Callista masih terdiam, air matanya luluh. Kubawa ia masuk dan kutemui juga ibunya yang sedang terbaring di sofa.
"Siapa itu, nak?" kata ibunya pelan.
"Menantu untuk ibu," jawab Callista tersenyum ke arahku.
"Syukurlah,"
Malam itu kami berbincang lama. Ternyata istilah menantu usang yang tersemat dipikiran kami memiliki pernyataan yang sepadan. Menantu, harapan setiap orang tua yang ingin anaknya beranjak dewasa untuk memulai kehidupan yang baru.
"Satu hal, mengapa kau dulu pergi dari Jakarta?" tanyaku pada Callista.
"Ada dua hal, pertama, kontrak kerjaku sudah habis di perusahaan itu dan kedua, sudah lama kita menjalin hubungan tanpa sebuah kepastian. Aku tidak mau menjadi menantu usang untuk ayahmu," jawabnya,"dan aku masih yakin kau tetap mencintaiku sekalipun aku mengenangkan sebuah kepergian,"
Aku mengulum senyum. Malam ini akan panjang, dan aku sudah menentukan seorang menantu yang tepat untuk ayahku sekarang.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H