Mohon tunggu...
Seni Asiati
Seni Asiati Mohon Tunggu... Guru - Untuk direnungkan

Berawal dari sebuah hobi, akhirnya menjadi kegiatan yang menghasilkan. Hasil yang paling utama adalah terus berliterasi menuangkan ide dan gagasan dalam sebuah tulisan. Selain itu dengan menulis rekam sejarah pun dimulai, ada warisan yang dapat kita banggakan pada anak cucu kita nantinya. Ayo, terus torehkan tinta untuk dikenang dan beroleh nilai ibadah yang tak putus.

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Cerpen: Ramadan Pantang Berduka

7 Mei 2020   16:49 Diperbarui: 7 Mei 2020   17:02 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Belum dua bulan aku bisa bernapas lega. Datanglah musibah badai corona dalam kehidupan kami. Yah, Mas Edi sudah mengeluh tak ada penumpang. Setiap hari sudah dilakoni berkeliling dan hanya satu penumpang itupun tak bisa membelikan bensin yang dipakainya untuk berkeliling.

Dua anakku sudah tidak bersekolah dirumahkan. Setiap hari mereka berkutat dengan tugas sekolah yang membuat mereka harus terkoneksi dengan internet.

"Mah, belikan kuota sudah habis nanti ada pembelajaran di internet," anakku yang sulung sudah kelas sepuluh, lima hari yang lalu sudah aku belikan kuotanya sekarang minta lagi.

"Kemarin sudah habis, Kak?" tanyaku hati-hati.

"Sudah habis Mah, lihat tinggal 100 mb, tugas bu guru banyak yang nonton video disuruh mengikuti gerakan dan membuat video terus mengirimkan," keluhnya dengan wajah yang cemberut. Aku tak pernah memantau pekerjannya. Aku hanya tahu dari grup kalau ada tugas yang harus diselesaikan anak setiap hari.

"Iya nanti mamah belikan, yang 2 giga cukup ya Kak, paling besok atau lusa sudah sekolah," optimisku melambung melihat kalau terus seperti ini aku pun akan dirumahkan.

"Aku juga, Mah belikan ," si adik yang mendengar dari kamar mandi ikut bicara.

"Lah, adik juga sudah habis," kataku anakku ini jarang meminta aku juga tak tahu dimana dia mengisi tugas sekolahnya. Usianya baru 13 tahun tetapi sudah di kels 8 atau kelas 2 SMP. Anakku ini cerdas beberapa kali menjuarai lomba menulis dan piala di rumah kami dia yang menyumbangkan. Beberapa kali lomba yang dia ikuti berhadiah uang. Semua uang itu ia berikan padaku dan selalu bilang bapaknya hanya dapat piala tak ada uangnya.

"Sttt Mah, ada hadiah uang dari lomba kemarin, ini Mah 1 juta, ga usah bilang bapak buat mamah aja," aku terharu dan memeluknya. Apa dia tahu kesulitan hidup ibunya.

"Hehehehehehe aku mau ulangan, Mah biasanya ke rumah Dian yang di ujung gang, dia kan punya wifi jadi gratisan deh." Oh pantas saja dia tak pernah minta kuota. Taktiknya boleh juga. Dian anak tetanggku itu satu sekolah dengan anakku, beberapa kali ibunya minta anakku untuk mengajari anaknya yang susah sekali belajar.

"Tuh, anak orang kaya tapi bodoh banget ya, Dek," Kakaknya Lora menimpali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun