Mohon tunggu...
Selvi WildatulHamidah
Selvi WildatulHamidah Mohon Tunggu... Mahasiswa - saya berstatus pelajar atau mahasiswa di Universitas KH. Achmad Siddiq Jember Fakultas Ekonomi dan Bisnis islam Program Studi Ekonomi Syariah

saya memilki hobi menulis dan hal yang saya gemari ialah musik dan seni

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Label Halal pada Produk Makanan Korea terhadap Keputusan Pembelian Konsumen

21 Desember 2022   17:28 Diperbarui: 21 Desember 2022   17:48 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tidak sedikit dari para remaja yang sudah masuk pada budaya Korean Wave ini, dilihat dari penggunaan fashion yang mengikuti gaya fashion masyarakat Korea khusunya Korea Selatan yang menjadi sumber dari Korean Wave, penggunaan make up, dan juga makanan yang mereka gemari. 

Pada penelitian ini akan lebih membahas mengenai makanan Korea yang sudah sangat terkenal dikalangan masyarakat Indonesia khususnya para remaja. Dari selera masyarakat akan makanan Korea yang tinggi, mengakibatkan banyak  produsen yang mengambil peluang untuk menawarkan berbagai macam makanan Korea seperti Tteokbokki, Kimbab, Ramyeon, Corn Dog, Jjangmyeon, dan masih banyak lainnya. 

Produk makanan Korea berbentuk kemasan juga banyak tersebar di berbagai minimarket dan supermarket. Hal ini memudahkan konsumen pecinta makanan Korea lebih mudah dalam mendapatkan makanan korea yang mereka inginkan. Namun yang menjadi permasalahannya ialah di Indonesia persentase produk makanan Korea paling sedikit mendapatkan sertifikasi halal dibandingkan produk makanan yang berasal dari Cina dan Jepang.[2]

 

Dari permasalahan tersebut, penulis ingin melakukan penelitian mengenai pengaruh label halal terhadap keputusan pembelian produk makanan Korea. Apakah label halal berpengaruh pada kepututusan pembelian makanan Korea oleh konsumen? dan apakah konsumen memperhatikan label halal ketika membeli produk makanan Korea? Diingat bahwasanya persentase sertifikasi halal pada makanan korea sangat sedikit di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui pengaruh label halal pada produk makanan Korea terhadap keputusan pembelian konsumen dan kesadaran konsumen akan label halal pada produk makanan Korea.

METODE

Metode penelitian yang digunakan ialah metode penelitian campuran. Menurut Creswell dan Clark focus dari metode penelitian campuran adalah mengumpulkan, menganalisis, dan menggabungkan data kualitatif dan kuantitatif dalam satu penelitian dan satu sesi penelitian.[1] Penulis menggunakan instrument penelitian berupa kuesioner yang dibagikan kepada sampel yang merupakan pendekatan kuantitaif. 

Dan pengumpulan informasi berupa fenomena yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan melalui penelitian terdahulu, wawancara, dan  observasi yang merupakan pendekatan kualitatif. Pengisian kuesioner dilakukan menggunakan google form dengan sampel penelitian konsumen produk makanan Korea.

  • HASIL DAN PEMBAHASAN
  •  
  • Label dan Sertifikasi Halal 
  • Label halal pada suatu produk sangatlah penting untuk konsumen, khususnya konsumen muslim. Label halal merupakan suatu bentuk penanda bahwasanya produk tersebut sudah bersertifikasi halal. Sertifikasi halal menjadi amanat Undang-undang yang harus dilaksanakan yang sesua dengan UU Jaminan Produk Halal No. 33 tahun 2014.[1] Menurut kesejarahannya kehadiran sertifikasi halal yang ditangani oleh LPPOM MUI berawal dari desakan konsumen yang resah dengan kehadiran produk yang tidak mampu menjamin kehalalan, keamanan dan kesehatannya.[2] Pernyataan tersebut menjadi suatu bukti bahwasanya banyak konsumen yang sangat memperhatikan mengenai kehalalan suatu produk.

 

  • Di Indonesia, penerapan kewajiban produk berlabel halal belum sepenuhnya diterapkan. Meski undang-undang jaminan produk halal telah disahkan, dan pada 17 Oktober 2019 undang-undang ini resmi diundangkan, artinya setiap pelaku usaha wajib memiliki label halal pada produknya.[3] Keraguan konsumen juga menjadi alasan untuk produsen harus mensertifikasi produk yang dihasilkanNamun kenyataannya banyak produk di Indonesia masih belum mendapatkan label halal.[4]  Dari data yang didapat melalui wawancara oleh penulis kepada pedagang (produsen) yang masih belum memilki label halal pada produknya, produsen mengatakan bahwasanya sangat ingin jika produknya bisa mendapatkan label halal, namun hal itu terhambat oleh ketidak pahaman produsen mengenai cara mendapatkan label halal. Dan hasil data observasi mengenai tempat produsen tersebut menawarkan produknya, peralatan yang digunakan produsen untuk mengolah produk yang akan ditawarkan kepada konsumen masih belum masuk pada kriteria produk yang bisa diberi label halal, dilihat dari kebersihan. 

 

  • Label halal menjadi tuntutan konsumen untuk memastikan tidak ada unsur tadls dalam barang yang dibeli.[5] Tadlis adalah keadaan dimana salah satu pihak tidak mengetahui informasi yang diketahui pihak lainnya, yang disebut assymetric information.[6] Jadi bisa dikatakan tidak adanya tadlis dalam sebuah transaksi ialah adanya kejelasan yang pasti menganai informasi produk tersebut yang disampaikan oleh produsen kepada konsumen, hal ini untuk menjegah adanya penipuan. Label halal menjadi salah satu upaya untuk menghindari tadlis tersebut. Dengan adanya label halal konsumen akan mengetahui status produk tersebut, halal atau tidaknya suatu produk. 

 


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun