Mohon tunggu...
Erma Alfiana Hidayah
Erma Alfiana Hidayah Mohon Tunggu... Guru -

Saya menyukai senjaNya. Sungguh.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Terjawab Saat Senja (2)

17 Juni 2016   19:23 Diperbarui: 17 Juni 2016   19:31 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Waktu cepat bergulir, satu per satu temannya telah berpamitan, namun lelaki ini masih bercokol di ruangannya. Entah apalah namanya memastikan atau apa, namun ia merasa masih harus tetap di sana. Entah untuk membereskan barang-barang yang tak terpakai ke tempatnya atau entahlah apa, ia merasa masih harus tetap di sana. Entah karena ia merupakan ketua project sehingga ia merasa memiliki tanggung jawab atas produk ini atau apa, yang pasti ia masih ingin di sini. Kemudian adzan lah yang mampu menghentikan segala gerakan tangannya pun segala pandangan dari matanya. Air wudlu lah yang mampu membuat mata nya kembali terbuka kemudian segar kembali. Sedikit mengistirahatkan raganya adalah hal nyaman baginya, walau pikirnya melayang kesana kemari.

“Ya Rabb, terima kasih telah memberikan kelancaran hingga malam ini. Besok adalah launching produk kami. Berikan kelancaran, terima kasih atas semuanya”. Di hari terakhir ini, lelaki ini terduduk menghadap ke barat.

“Ya Rabb. . . . “.

Ucapnya terhenti kini, beberapa kali ia menghela nafas, seperti mencari kata yang tepat untuk dikeluarkan dari mulutnya. Kemudian ia terdiam. Tangannya masih menengadah, namun kepalanya tertunduk. Udara kembali terambil oleh hidung, memenuhi diafragmanya, namun kemudian terbuang begitu saja tanpa ada beberapa kata yang keluar.

“Ya Rabb, aku pun kau anugerahi indera perasa sehingga jika beberapa hari ini seseorang mengamatiku dari sana, aku akan merasa. Pun juga aku, aku tidak bisa terlepas memutarkan kepalaku bahkan ketika aku telah membelakanginya”. Akhirnya, terlepaslah kata itu dari mulutnya setelah tertahan lama.

 “Ya Rabb, apa namanya ketika seseorang perempuan telah mampu membuatku tersenyum bahkan saat pagi hari kubuka mataku pertama kali”.

 “Ya Rabb, bahkan aku mengkhawatirkannya”, lelaki tersebut melanjutkannya. Sempat beberapa kali, ketika ia merasa tidak ada kembali mata yang mengamatinya ia memberanikan diri membalikkan badan kemudian melanjutkan pekerjaannya. Tapi sepasang mata laki-laki ini terlepas dari tangannya yang bergerak, mencari-cari kemana pasangan mata lain yang biasa mengamatinya dari sana. Namun beberapa saat kemudian, sepasang mata bersama raganya telah kembali, membuka pintu dan mengarahkan pandangan pada laki-laki ini. Sedetik mata mereka bertemu dan tertunduklah sudah lelaki ini. Salah tingkah, kemudian membalikkan badannya ke sisi yang lain.

“Dan kini, lampu ruangannnya masih menyala. Pekerjaanku telah selesai, tapi…..”, bibirnya kembali merapat. “Kau Maha Tahu, kau tahu apa yang bahkan aku simpan di pojok hatiku. Lindungi aku Ya Rabb”.

. . .

Hari launching telah terlewati, segalanya telah kembali seperti semula. Ia masih berada pada tempatnya. Tidak ada yang ia lakukan, hanya duduk mengarah ke sebelah sana di mana di malam-malam sebelumnya ada seorang perempuan yang selalu membenarkan kacamatanya yang melorot di hidungnya. Kini tidak ada. Baju putih, dan masker sudah terlepas. Belum terlalu malam untuk sekedar mengenang, hingga terdengar langkah dari luar dan suara pintu terbuka.

Tidak bergerak dan masih terduduk takjim. Diamnya buyar ketika terdapat seseorang dari luar sedang melihat ke dalam kaca. Tangannya meraba kaca luar laboratorium dan mendekatkan mukanya untuk melihat ke dalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun