Mohon tunggu...
Sejo Qulhu
Sejo Qulhu Mohon Tunggu... Penulis - Travel Writter Travel Vloger

Saya santri kampung, tapi bukan santri kampungan!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sumur Keramat Ciraya

5 Februari 2021   15:03 Diperbarui: 5 Februari 2021   15:15 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejo Qulhu, dok. pribadi

Komar menyalami Ki Jaka.

***

Letak sumur keramat berada di bukit gunung Ciraya. Komar mendaki sendirian dengan membawa bekal seadanya. Ia sorotkan senter di hadapan jalanan yang terjal. Suara jangkrik dan tonggeret terngiang di telinganya. Komar ingat pesan Ki Jaka Ketika di perjalanan melihat yang aneh-aneh, jangan takut teruskan perjalanannya hingga sampai.

Komar tak berani menoleh ke kanan dan ke kiri. Sesekali ia melihat cahaya putih melintas di depannya secepat kilat. Suara wanita tertawa. Ia terus bertahan di pendakiannya jantungnya berdebar-debar. Komar melihat plang Makam Keramat Ki Jaga Raksa dan Sumur Keramat. Komar tersenyum sembari termengah-mengah.

Mulut komar berkomat-kamit merapalkan mantranya di makam Ki Jaga Raksa. Selepas berdoa Komar menghadapkan mukanya ke langit. Ia melihat bulan yang mulai menguning bulat. Ia menyegerakan mandi dan mengganti bajunya dengan boeh. Ia laksanakan apa yang Ki Jaka perintahkan padanya. Komar mendekat ke Sumur kobakan, sumur yang tidak terurus banyak lumut juga rumput liar menutupi kobakan. Di dalam kobakan sumur banyak sampah plastik, dedaunan airnya keruh, tapi Komar tetap melangsungkan perintah Ki Jaka. Semua perintah Ki Jaka sudah ia tunaikan. Waktu sudah pukul 02.00 dini hari, Komar bersegara kembali ke rumahnya hingga tertidur pulas.

***

Ruminah menghela nafasnya dalam-dalam ketika mendengar dengkuran suaminya yang telentang di resbang. Sudah pukul 07.00, Komar belum bangun juga.

Ucapan Dudi masih terngiang di pikiran Ruminah. Dudi sering memergoki Komar di Rumah Ki Jaka.

"Awas Rum. Si Komar jangan sampe rusak akidahnya!" ucap Dudi.

"Iya Kang," jawab Ruminah sembari membawa pakaian yang sudah ia setrika. Ia hendak pergi ke rumah Nani majikannya.

Ruminah hanya bisa pasrah banting tulang untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Terkadang Ruminah geram ketika suaminya memorotinya untuk membeli rokok dan menghabiskan hingga satu bungkus satu hari. Kulit pergelangan tangan Ruminah mengelupas dirongrong sabun sedikit demi sedikit walaupun upahnya tak seberapa menjadi buruh cuci.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun