Sekira sebulan yang lalu, di tengah cuaca kota yang  tetiba dingin sehabis didirus hujan, saya mengadar ke salah satu warung  kopi di bilangan kampung timur, Kota Balikpapan.
Tempatnya  tidak begitu besar, di satu ruko dua lantai, tapi suasananya asik banget, jejeran bangku, meja palet kayu dan lampu kuning temaram diatur  sedemikian rupa untuk membuat warung ini bukan cuma nyaman tapi bikin  betah, baristanya juga ramah-ramah.
Pilihan  saya sore itu kopi posong, dan sengaja mengambil tempat duduk dekat  dengan tempat barista meracik kopi. sayang rasanya jika tidak melihat  proses kopi pesanan saya dibuat.Â
Beruntungnya,  Sore itu gak begitu ramai, selain saya ada hanya ada satu orang  pengunjung, dan 2 orang lain berada di smoking area yang berada di  selasar warung.Â
Tapi sepertinya satu orang yang tidak jauh dari tempat saya duduk bukanlah orang asing, saya lihat lekat lekat tuk memastikan
"Jo,..Bejo" panggil saya.
Orang itu mendongak dari gawai yang sebelumnya jadi fokusnya.
"Lha, adin, ngapain disini?!"Â
"Menurutmu? Ngepel bro......, ya Ngopi lah" kata saya cengengesan.Â
"Lha..kirain.." jawabnya kurang bersemangat dan kembali fokus ke gawai. Tumben banget ni anak ketus gini. Sesaat setelah pesanan kopi jadi, saya pindah tempat duduk di dekatnya. " kayaknya suntuk banget, bro? Ada masalah?" Tanya saya penuh selidik.
Bejo menghela nafas, lalu berucap pelan "din, deket-deket ini ada rencana ke jakarta, gak?"
"Wah, baru aja pulang dua hari yang lalu, kebetulan ada dinas, emang kenapa? Kok tiba-tiba nanya jakarta"
Wajahnya  keliatan kusut sore itu, kantung matanya terlihat tebal seperti kurang  tidur, kopi di meja hampir tandas,  sepertinya ia sudah lama di kafe  ini.
"Aku dapet pesanan besar nih dari Jakarta, ada 1000 buah kaos tuk acara Family Day"
"Wah, bagus dong, aku tau nih masalahnya, deadlinenya udah deket, tapi kaosnya belum kelar semua ya?" Sela saya sok tau.
"Enak aja, kaosnya udah tamam 3 hari yang lalu, bro" jawabnya ketus.
"Nah, ya udah tinggal kirim aja, kali" kata saya sambil seruput kopi.Â
"Itu dia masalahnya, setelah kuhitung biayanya gak masuk, bakal tekor di ongkos kirim, nih"
"Waduh, berabe juga, kalau pake kargo gimana, bukannya bsa lebih murah ya?"
"Aku  juga kepikiran gitu, tapi kan port to port (antar bandara ke bandara),  tetep kudu ada biaya lagi tuk ambil di bandara tujuan"
"Iya juga, ya, trus gmana dong?" Saya lantas balik bertanya karna jujur saja saya jadi gak punya solusi atas masalahnya.
"Ya tetep kukirim" jawabnya pelan. "Walaupun rugi" katanya lagi.
Bejo  bercerita sudah setahun ini ia merintis usaha kaos, dan usahanya sudah  mulai dikenal karena kualitas bahan dan sablon yang bagus.
"Aku juga kasih promo gratis biaya desain buat klien, ini salah satu strategi menggaet klien" ujarnya.
Dari mulut ke mulut, bisnis kaos bejo mulai berkembang, tidak hanya dari dalam kota, pesanan juga mulai muncul dari luar kota.
"Cuma  ya gitu, margin keuntungan tipis malah bisa rugi kayak gini, karna  ongkos kirim yang mahal, dan kalau harga dinaikkan sedikit tentu orang  berfikir mending pesan di pulau jawa" ungkapnya lagi.Â
Akhirnya  bejo akan berfikir ulang bila mengambil order dari luar daerah,  ia  lebih memilih pesanan dari dalam kota, keinginannya untuk ekspansif  harus ditunda dulu.
