Beberapa hari ini bukan hal mudah baginya. Pertanyaan dari segala pertanyaan terlebih soal-soal UN tak sesulit pertanyaan ini. Dilihatnya HP yang digenggamnya, telunjuknya bergerak ke atas dan kebawah, mengangguk-angguk, namun raut mukanya bimbang. Bibirnya mengatup. Tidak berkata lagi. Sudah entah beberapa hari sejak sebuah pertanyaan tersebut diajukan, dan jawaban belum juga kunjung datang.
. . .
“Nasywa, setelah istirahat nanti kamu bisa mulai mengerjakan laporan keuangan produk baru. Agar efektif, kamu beberapa hari ke lantai 3, Ibu Aisya sudah menyiapkan tempat. Berhubung ya semingguan lebih lah tiba hari launching, sepertinya kamu harus bekerja keras. Maaf ya, tidak ada lagi yang bisa saya andalkan. Ibu Ika sedang cuti, jadi saya putuskan kamu yang handle”. Jelas Pak Hari. Beberapa hari yang lalu setelah ikut dalam rapat di lantai 3, Pak Hari telah menyinggung sedikit pada Nasywa tentang keterlibatannya pada project baru, sehingga hari ini Nasywa tidak begitu terlalu kaget.
“Baik pak, InsyaAllah, saya handle”, jawabnya.
Mulai hari ini, Nasywa disibukkan pada project produk baru, pun juga tempat kerjanya yang pindah ke lantai 3. Larut malam bukanlah momok baginya, namun adaptasi dengan tempat baru yang menjadi ujiannya. Tidak adanya partner membuat beban tersendiri baginya. Kini tempat kerjanya berada dalam kantor di dalam laboratorium, kantornya dikelilingi kaca yang bisa melihat orang-orang yang sedang bekerja dalam laboratorium. Satu ruangan dengan Ibu Aisya. Ibu Aisya yang tidak pernah pulang larut memaksa Nasywa untuk sendiri di ruangan tersebut hingga larut.
Hari-hari berikutnya Nasywa masih disibukkan dengan laporan keuangan produk baru di tempat barunya. Kacamata dilepaskannya, Nasywa menggosok matanya tanda penat. Pandanganya mulai mengeksplorasi laboratorium dari dalam ruangannya, seseorang dengan baju putih dan masker dilengkapi sarung tangan masih berada di luar sana dari tadi. Nasywa mulai mengikuti gerakan orang tersebut kesana kemari.
. . .
Bukan keputusan yang mengecewakan sebenarnya, karena bukan karena kesalahan yang fatal. Hasil dari presentasi tempo hari memutuskan perlu banyak hal yang harus ditambahkan, agar produk tersebut menjadi sempurna. Akibat adanya masukan dari sana-sini maka, sebelum launching tambahan-tambahan tersebut harus terselesaikan. Sudah penat sebenarnya matanya, tangannya telah lelah bersentuhan dengan alat-alat ini. Apalagi sudah berapa hari makan malam terlewatkan olehnya. Lagi-lagi sendirian di tempat ini. Mengiyakan ajakan teman untuk pulang tak berarti membuatnya pulang.
Ada yang beda beberapa malam ini, mata lelaki ini menangkap ada hal baru di ruangan atasannya sebelah pojok. Ruangannya berkaca gelap, namun lampu yang menyala dari dalam membuatnya tahu siapa yang ada di sana. Sesekali orang tersebut, menaikkan bagian tengah kacamatanya yang melorot. Beberapa kali juga, ia merobek kertas. Suara printer malam-malam seperti ini tidak pernah ia dengar kecuali beberapa malam ini, membuat lebih berwarna.
Suara tuts-tuts komputer yang bekerja terdengar begitu indah di beberapa malam ini. Sesekali lelaki ini sengaja membalikkan badannya ketika, suara tuts-tuts keyboard komputer menghilang. Entah untuk memastikan atau apa, namun rutin setelah membalikkan badannya, kini matanya bekerja ke kanan kiri mencari tangan-tangan yang menekan tombol-tombol itu.
bersambung..