"Hei, menyukai warna pink itu nggak aneh. Tapi aku setuju denganmu bahwa anak itu sok suci. Omong-omong, apa rencanamu?"
"Kita ikuti dia suatu saat nanti. Ini harus dilakukan," kataku mantap.
Aku melihat kembali suasana kelas. Alesha dan Tigran yang mencak-mencak karena tertangkap basah sedang menyontek, dan teman-teman lain menimbrung mereka untuk memprovokasi.
Aku mendekat, dan menyimak. Tarawilla alias Tarla menceletuk, "Kalian tahu, nggak? Setiap pulang sekolah, dia suka nongkrong bareng mbak Widi di kantin. Sedangkan sama kita-kita, malah nggak pernah ngomong. Sombong benar, kan?"
Pada hari yang lain, Jodie juga ikut menyampaikan pendapatnya mengenai Aldo. "Anak itu sih, hobinya bikin prakarya. Baru-baru ini, aku memergoki dia memotong-motong kertas origami menjadi bentuk hati. Padahal kan Bu Frilla nggak menyuruh kita melakukannya."
"Mungkin itu untuk ...ehm, kekasihnya," tawa Berlin. Tiba-tiba, Aldo masuk kelas. Kami menoleh ke arahnya, dan spontan saja aku melihat sesuatu di mejanya. Sebuah kartu ucapan, dengan kertas origami berbentuk hati di atasnya yang tertempel manis. Ada mahkota bunga yang terbuat dari sulur-sulur ranting, dan bunga mawar kecil. Buat apa semua itu? Berlin mengejek, "Kamu pasti punya pacar, ya. Sombong benar sih, tak pernah dikenalkan ke kami semua," katanya. Aldo hanya terdiam, lalu duduk. Aku berdecak, Aldo menoleh datar tanpa ekspresi. Â
Beberapa hari kemudian, aku dan teman-teman sekelas sepakat untuk menguntit Aldo.
Pulang sekolah, aku menaiki sepedaku. Pun dengan Maisie, Berlin, Christo dan Tonni. Namun, sejenak aku tercekat. "Mai," panggilku. "Apaan lagi?" Maisie memutar bola matanya.
"M..memangnya kita tahu dimana anak itu tinggal?"
Christo menepuk jidatnya. "Ya ampun, Khisan. Bahkan kamu pun nggak memikirkannya. Lalu gimana?"
"Tenang. Kita tak perlu tahu rumahnya. Cukup ikuti saja," Berlin menengahi, dan kami semua pun setuju. Kami pun langsung keluar dari sekolah menuju warung, menunggu di sana. Aldo belum keluar dari sana. Beberapa saat kemudian, muncullah batang hidungnya. Kami siap. Menyusuri jalan dengan hati-hati, agar tidak ketahuan. Tempat pertama yang dikunjungi Aldo.. toko roti Croissant yang terkenal di kota kami. "O, kalau kutebak, Aldo jadi tukang pel disana," Tonni terkikik. Aku menyuruhnya diam. Bagaimana kalau kami ketahuan?