C.CARA KERJA
 Fenomenologi Dalam Studi Islam Fenomenologi Husserl dijadikan sebagai landasan dalam fenomenologi agama. Fenomenologi agama menjadikan agama sebagai objek studi menurut apa adanya. Atau dengan kata lain, ia menjelaskan fenomena keagamaan sebagai yang ditunjukkan oleh agama itu sendiri. Dalam hal ini kaum fenomenolog agama mencegah sikap memandang fenomena keagamaan itu menurut visi mereka sendiri. Tujuan fenomenologi agama adalah mengkaji dan kemudian mengerti pola atau struktur agama atau menemukan esensi agama di balikmanifestasinya yang beragam atau memahami sifat-sifat yang unik pada fenomena keagamaan serta untuk memahami peranan agama dalam sejarah
E.KONSEP,KAIDAH SOSIO-HISTORIS-KRITIS`
Dalam kamus bahasa Inggris historis, istilah ini mengacu pada sejarah atau peristiwa. Secara etimologis, kata 'sejarah' merupakan terjemahan dari istilah tarikh dan sirah dalam bahasa Arab, serta geschichte dalam bahasa Jerman. Semua istilah tersebut berasal dari bahasa Yunani, yaitu 'istoria', yang berarti ilmu. Dalam konteks penggunaan awalnya, para filsuf Yunani menggunakan kata istoria untuk menjelaskan fenomena alam secara sistematis. Seiring dengan perkembangan zaman, istilah istoria mulai digunakan untuk menggambarkan berbagai gejala, terutama yang berkaitan dengan hal-hal manusia dalam urutan kronologis. Sejarawan yang sangat berbeda pendapat mengenai makna kata "historis," seperti Edward Freeman, mengemukakan bahwa sejarah merupakan politik masa lalu. Sementara itu, Ernst Bernheim mendefinisikan sejarah sebagai ilmu yang mempelajari perkembangan manusia dalam konteks entitas sosial. Menurut Hasan, sejarah dan penanggalan adalah seni untuk membahas peristiwa dalam kaitannya dengan spesifikasi waktu, di mana subjeknya melibatkan individu dan waktu, sertamerupakan bagian dari rangkaian situasi yang terjadi pada orang-orang secara bersamaan. Ini adalah konteks yang perlu dijelaskan.
Pendekatan kesejarahan sangat diperlukan dalam studi Islam karena Islam dihadirkan untuk seluruh umat manusia dalam konteks kondisi sosial masingmasing. Oleh karena itu, penting untuk melakukan pengkajian terhadap berbagai aspek keislaman dengan menggunakan pendekatan historis sebagai salah satu metodologi untuk mengungkap kebenaran atau fakta yang jelas dari objek kajian. Pendekatan ini sangat penting mengingat bahwa sebagian besar disiplin ilmu dalam Islam tidak dapat dipisahkan dari berbagai peristiwa atau konteks sejarah, baik yang berkaitan dengan waktu, lokasi, maupun format peristiwa yang terjadi.
 Kajian Islam saat ini menjadi topik yang sangat hangat diperbincangkan, terutama di era modern, karena permasalahannya yang tak pernah ada habisnya. Hal ini meliputi dua aspek utama: pertama, aspek historis-empiris yang berkaitan dengan agama-agama secara partikular; dan kedua, aspek makna (meaning) dari keberagamaan umat manusia yang bersifat mendasar dan universal-transedental. Kedua aspek ini pada gilirannya berusaha dijembatani dan disatukan melalui pendekatan fenomenologi agama. Dengan demikian, dalam konteks historisempirisnya, agama selalu terikat pada setting historis dan sosial dari komunitas tempat agama tersebut berkembang (Ricard C, 2002). Untuk memahami dengan lebih mendalam tentang dimensi historis dalam kajian Islam, kita perlu mengidentifikasi permasalahan ini dalam ruang lingkup yang lebih terbatas, di antaranya:
1.)Islam sebagai Doktrin dari Tuhan Bagi para pemeluknya dianggap final dalam pengertian absolut dan diterima tanpa syarat. Islam memiliki dua jenis nilai, yaitu dimensi normatif dan dimensi historis. Kedua aspek ini saling terkait dan tidak dapat dipisahkan, meskipun bisa dibedakan. Pertama, aspek normatif menyatakan bahwa wahyu harus diterima apa adanya, bersifat mengikat bagi semua pihak, dan berlaku secara universal. Kedua, aspek historis menunjukkan bahwa kekhalifahan selalu mengalami perubahan, terbukauntuk diskusi, dan merupakan produk dari konteks zaman tertentu, sehingga tidak dianggap sebagai hal yang sakral.
2) Islam sebagai Gejala Budaya Artinya seluruh yang menjadi kreasi manusia dalam kaitannya dengan agama, termasuk pemahaman orang terhadap doktrin agamanya. 3) Islam sebagai Interaksi Sosial Merupakan realitas umat islam (Nurhakim, 2004)
 3) Islam sebagai Interaksi Sosial Merupakan realitas umat islam (Nurhakim, 2004).
 4) Islam sebagai produk historis Merupakan Islam yang tidak dapat dipisahkan dari konteks sejarah dan kehidupan manusia dalam ruang dan waktu. Islam ini terikat dengan kehidupan para penganutnya. Oleh karena itu, realitas kemanusiaan selalu berada di bawah realitas ketuhanan. Ketika membahas sejarah, kita sering kali mengaitkannya dengan narasi, yaitu pengalaman-pengalaman manusia di masa lalu. Sejarah pada dasarnya adalah sebuah cerita, dan ini tidak bisa disangkal. Semua ini mencerminkan gagasan bahwa sejarah sejatinya merupakan bentuk cerita. Namun, penting untuk diingat bahwa sejarah bukanlah sembarang cerita; narasi sejarah berbeda dari dongeng atau novel. Sejarah dimulai dari pencarian dan penemuan jejak-jejak historis, yang kemudian diuji dengan metode kritik yang ketat (kritik sejarah) dan dilanjutkan dengan interpretasi fakta-fakta. Pada akhirnya, fakta-fakta tersebut disusun secara sistematis menjadi sebuah narasi yang menarik tentang pengalaman manusia di masa lalu.
 5) Sejarah juga dapat dipahami sebagai peristiwa, kisah, atau ilmu Sebagai ilmu, sejarah harus memenuhi kriteria tertentu dari suatu ilmu pengetahuan. Ini adalah fakta yang kami temukan sebagai ruang lingkup kajian historis Islam yang menarik untuk dieksplorasi dari aspek sejarah. Dalam studi Islam, terdapat beberapa metode yang digunakan untuk