Mohon tunggu...
Sellyn Nayotama
Sellyn Nayotama Mohon Tunggu... -

Siswa SMP kelas 2 (thn 2018), suka membaca dan menulis. Novel pertama "Queen Kendzie" (terbitan Kompas Gramedia); cerpen "Jam Weker Shabby" dalam antologi (Penerbit Mizan). Baca juga di akun: www.kompasiana.com/sellynnayotama

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Cemburu] Aldo Suka Warna Pink

4 November 2018   20:25 Diperbarui: 5 November 2018   00:10 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aldo suka serba pink |pixabay

"Aku kerja di toko roti Croissant sebagai pembuat kue. Sejak kecil, ibuku pintar memasak, jadi aku diajarinya resep-resep kue yang keren," ia tersenyum, sendu. Kasihan anak ini, lalu dimana ayahnya?

"Yaaah, ayahku meninggal saat aku masih di dalam kandungan. Dan saat aku kelas 1 SD, ibuku meninggal karena kecelakaan sehabis pulang dari kantor. Jadi aku dikirim ke sini, oleh keluarga besarku. Oya, selain bekerja membuat roti di Croissant, aku juga bertugas merangkai bunga-bungaan di toko bunga Menggale. Kalian pasti tahu tempat itu kan," ia tersenyum mafhum. Jangan-jangan, ia tadi memergoki kami menguntitnya.

Berlin menutup mulutnya. Juga Christo. Tonni tak lagi mengelus perutnya yang buncit. Maisie.. tak hentinya ia memilin rambut bergelombangnya yang indah.

"O, tentu kalian bertanya-tanya mengapa aku menyukai warna merah jambu," katanya. Kami semua lalu memasang telinga baik-baik.

"Itu karena.. adikku. Adikku menyukai warna pink, dan sejak ia sakit, aku meminjam beberapa barangnya untuk mengenang adikku. Aku sering rindu padanya, dan aku sayang pada adikku, Vena. Jadi di sekolah aku seringkali berbuat aneh, bukan? Membuat rangkaian mahkota dari sulur ranting dan mawar, membuat kartu ucapan."

"Itu karena aku mencintai adikku, Khisan. Hanya informasi saja, terkadang, sekecil itu, Vena, sudah berpikir bahwa ia beban di pundakku. Aku tak tega melihatnya murung, maka aku selalu menyemangatinya dengan kata-kata motivasi di setiap kartu ucapanku. Christo, Maisie, Tonni, Berlin -- kalian semua mengerti, kan?"

Aku mengangguk. Bagaimana mungkin seorang remaja seperti dia, yang terlihat biasa-biasa saja, ternyata berbuat semulia ini. Aldo tersenyum lagi, sampai Berlin yang duduk di sebelahku tak berkutik. Entah anak ini kemasukan jin atau bagaimana, aku tak mengerti.

"Lalu, bagaimana dengan rutinitasmu saat pulang sekolah dengan mbak Widi, penjaga kantin? Berbincang santai dengannya -- kamu.."

"Dia kakak dari anak panti sini. Nama adiknya Rio. Sudah jelas, kan, semuanya? Mengenai ulangan Matematika itu, aku harap kalian nggak melakukannya lagi. Bagaimanapun, itu perbuatan yang keliru. Sebenarnya bisa saja kalian mendapat nilai bagus semua kalian saat ulangan. Namun, hasil Ujian Nasional nanti, di tahun terakhir di SMP, tak akan berdusta. Itulah kemampuan otak kalian, bukan kemampuan otak teman kalian," nasihatnya panjang lebar.

Ya ampun, aku sedikit kesal, sih, sebenarnya. Anak ini dengan santainya bicara seperti itu. Teman-temanku jadi sedikit tersinggung. Berlin menginjak kakiku. Akan tetapi di saat yang sama, aku juga terharu melihat kasih sayangnya pada Vena. Vena beruntung sekali memiliki kakak yang tulus seperti itu. Kakak laki-lakiku, Oswald, pasti nggak akan berbuat begitu.

Lalu kamipun bermain dengan Vena di halaman panti. Berkenalan dengan bu Veve, pengurus panti, membuatku menyadari bahwa Aldo adalah pekerja keras. "Aldo seperti keajaiban di panti asuhan Cemara. Ia tak pernah pelit berbagi rezeki, selain dari para donator, ia sangat membantu," bu Veve berkaca-kaca.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun