Mohon tunggu...
Seni Asiati
Seni Asiati Mohon Tunggu... Guru - Untuk direnungkan

Berawal dari sebuah hobi, akhirnya menjadi kegiatan yang menghasilkan. Hasil yang paling utama adalah terus berliterasi menuangkan ide dan gagasan dalam sebuah tulisan. Selain itu dengan menulis rekam sejarah pun dimulai, ada warisan yang dapat kita banggakan pada anak cucu kita nantinya. Ayo, terus torehkan tinta untuk dikenang dan beroleh nilai ibadah yang tak putus.

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Cerpen: Ramadan Pantang Berduka

7 Mei 2020   16:49 Diperbarui: 7 Mei 2020   17:02 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Brukkk

Mas Edi pulang dengan wajah yang kuyu dan dihempaskan tubuhnya yang besar dengan kasar ke sofa kami yang mulai reot.

"Maunya apa sih pemerinta bikin libur semua," kata-kata kasar terdengar di rumah kami. Untungnya anak-anak sudah di kamar semoga sudah tidur.

"Kenapa, mas tidak ada penumpang lagi?" tanyaku sambil meletakkan teh hangat di atas meja.

"Pakai tanya lagi, sudah dua hari ada ga aku kasih kamu setoran," katanya dengan nada marah.

Yah sudah dua hari tak ada uang yang disetorkan mas Edi padaku. Dua hari ini aku tak menagih karena situasi dan kondisi mas Edi yang selalu marah kalau pulang. Aku tak ingin bertengkar dan sudah malam pula. Energi harus dihemat katanya imun akan bekerja baik kalau pikiran dan hati kita tenang. Sudah dua minggu semenjak musibah pandemik yang katanya corona sebagian bilang covid 19 melanda Indonesia. Daerahku yang terimbas duluan karena kota besar.

Mas Edi supir ojek online dan terkena imbas lebih dulu. Tiga tahun yang lalu pemutusan hubungan kerja menyebabkan ia harus bekerja sebagai tukang ojek online. Mulanya aman saja karena mas Edi mencukupi dengan ojek online motor. Lowongan kerja untuk pekerja seusia mas Edi yang sudah kepala 4 susah sekali. Itu pun pekerja kasar. Adik mas Edi sudah lebih dulu jadi ojek online. Tawaran itu menggiurkan, motor kami punya dan mas Edi tinggal mendaftar.

Musim penghujanlah yang memicu mas Edi selalu marah. Aku sudah biasa mendengar dia marah dari awal pernikahan. Entahlah mengapa aku mau dipersunting olehnya. Aku berpikir mas Edi akan berubah karena aku tahu cintanya padaku luar biasa.

"Mah, kita ganti motor dengan mobil, lebih banyak penghasilannya," diskusi kami malam itu. Hujan masih deras baju mas Edi basah. Seperti biasa ia meruntuk hujan yang turun.

"Maksudnya bagaimana, Mas?" tanyaku sambil membereskan pakaian mas Edi yang diletakkan begitu saja di lantai.

"Aku narik mobil, dan kita ambil mobil," mas Edi melanjutkan idenya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun