Mohon tunggu...
Selsa
Selsa Mohon Tunggu... Administrasi - blogger

aku wanita biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Terdampar di Pulau Tak Dikenal

10 Juni 2020   11:46 Diperbarui: 10 Juni 2020   12:59 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar : Selsa

Sayang yang lain tidak mau menunggu, rasa takut pada pulau kematian itu membuat mereka nekad menempuh badai.

                Setelah reda, kami mencari kapten kapal, tapi aneh, kapten dan juru masak menghilang. Saat itulah rasa takutku memuncak. Kami juga bingung, bagaimana kami berlayar tanpa kompas, tanpa bbm yang tinggal 1/2 jerigen Hari ke 6.

"Yuk kita cari kapten, mungkin dia ikut masuk hutan kemarin." Ajakku pada Tomas.

Lalu aku dan Tomas masuk kehutan dengan hati-hati. Seluruh indra kami kerahkan untuk melihat isi hutan dan mendengar serta mencari suara-suara yang ada di hutan.

Suara burung sedikit menghibur, saat kami melihat keatas, ada kelelawar besar bergelantungan.

Dan tiba2 serombongan babi saling menguik di depan, sambil makan buah-buahan yang berserakan di tanah. Buah itu tidak beracun, lalu apa yg membunuh teman dan tentara sekutu itu? Kulihat pula burung-burung makan buah-buah yang ada di pohon, juga monyet yang saling berlompatan dari pohon ke pohon sambil memakan buah itu. didahan, dan ada monyet kecil juga. Namun sejenak kemudian monyet itu pergi menghilang entah kemana.

                Aku mengambil beberapa buah jambu mede sisa babi tadi, juga yang baru jatuh. Tak lupa pula aku mengambil buah pisang yang isinya biji-biji saja, dagingnya boleh dibilang tidak ada. Aku bawa keluar hutan dan hati-hati aku celupkan kedalam kolam yang banyak ikan kecil2. Ternyata ikan-ikan itu tidak mati, meski menggerogoti pisang yang kuberikan. Jambu mede, kesemek (apel Jawa) itu aku cuci bersih dan kugigit sedikit sebelum kutelan. Tomas mengawasi sambil siap2-siap mencekok aku dengan air kelapa bila aku jika nanti keracunan.

Ternyata buahnya manis dan rasanya tidak ada yang aneh di lidahku. Kami berkesimpulan bahwa buah itu tidaklah beracun, akhirnya kami memakan buah-buahan itu.

Hari ke 7

Kami tidak kekurangan makanan karena bahan makanan masihlah tersedia. Beras digudang, ikan hasil pancing dan air minum dari mata air tepi hutan yang dulunya mengarah kegudang sebelum pipanya putus ditabrak babi, masih cukup untuk kami makan.

Tapi sampai kapan keadaan seperti ini? Kami tidak bisa pulang karena tidak ada BBM untuk menjalankan kapal kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun