Mohon tunggu...
Sendi Suwantoro
Sendi Suwantoro Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua SEMA FTIK IAIN Ponorogo 2023/2024

Jangan pernah meremehkan orang walaupun bersalah jangan memandang diri sendiri ketika punya kelebihan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sarang Kenangan: Simfoni Senja di Gubuk Berlumut

17 Januari 2024   00:12 Diperbarui: 17 Januari 2024   00:19 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan istana megah berlapis marmer,

Rumahku gubuk sederhana berbalut lumut hijau.

Dinding bambu lapuk menyapa angin senja,

Baca juga: Angin Tak Ber-KTP

Atap rumbia berbisik kisah kepada embun pagi.

Lantai tanah bebau aroma dedaunan,

Jejak telapak kaki menari mengikuti irama jangkrik.

Jendela kayu lapuk membingkai panorama sawah,

Langit senja melukiskan rona jingga di atas kepala.

Pohon beringin tua berjaga di halaman depan,

Akarnya terjalin mesra dengan batu-batu lumut.

Di bawah naungannya, cerita nenek moyang berdenting,

Melebur dalam nyanyian angin dan kicau burung pipit.

Api unggun berkelap-kelip di sore hari,

Hangatnya memeluk dingin yang merayap.

Suara dandang mendidihkan lagu pengantar tidur,

Bintang-bintang bertaburan bak permata di langit gelap.

Rumahku bukan sekadar dinding dan atap,

Ia simfoni kenangan yang tak lekang zaman.

Ia denyut nadi, detak jantung, helaian napas,

Ia pelukan jiwa, tempat aku berpulang dan bertahan.

Maka biarkan istana megah berdiri tegak,

Aku memilih gubuk berlumut yang di dalamnya bersemayam cerita,

Rumahku, sarang kenangan, senandung senja di gubuk berlumut.

Puisi ini menggambarkan rumah bukan sekadar bangunan fisik, melainkan tempat bernaungnya kenangan, cinta, dan kehangatan. Rumah bisa sederhana, bahkan terbuat dari bambu dan lumut, namun ia menyimpan makna yang jauh lebih dalam daripada kemewahan istana. Rumah adalah tempat di mana jiwa berpulang dan bertahan, di mana cerita berdenting, dan di mana senja menjadi simfoni yang tak terlupakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun