahir pada tanggal 20 Oktober 1859 di Burlington, Amerika Serikat. Ia menyelesaikan pendidikan di Universitas Hopkins di kota Baltimore, dengan gelar Ph.D. di bidang filsafat pada tahun 1884. Pada tahun 1894, Dewey bergabung dengan departemen filsafat di Universitas Chicago di mana ia terus menyempurnakan pedagoginya. Pada tahun 1904, Dewey dipindahkan ke Universitas Columbia, dan di sana ia menulis karyanya yang paling terkenal, Pengalaman dan Alam pada tahun 1925. Sekitar tahun 1952, dalam usia yang sangat lanjut (93 tahun) ia meninggal dunia.[1]

Pandangan Hidup John Dewey

        Pandangan Dewey tentang pentingnya pendidikan sosial dan susila, mendapat dasarnya dari pandangan hidupnya. Dewey mengikuti teori evolusi Ch. R. Darwin (1809-1882). Berdasarkan Teori ini, "hidup di dunia ini merupakan suatu proses, suatu dinamika yang dimulai dari tingkatan yang terendah dan selalu berkembang ke tingkatan yang lebih tinggi. Dewey mengambil kesimpulan bahwa puncak kemajuan terletak di kemudian hari dan tergantung dari kemajuan masyarakat setiap masanya. Oleh karena itu, setiap orang wajib bekerja dan bekerja sama demi kemajuan masyarakatnya.[2]

        Dewey juga mengikuti pragmatisme, menilai benar atau tidaknya sebuah teori tergantung pada berfaedah atau tidaknya teori tersebut untuk manusia. Ia juga mengikuti behaviorisme, menganggap kehidupan jiwa digerakkan dari luar, bukan dari dalam. Perbuatan manusia menurut pandangan ini selalu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dewey juga mengakui bahwa bekerja memberikan pengalaman dan pengalaman kemudian mempengaruhi budi pekerti. Ada pengalaman yang positif, yakni pengalaman yang benar, bermanfaat dan dapat diterapkan pada kehidupan nyata. Pengalaman negatif adalah pengalaman yang tidak benar, pengalaman yang merugikan, yang menghambat berkembangnya kehidupan serta tidak dapat dipakai.

        Bagi Dewey, dasar untuk menilai hidup serta norma sosial dan susila adalah pragmatisme. Suatu perbuatan disebut baik apabila membawa hasil yang baik dan bermanfaat untuk pergaulan hidup. Dewey mengutamakan pergaulan hidup dalam masyarakat dan individu memiliki arti hanya dalam kaitan dengan masyarakat. Dewey pun menghendaki norma-norma dalam masyarakat harus keluar dari masyarakat itu sendiri karena masyarakat mengalami proses serta pergantian. "Demikian pun tujuan hidup yang erat berhubungan dengan norma itu selalu harus berubah dan berganti-ganti sesuai dengan keadaan masanya.[3] Dewey menegaskan bahwa makhluk harus belajar untuk hidup dengan baik dan mengatasi perubahan, daripada menolaknya. Pembelajaran dan pengetahuan berasal dari korelasi yang tajam antara proses perubahan.

        Dewey menegaskan pentingnya watak dalam pergaulan. Menurutnya, ada tiga unsur yang saling berhubungan erat dan merupakan suatu kesatuan yang menyeluruh dalam diri seseorang. Pertama, kemauan yang kuat, karena keaktifan timbul karena adanya inisiatif yang bebas dan kebebasan mengambil inisiatif pada gilirannya menciptakan kemauan yang kuat. Kedua, keputusan yang jernih, dengan menyelidiki sendiri serta keaktifan-keaktifan lainnya menimbulkan pengertian serta pendapat yang jelas. Ketiga, perasaan yang halus, melalui pergaulan dalam suasana yang bebas menumbuhkan di dalam diri anak rasa sosial dan rasa setia kawan yang halus.[4]

Dasar Teori Pendidikan

        Teori pendidikan menurut Dewey adalah penyerta alami dari perubahan radikal yang telah terjadi di setiap bidang pemikiran dan usaha manusia lainnya. Apa yang dilakukannya dalam bidang pendidikan hanyalah membawa pendidikan mengikuti kemajuan zaman. Menurutnya, ada tiga revolusi besar dalam kehidupan modern yang sedikit atau bahkan tidak diperhitungkan oleh sekolah tradisional. Revolusi intelektual, yang disebabkan oleh penemuan-penemuan ilmu pengetahuan modern; Revolusi industri, sebagai akibat dari penemuan dan perkembangan mesin modern; dan revolusi sosial, yang dihasilkan dari pertumbuhan demokrasi modern.

        Mengacu pada tiga serangkai perubahan, bahwa telah terjadi revolusi dalam semua sejarah yang begitu cepat, begitu luas, begitu lengkap. Perubahan yang terjadi pada lingkungan sosial yang mempengaruhi perubahan dalam pendidikan. "Fakta nyata adalah bahwa kehidupan sosial kita telah mengalami perubahan yang menyeluruh. Jika pendidikan kita ingin memiliki arti bagi kehidupan, itu harus melalui transformasi yang sama lengkapnya."[5]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun