- DEFINISI RIBA
Secara etimologis (bahasa), riba berarti tambahan (ziyadah) atau berarti tumbuh dan membesar. Adapun menurut istilah syara', riba adalah akad yang terjadi dengan penukaran yang tertentu, tidak diketahui sama atau tidaknya menurut aturan syara' atau terlambat menerimanya. Riba juga dapat diartikan sebagai penetapan bunga atau melebihkan jumlah nominal pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok yang dibebankan kepada peminjam. Sehingga, dapat diartikan bahwa riba merupakan pengambilan tambahan pada transaksi/jual beli secara bathil. Adapun menurut istilah syariat para fuqaha sangat beragam dalam mendefinisikannya, diantaranya yaitu :
1. Menurut Al-Mali, Riba adalah akad yang terjadi atas penukaran barang tertentu yang tidak diketahui timbangannya menurut ukuran syara' ketika berakad/ dengan mengakhirkan tukaran kedua belah pihak/ salah satunya.
2. Menurut Abdurrahman Al-Jaziri, Riba adalah akad yang terjadi dengan penukaran tertentu, tidak diketahui sama/ tidak menurut aturan syara'/ terlambat salah satunya.
3. Menurut Syaikh Muhammad Abdul, Riba adalah penambahan-penambahan yang disyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada orang yang meminjam hartanya karena pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah ditentukan.
- DASAR HUKUM
Larangan Riba muncul dalam Al-Qur'an pada 4 kali penurunan wahyu yang berbeda-beda :
1. Q.S. Ar-Ruum : 39
Wa maa aataitum mir ribal liyarbuwa fi amwaalin-naasi fa laa yarbu'indallaah, wa maa aataitum min zakaatin turiiduna waj-hallaahi fa ulaa'ika humul-mud'ifun
Artinya : "Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksdukan untuk mencapai keridhoan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)." Maka kesimpulan dari ayat ini menegaskan bahwa riba akan menjauhkan keberkahan Allah dalam kekayaan, sedangkan sedekah akan meningkatkannya berlipat ganda.
2. Q.S An-nisaa' : 161
Wa akhdzihimur-ribaa wa qad nuhu 'an-hu wa aklimim amwaalan-naasi bil-baatil, wa a'tadnaa lil-kaafiriina min-hum 'adzaaban aliimaa
Artinya : "Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang bathil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih." Maka kesimpulan dari ayat ini menegaskan orang yang mengambil riba dengan orang yang mengambil kekayaan orang lain secara tidak benar dan mengancam kedua pihak dengan siksa Allah yang sangat pedih.
3. Q.S Ali 'Imran : 130
Yaa ayyuhalladzina aamanu laa ta 'kulur-ribaa ad'aafam mudaa'afataw wattaqullaaha la'allakum tuflihun.
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda, dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keburuntungan. " Maka kesimpulan dari ayat ini menegaskan untuk kaum muslimin untuk menjauhi riba jika mereka menghendaki kesejahteraan yang diinginkan.
Larangan Riba juga muncul dalam beberapa Hadits, yang berbunyi :
1. "Jauhilah tujuh perkara yang menghancurkan diantaranya memakan riba."
2. "Rasulullah SAW melaknat orang memakan riba, yang memberi makan riba, penulisnya, dan 2 orang saksinya. Beliau bersabda mereka semua sama."
- PANDANGAN PAKAR MENGENAI RIBA
Menurut para pakar ekonomi, bahaya riba cukup beragam diantaranya adalah buruknya distribusi kekayaan, kehancuran sumber-sumber ekonomi, lemahnya perkembangan ekonomi, peengangguran, dan sebagainya. Para ulama sepakat mengatakan bahwa riba adalah dosa besar dan haram. Sebagaimana digambarkan oleh Ibnu Taimiyah Rahimahullahu "Tidak ada suatu ancaman hukuman atas dosa besar selain syirik yang disebut dalam Al-Qur'an yang lebih dahsyat daripada riba. Hal ini menyimpulkan, bahwa dosa besar setelah syirik adalah riba. Secara garis besar pandangan tentang hukum riba ada 2 kelompok yaitu :
1. Kelompok pertama mengharamkan riba yang berlipat ganda. Karena, yang diharamkan Al-Qur'an adalah riba yang berlipat ganda saja, yaitu riba nas'ah. Karena selain riba nasi'an maka diperbolehkan.
2. Kelompok kedua mengharamkan riba, baik itu besar maupun kecil. Riba dilarang dalam Islam, baik itu besar atau kecil, maupun berlipat ganda atau tidak. Riba yang berlipat ganda haram hukumnya karena zatnya, sedangkan riba kecil tetap haram karena untuk menutup pintu ke riba yang lebih besar.
- MACAM-MACAM RIBA
Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi 2, yaitu riba utang-piutang dan riba jual beli.
1. Riba utang-piutang terbagi menjadi 2 macam yaitu :
a) Riba Qaradh, yaitu suatu manfaat yang diisyaratkan terhadap yang berhutang (muqtaridh) atau utang dengan syarat ada keuntungan bagi yang memberi utang.
b) Riba jahiliyah, yaitu utang yang dibayar lebih dari pokoknya. Karena peminjam tidak dapat membayar pada waktu yang ditentukan.
2. Riba jual-beli terbagi menjadi 2 macam yaitu :
a) Riba fadl, yaitu pertukaran antara barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda.
b) Riba nasi'ah, yaitu penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba ini muncul karena adanya perbedaan, perubahan atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.
- RIBA DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM
Islam sangat melarang keras riba dalam praktek ekonomi. Salah satu dasar pemikiran utama yang paling sering dikemukakan oleh para cendekiawan Muslim adalah keberadaan riba dalam ekonomi merupakan bentuk eksploitasi sosial dan ekonomi, yang merusak inti ajaran islam tentang keadilan sosial. Oleh karena itu, penghapusan riba dari sistem ekonomi islam ditujukan untuk memberikan keadilan ekonomi dan perilaku ekonomi yang benar secara etis dan modal.
Dasar pemikiran dari mengapa Al-Qur'an mewahyukan ayat yang tegas melarang riba adalah karena Islam menentang setiap bentuk eksploitasi dan mendukung sistem ekonomi yang bertujuan mengamankan sosio-ekonomi yang luas. Karena itu, Islam mengutuk semua bentuk eksploitasi khususnya ketidakadilan yakni dimana pemberi pinjaman dijamin mendapatkan pengembalian positif tanpa mempertimbangkan pembagian resiko dengan peminjam, atau dengan kata lain peminjam menanggung semua jenis resiko.
Al-Qur'an dengan tegas dan jelas melarang akuisisi terhadap milik orang lain dengan cara yang tidak benar. Islam mengenal dua tipe hak milik :
a. Hak milik yang merupakan hasil kombinasi kerja individual dengan sumber daya alam.
b. Hak atau klaim hak milik yang didapat melalui pertukaran, pembayaran yang dalam Islam disebut sebagai hak orang miskin untuk menggunakan sumber daya Islam disebut sebagai hak orang miskin untuk menggunakan sumber daya yang menjadi hak mereka (zakat dan infak), bantuan tunai dan warisan.
Akibatnya meminjamkan uang adalah pengalihan hak milik dari pemberi pinjaman kepada yang meminjam dan yang dapat diklaim untuk dikembalikan adalah yang berjumlah setara dengan pinjaman tersebut, tidak boleh lebih.
- HIKMAH DIHARAMKANNYA RIBA
Banyak pakar Muslim yang menyatakn bahwa pelarangan riba oleh Islam memiliki dua dimensi :
1. Menghadirkan akad bisnis dan komersial dengan pembagian resiko yang setara.
2. Menganggap tindakan pemberian pinjaman sebagai tindakan kebajikan dengan alasan untuk membantu seseorang yang sedang membutuhkan.
Menurut Yusuf Qardhawi, para ulama telah menjelaskan panjang lebar hikmah diharamkannya riba secara rasional, antara lain :
a. Allah SWT tidak mengharamkannya sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi manusia, tetapi hanya mengharamkan apa yang sekiranya dapat membawa kerusakan baik individu maupun masyarakat.
b. Cara riba merupakan jalan usaha yang tidak sehat, karena keuntungan yang diperoleh si pemilik dana bukan merupakan hasil pekerjaan/ jerih payahnya. Keuntungannya diperoleh dengan cara memeras tenaga orang lain yang pada dasarnya lebih lemah dari padanya.
c. Keharaman riba dapat membuat jiwa manusia menjadi suci dari sifat lintah darat. Hal ini mengandung pesan moral yang sangat tinggi.
d. Biasanya orang yang memberi utang adalah orang yang kaya dan orang yang berutang adalah orang miskin. Mengambil kelebihan utang dari orang yang miskin sangat bertentangan dengan sifat rahmah Allah SWT. Hal ini akan merusak sendi-sendi kehidupan sosial.
- CARA MENGHINDARI RIBA
a. Dalam jual beli
Berikut ini beberapa syarat jual beli agar tidak menjadi riba diantaranya :
- Serupa timbangan dan banyaknya
- Tunai
- Terima dalam akad (ijab kabul) sebelum meninggalkan majelis akad
b. Dalam kehidupan sosial
Terdapat beberapa cara untuk menghindari riba dalam kehidupan bermasyarakat diantaranya :
- Membiasakan hidup sederhana
- Menghindari kebiasaan berhutang, jika terpaksa berhutangan jangan ke rentenir
- Jika ingin membuka bisnis dan membuthkan modal, maka bisa bekerja sama dengan bank yang dikelola berdasarkan syariat islam
DAFTAR PUSTAKA
Laudia Tysara. 2021. 5 Macam-macam Riba dalam Islam, Lengkap Penjelasan, Hukum, dan Contohnya, (Online), (https://hot.liputan6.com/read/4549795/5-macam-macam-riba-dalam-islam-lengkap-penjelasan-hukum-dan-contohnya), diakses pada 8 Januari 2022
Faishal Arkan. 2021. Apa itu Riba? Berikut Pengertian, Dasar Hukum, Jenis, Cara Hindari hingga Hikmah Dilarangnya Riba, (Online), (https://www.tribunnews.com/pendidikan/2021/09/30/apa-itu-riba-berikut-pengertian-dasar-hukum-jenis-cara-hindari-hingga-hikmah-dilarangnya-riba?page=4) , diakses pada 8 Januari 2022
Faozan Amar. 2016. Ekonomi Islam Suatu Pengantar, (Online), (https://www.researchgate.net/publication/324122310), diunduh pada 8 Januari 2022
Author
Selvi Wulandari (20)
Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Manajemen
Universitas Muhammadiyah Malang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H