Lalu Aldo keluar dari sana, dan tersenyum simpul. Lalu ia melanjutkan perjalanannya. Kali ini menuju toko bunga. Kami melongo. Aku dalam hait menyangka-nyangka, mungkinkah Aldo memiliki kekasih? Sehabis mampir ke toko kue, ia pergi ke toko bunga, jangan-jangan..
Ternyata rumah Aldo cukup jauh. Hingga ke ujung kota. Aku ngos-ngosan mengikutinya. Tubuh Tonni yang tambun juga sepertinya tidak kuat. Ia mengelus perutnya yang setiap hari ia isi dengan keripik di kantin. Tonni lalu bertanya apakah kami akan melanjutkan perjalanan ini. Aku mengangguk pasti.
Aldo berhenti di sebuah rumah. Lho, aku mengenal tempat ini. Tempat tanteku, Tante Vida, biasa menyalurkan sebagian rezekinya. Panti Asuhan. Terpatri di papan Namanya, "Panti Asuhan Cemara."
Dari seberang jalan yang cukup aman untuk mengintip, kami bisa melihat anak itu. Aldo di sana, di halaman panti. Bermain dengan seorang anak perempuan yang memakai dress berwarna merah jambu. Aku terperanjat. Anak perempuan itu ..tak satupun rambut tumbuh di kepalanya. Dan Aldo menyanyikannya sebuah lagu, dan membawa balon berwarna pink, sambil berjongkok. Kemudian anak-anak panti yang lain datang bergabung. Mereka tertawa bersama.
"Anak-anak itu dekat sekali dengannya," komentar Berlin. Aku mengangguk. Kejadian tadi menimbulkan spekulasi baru bagiku. Semua kemungkinan yang ada. Apakah Aldo kakak dari anak yang memakai dress pink itu?
Tunggu, aku malu bila menyadarinya. Lebih baik kami pulang saja sekarang. Kami berbalik badan, dan bercakap-cakap, memutuskan pulang. Akan tetapi.. terdengar suara bel sepeda berbunyi. Bukan milikku, pun Maisie, juga dengan Berlin, Christo, ataupun Tonni. Kami menoleh, dan Aldo menatap kami.
"Ayo masuk," ajaknya. Aku kehilangan kata-kata. Dengan keki, kami mengayuh sepeda menuju panti. Bertandang kesana, dan mengikuti Aldo yang kembali menghampiri anak perempuan tadi. "Vena, kenalkan teman-teman kakak," ia mengelus rambut anak itu.
"Khisan, Berlin, Christo, Maisie, Tonni, ini adikku, Vena Putri Daniswara."
Lalu kami semua berjabat tangan dengan Vena. Vena terlihat sangat cantik. Matanya berbinar, dan senyumnya manis bak susu karamel. Aldo berdeham, lalu berbicara. "Jadi begini. Selama ini aku tinggal di panti, dan saat kelas 7, aku bersekolah di SMP dekat panti, SMP Mulia." ceritanya.
"Lalu aku pindah ke SMP Cempaka. Jujur saja, aku belum bisa bersosialisasi dengan baik. Aku pendiam, murung, dan sedih saat itu, karena aku baru saja mendengar kabar bahwa adikku divonis penyakit kanker otak, dan sudah stadium 3. Aku merasa terpuruk, dan, ya, itulah mengapa aku menutup diri dari kalian. Aku memutar otak untuk mencari uang yang nantinya akan dipakai untuk pengobatan Vena. Dan alasan mengapa aku pindah ke SMP Cempaka, biaya sekolahnya lebih murah dari SMP Mulia."
Rasa-rasanya, keringatku lenyap mendengarnya.