Mohon tunggu...
Sendy Ahmad Ghazali
Sendy Ahmad Ghazali Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sosiologi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Saya punya obsesi untuk menguasai tiga disiplin ilmu sekaligus, yaitu Fisika, Linguistik, dan Sosiologi. Mengenai kapan saya akan menguasai semuanya, mungkin baru akan terjadi ketika saya tua nanti. Tak masalah, hidup memang sebuah pembelajaran tiada henti.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Mengenang Satu Masa Indah di Belakang: Kejadian Terbaik di Bulan September 2022

12 November 2022   15:37 Diperbarui: 12 November 2022   15:48 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Hari ini, di tanggal 11 November yang relatif dingin untuk ukuran Ciputat, aku masih punya waktu beberapa jam untuk kuhabiskan tanpa perlu memikirkan tugas kuliah, dan aku memutuskan untuk menggunakannya. Aku menggunakannya, untuk mengenang salah satu kejadian terindah dalam hidupku, yang terjadi di awal bulan September 2022.

            Sama seperti journaling yang banyak membantuku untuk tetap waras, kegiatan mengenang masa lalu seperti ini juga memiliki manfaatnya tersendiri. Mengenang masa-masa indah adalah salah satu cara terbaik untuk menambah tenagaku, meningkatkan semangatku untuk menghadapi kerasnya dunia ini.

Hanya beberapa saat setelah waktu santaiku habis, aku akan kembali menghadapi rentetan tugas yang begitu menuntut. Satu tugas dari mata kuliah Sosiologi Gender mungkin telah aku selesaikan, tapi aku harus mempersiapkan diri untuk presentasi hari Selasa nanti. Pada mata kuliah Metodologi Penelitian Kuantitatif, aku memiliki satu tugas yang cukup memakan waktu, yaitu tugas membuat proposal. Adapun bila proposalnya telah usai, aku harus maju ke depan mewakili kelompokku, untuk mempresentasikan proposal yang kami ciptakan. Waktu presentasinya sama seperti Sosiologi Gender, yaitu hari Selasa. Selanjutnya, aku masih memiliki tugas pada mata kuliah Statistik Sosial I, masih harus dilalui dengan format tulis tangan, dengan menggunakan kertas folio, dan tugasnya juga lebih dari satu kalau aku tak salah ingat. Setelah itu, aku harus membuat semacam resensi buku untuk menambah nilai pada mata kuliah Teori Sosiologi Modern. Aku bahkan belum berbicara soal revisi catatan konsep kelompokku pada mata kuliah Sosiologi Agama II, dan bagaimana pula dengan tugas mingguan Sosiologi Budaya yang belum juga diumumkan hingga saat ini?

            Bukan kesalahanku kalau aku merasa sedikit tertekan, sistem pendidikan yang selama ini aku ikuti memang pantas untuk mendapatkan kritikan. Aku tak mendapatkan perluasan maupun kedalaman, tapi justru rasa lelah yang berlebih dengan hanya sedikit percikan ilmu yang mengenaiku. Maksudku, apabila sistemnya tidak seperti ini, aku bisa mendapatkan lebih banyak lagi, aku bisa memperdalam lebih jauh lagi ilmu-ilmu yang aku ketahui, dan aku pasti bisa untuk mendapatkan segala hal yang telah dirumuskan oleh Ki Hajar Dewantara perihal pendidikan.

            Mengenang masa lalu memanglah hal yang tepat untuk dilakukan saat ini. Semoga setelah aku menulis kisah ini, energiku semakin menggila, sebab tugas-tugas yang akan kuhadapi juga siap untuk menghantamku dengan cara yang gila. Tugas-tugas itu, mereka siap untuk membuatku menderita, dengan caranya masing-masing.

******

*****

AWAL ACARA, SERTA SEDIKIT KECANGGUNGAN ANTARA DIRIKU DAN MUSIM SEMI

            Awal acara kumpul-kumpul UIN Bercerita tak berjalan dengan baik untukku, sebab ada seseorang yang baru saja berkonflik denganku di sana, namanya Musim Semi. Titik sentral dari konflik ini ada pada diriku, akulah yang telah menyakitinya dengan kata-kataku. Kehadiran Musim Semi membuatku begitu kaku, aku malu padanya karena telah menyakiti hatinya yang lembut itu.

            Di samping kiriku ada Wardhana, sosok yang bersama Musim Semi ketika awal datang ke sana. Di samping kananku ada bang Solah, sosok jenaka yang selalu jadi korban perundungan tiap kali kami berbicara soal kelulusan.

            Waktu berlalu dengan sangat lambat, aku tak tahu apa alasannya. Atmosfer jadi semakin panas tatkala kulihat mata Musim Semi yang tiada henti menatapku. Apa ia begitu kesal padaku hingga tak mau melepaskan pandangan matanya? Presiden kami kemudian datang dengan aura apinya, aura semangat yang menular pada setiap orang yang melihatnya, kecuali diriku. Presiden kami, yaitu kak Vista, kemudian duduk di barisan yang sama dengan diriku. Ia menatapku, kemudian menyuruhku untuk duduk di samping Musim Semi. Oh, ayolah kak, aku takut padanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun