"Seharusnya aku yang tanya begitu, Al. Aku ini wanita yang bebas, dan kamu..., bukan seseorang dengan kebebasan seperti yang aku punya. Akulah yang pantas tanya soal status kita."
Al kembali tegak. Ia memalingkan wajahnya sehingga kini berhadapan dengan wajah Maya Larasati. Al melihat air mata Maya sudah meluncur bebas keluar dari liangnya. "Jadi, kamu menyalahkan aku, menyalahkan statusku?"
"Tidak. Bukan itu maksudku. Tida ada bedanya apakah aku yang bebas atau kamu yang bebas. Aku cuma ingin menyalahkan takdir. Boleh, kan? Kenapa kita dipertemukan ketika salah satu dari kita sudah bersama orang lain?" Maya berhenti sejenak, mengatur napasnya, lalu mulai bicara lagi. "Dan, kamu ingat bagaimana mulanya kita saling mengenal? Kamu yang menghampiri aku saat aku duduk sendiri di bangku taman ini. Bangku yang sekarang kita tempati. Waktu itu, aku sedang merasa sakit. Lalu, kamu dengan tenangnya membanjiri aku dengan rasa nyaman yang seolah-olah tidak ada habisnya. Itu... benar-benar menenangkan hatiku."
"Itu artinya kamu menyalahkanku," sahut Al dengan tenang. Ia kembali menyandarkan punggungnya ke bangku taman.
"Bahkan, ketika kamu sedang tidak menginginkanku seperti yang sekarang kamu lakukan, aku masih tetap merasakan Kenyamanan itu, Al. Entah dari mana datangnya."
"Lalu, aku harus bagaimana? Aku juga masih sayang dengan gadis itu." Suara Al mulai terpengaruh oleh emosi negatif.
"Aku tidak pernah memintamu untuk meninggalkan dia. Aku tahu, dia gadismu satu-satunya. Aku hanya... Aku... bukan siapa-siapa."
Nyanyian binatang malam mulai ramai. Mengusir hening yang terjadi antara Al dan Maya. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Tiba-tiba Maya bangkit dari duduknya.
"Mungkin memang sebaiknya aku pergi," ujar wanita dua puluh tujuh tahun itu. "Aku sudah mengacaukan hidupmu."
Al ikut bangkit. Ia berdiri berhadapan dengan Maya. Kedua tangannya masuk ke saku celana. Entah itu untuk melindungi tangannya dari hawa dingin, ataukah ia ingin menyembunyikan kegugupannya dari pandangan Maya.
"Kamu tidak bisa pergi begitu saja, Maya."