Dan  ternyata, permasalahan soal mahalnya biaya ditribusi barang tidak  dirasakan oleh bejo, di acara Kopiwriting yang diselenggarakan di Hotel  Blue Sky pada Kamis, 25 Oktober 2019, permasalahan ongkos kirim menjadi  perhatian utama pelaku usaha mikro, kecil dan Menengah (UMKM) lainnya.Â
Peyek  Kampoeng Timoer misalnya, sebagai salah satu penganan oleh-oleh khas  Kota Balikpapan yang sudah terkenal juga mengeluhkan masalah ongkos  kirim, terlebih produknya dihitung berdasarkan volume.Â
"Jadinya  pas produk kami sampai di pulau jawa, harganya sudah tidak kompetitif"  ujar Dahlia Gracendy selaku head office Peyek Kepiting Kampoeng Timoer.Â
Selain  menghadirkan pembicara dari pelaku usaha Peyek Kampoeng Timoer, Gelaran  acara yang diselenggarakan oleh JNE dan Kompasiana dengan tema "Melihat  Peran Infrastruktur dalam Memajukan Industri Kreatif" ini juga  menghadirkan narasumber dari Pemerintah Kota, yaitu Ibu Doortje Marpaung  selaku Kepala Dinas Koperasi dan UMKM dan Mayland Herdar Prasetyo,  selaku Head of Markom JNE.
Selain  soal ongkos kirim, menurut Doortje, tantangan UMKM adalah soal menjaga  konsistensi produk, harga yang kompetitif dan pemanfaatan teknologi  dalam memasarkan produk. Namun tantangan yang ada tidak membuat potensi  ekonomi kreatif tanpa harapan.
"Saat  ini, potensi UMKM di Balikpapan berkembang pesat, dari data yang  dihimpun jumlah UMKM berkisar 20.000 an yang bergerak di kuliner,  fashion, kerajinan dll, beberapa pelaku kerajinan bahkan sudah melakukan  event diluar seperti Batik Vi yang ikut NewYork Now" ujar Doortje.
Karena  itu, Pemerintah saat ini gencar melakukan kolaborasi dan bersinergi  dengan berbagai pihak untuk melakukan pembinaan dan pelatihan agar UMKM  di Balikpapan lebih merata dan variatif.
Menjawab  persoalan dan tantangan yang dihadapi UMKM di Kota Balikpapan, JNE yang  telah memiliki 65 titik layanan di Balikpapan, terus mengembangkan  kapabilitas perusahaan, seperti infrastruktur, jaringan, dan IT agar  dapat memenuhi kebutuhan pelanggan.
"Saat  ini kan memasuki generasi milenial yang kepo, ya, yang sedikit-dikit  nanya " paketnya udah sampai dimana ya?", karena itu JNE harus bisa  membuat produk yang sesuai zaman agar gak ketinggalan" terang Mayland.Â
Untuk  menjawab permasalahan ongkos kirim, JNE mengeluarkan produk JTR (JNE  trucking), sebagai produk yang dapat meminimalisasi biaya pengiriman  dengan berat minimum 10kg. Bila tarif reguler per 10kg adalah 270 ribu  rupiah, dengan JTR hanya Rp. 115 ribu rupiah saja.Â
Dengan ini, harapannya produk Balikpapan bisa bersaing dengan produk sejenis dari pulau Jawa.Â
Sedangkan  untuk pengiriman dalam kota, JNE mengeluarkan produk layanan intracity 4  jam, yaitu pengiriman dalam satu kota maksimal 4 jam sampai serta intra  city COD yang memungkinkan barang dibayar ditempat.
Sebagai  salah satu kompasianer yang diundang, jujur saya beruntung bisa hadir  turut serta pada kegiatan ini. Walaupun digelar singkat, acara ini  memberikan pemahaman soal potensi Ekonomi kreatif di Kota Balikpapan  berikut tantangan dan solusinya. Tepat pukul 18.00 acara selesai, dan  diakhiri dengan foto bersama kompasianer balikpapan. Terimakasih JNE dan  Kompasiana, semoga tulisan ini menyapa banyak pembaca, dan tentunya  Bejo juga.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H