“Sudah tahu tempat Ibu Aisya? Boleh saya minta tolong?”
“Iya pak, boleh”.
“Tolong, kamu ambilkan stampel di ruangan beliau karena tadi pagi dipinjam. Saya telepon kok tidak diangkat”.
“O begitu pak? Di lantai 2 ya pak ruangan beliau?”, tanya Nasywa.
“Belum tahu ya? Hehe.. tidak apa-apa deh biar sekalian tahu kan. Ruangannya di lantai 3. Ya di dalam Lab”.
“MasyaAllah, salah ya pak. Hehe..”, Nasywa tersenyum malu.
“Kamu bisa saja. Kalau sudah antar ke saya ya..”, perintah manajernya sambil memasuki ruangan.
Hari ini menjadi hari pertamanya, untuk naik ke lantai 3. Berkenalan dengan laboratorium perusahaannya. Sempat menganga mulut Nasywa, melihat berbagai barang yang tak akan pernah dilihatnya di bawah. Nasywa memang diam di satu titik, namun matanya berputar kesana kemari kagum. Barang-barang yang mengesankan.
“Kok sepi ya…”, gumamnya.
Mata nasywa kembali berputar, mencari seseorang yang bisa ditanyai. Tidak seberapa lama kemudian, mata Nasywa berhenti pada seseorang di ujung paling dalam sedang mengenakan baju putih, mengolak-alik tabung kecil. Detik-detik berubah menjadi menit, tidak berusaha masuk atau mengetuk pintu atau memencet bel Nasywa justru masih fokus pada seseorang di dalam sana dengan berbagai kegiatan yang menurut Nasywa menarik. Nasywa, seperti tidak sadarkan diri ketika tiba-tiba senyumnya mengembangkan sudut bibirnya. Satu menit, dua menit. Tidak hanya Nasywa yang belum tersadar rupanya. Seseorang di dalam sana yang benar-benar fokus pada pekerjaannya belum tersadar akan keberadaan seorang perempuan di luar. Menit ke 5, telepon genggam Nasywa lah yang berjasa menyadarkan diri Nasywa.
“Sudah, dapat stampelnya?”, bacanya.