“Ahh iyaaa!” jawab Nasywa, kemudian mengerutkan dahi pada orang di depannya tanda bertanya bagaimana bisa orang tersebut tahu namanya.
“Itu name tag kamu!”
“Eh iya. Terima kasih ya”, kata Nasywa sambil membungkukkan badan.
. . .
Pulang malam adalah hal jarang bagi lelaki ini, kecuali beberapa malam ini ketika project produk baru datang. Seperti saat ini ketika malam telah menelan matahari, ruangan ber-AC benar-benar telah menjadi tempatnya beberapa hari ini. Menggerutu akan tidak adanya teman adalah tidak berguna. Selain itu, orang yang masih bertahan dengan baju putih, masker dan juga sarung tangan tersebut bukan tipe orang penggerutu.
Matahari hadir menyapa kembali, setelah berusaha keras memejamkan matanya tadi malam, akhirnya hari berganti. Hari ini adalah harinya, harinya berlapang dada ketika memang harus ada perbaikan untuk produk ini. Kantung mata sedikit terbentuk, walau merah yang ada dalam matanya telah tak terlihat berkat tidur malam tadi.
“Jam 9 ya, setengah jam lagi.. Kita tunggu di ruang meeting”, canda temannya. Ia membalas lambaian tangan temannya, dan tersenyum.
. . .
“Nasywa!”, panggil manajer Nasywa.
“Uhm, boleh saya minta tolong lagi? Tolong mintakan rincian anggaran dari laboratorium untuk project produk baru. Hari ini katanya sudah jadi, tapi 5 menit yang lalu HP Ibu Aisya tidak aktif”, jelas manajer Nasywa panjang lebar.
“Oke pak, saya ambilkan”.