Antara lain misalnya, tujuannya tidak cukup jelas menyebabkan informasi yang digunakan tidak lengkap (bisa saja terdapat dalam naskah akademiknya yang secara teknis memang tidak lazim dicantumkan dalam RUU)
Secara konsep juga belum jelas dan detail. Misalnya, apakah perbedaannya dengan P4 (di era Orba), apa paradigma filosofis yang melandasinya, apa teori-teori pendukungnya.Â
Untuk melakukan asesmen kritis secara menyeluruh, dibutuhkan naskah akademik dan semua dokumen informasi yang digunakan hingga melahirkan RUU ini.
Dengan demikian kiranya dapat diidentifikasi dan diuraikan secara lengkap pilar-pilar penopang bangunan penalaran dari RUU HIP, mulai dari purpose, propblem, informasi, konsep, asumsi-asums tersembunyi, kesimpulan, konsekuensi implikasi, perspektif atau point of view-nya, dilengkapi standar kualitas (intellectual standards) dan kebajikan intelektualnya.Â
Hanya ketika elemen-elemen pemikiran kritisnya terpenuhi akan membuat kerangka logis dan logic contet dari RUU ini kokoh dan bisa dipertanggungjawabkan secara logis-filosofis, serta memberi manfaat sebagaimana dimaksudkan.
Bagaimana pun, dapat disimpulkan sementara, bahwa respons dari kelompok-kelompok masyarakat lebih dipengaruhi oleh aspek psiko-politik dan psiko-sosial dibanding pertimbangan  "kelurusan nalar"  atau katakanlah nalar kebangsaan dalam RUU ini.
Bila dibaca dengan lebih tenang, terdapat juga kekayaan-kekayaan yang dikandungnya, sehingga tidak perlu dicurigai secara berlebihan seolah-olah "miring kiri."
Memperbaiki dan melengkapi sejumlah elemen penalaran kritis sebagaimana telah disebutkan di atas, Â kiranya RUU HIP akan sangat bermanfaat bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H