Bisnis kuliner yang awalnya dadakan dan memberi keuntungan sedikit menjadi matahari yang mencerahkan. Bertahan di tengah badai dengan hantaman ombak memang menjadi perjuangan tersendiri. Corona  ini mengajarkan untuk tetap bertahan mencoba apa yang dimiliki.
Tabungan yang kami punya jadi modal utama bisnis yang harus kami yakini akan menjadi penolong. Bagaimana kalau tidak laku, ini yang tadinya tidak terpikirkan olehku. Minggu pertama kuliner berdasarkan pesanan jadi tidak berimbas pada 'sisa'.Â
Setelah itu harus ada stok karena pelanggan kadang ada yang harus 'ready' pada saat mereka pesan. Kemungkinan tidak habis tentu ada untuk hal itu aku buat yang kira-kira akan banyak yang memesan.
Berbagai percobaan dilakukan agar hasilnya maksimal. Target kami tidak terlalu tinggi sehari bisa menjual 20 pack sudah memberi keuntungan setara dengan penghasilan suami. Â
Kalau sehari tidak terjual 20 pack, hari berikutnya kami harus mencari peluang ke segala penjuru. Suami yang sudah tidak bekerja menjadi pengantar makanan yang dapat diandalkan.
Menu berbuka pastinya harus yang dapat tercukupi gizi dan asupan yang bervariasi untuk sahur. Siasatku adalah mengatur menu yang dapat seminal mungkin berselera dan tidak lepas gizi dan vitamin. Yang pasti buah-buahan harus ada. Usahakan bukan buah-buahan yang mahal untuk dibeli.Â
Sepotong papaya atau melon sudah menajdi teman yang baik. Bekerja dan belajar di rumah menjadi solusi untuk mengekplorasi berbagai makanan dengan membuatnya jadi tidak membeli.
Semoga pandemi ini cepat berakhir dan kami dapat menata hidup kembali. Paling tidak jadi tahu bahwa dana cadangan 6 bulan harus ada dalam tabungan. Sewaktu-waktu badai pasti datang menghadang perlu taktik jitu menyiasati financial.