Mohon tunggu...
Sejo Qulhu
Sejo Qulhu Mohon Tunggu... Penulis - Travel Writter Travel Vloger

Saya santri kampung, tapi bukan santri kampungan!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sumur Keramat Ciraya

5 Februari 2021   15:03 Diperbarui: 5 Februari 2021   15:15 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejo Qulhu, dok. pribadi

Dari pagi hingga sore pakaian terus ia kucek dengan sabun. Ia paksa kulit tangannya walaupun perih dirasa. Telunjuk kanan dan jempol kiri ia tambali dengan handsaplast agar mengurangi rasa perih yang ia derita.

***

Sore hari, Komar terbangun dari pembaringannya. Ia merasakan gatal-gatal di tubuhnya. Komar melihat kulit pergelangan tangannya dipenuhi bentol bintik-bintik merah seperti bekas gigitan nyamuk.

Sembari menunggu Ruminah tiba, Komar mengepulkan asap rokok di ruangan tengah rumahnya. Pengap terasa oleh Iwan anak Komar usia delapan tahun sedang duduk di dekatnya. Iwan tak hentinya terbatuk-batuk rumah bilik hanya satu jendela pentilasi udara pengap oleh asap rokok. Ruminah mendorong pintu Rumahnya.

"Mana hasil penantuanmu Rum?" tanya Komar.

Ruminah menghela nafas ia berdiri mematung di hadapan suaminya.

"Ma... Asep belum makan. Tadi kata ibu guru Asep belum bayar SPP," gerutu Iwan.

Ruminah hanya lesu mendengarkan ucapan mereka berdua.

"Iya Sep. Sabar ya Nak," jawab Ruminah.

Ruminah menuju dapur, lalu diadang suaminya. Tangan Komar menelisik ke saku gamis istrinya.

"Hah! Kerja dari pagi sampe sore cuma dapet segini?" Komar membentak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun