Chapter 11 : Kisah Rai Mahdi dalam episode Histeria Nikita
Sekira lima langkah dari pagar depan, Nikita menoleh kembali untuk memastikan kondisi terakhir di rumahnya. Tergambar situasi semakin kritis karena Bunda Niki pingsan di tempat disertai tangisan Cidut yang semakin kuat, tiba-tiba ICPnya berbunyi memanggil, terpampang video call dari teman dekatnya, Siska.
"Hei! Jadi pergi ke sekret, gak?" tanya Siska melalui video callnya. "Hiya, jadi, jadi..." sahut Nikita. Antusiasme Nikita jelas terpancar karena ia ingin segera keluar dari siksa nestapa dan melupakan kenakalan si raja tengil Cidut kecil. Tentu hal Ini bisa dianggap kesempatan emas bagi Nikita.
"Tapi..."sambung Nikita. "antar aku ke rumah Pak Baqir dulu, ya? Program kegiatan tahun ini masih di Pak Baqir, kemarin belum ditandatangani. Rencananya di sekret sekalian sosialisasi dengan teman yang lain." lanjutnya.
"Boleh deh, nanti aku jemput." Jawab Siska sambil memberi jempol di layar ICP Nikita. "Gak pake lama, nih. Aku udah gak sabar ingin keluar dari neraka ini!" pinta Nikita.
"Apa? Neraka?" tanya Siska keheranan. Tapi Nikita langsung menutup layar ICPnya dan putar-balik menuju kembali ke rumahnya. Dia yang merasa tersiksa selama ada adik sepupunya, langsung masuk ke kamar dan berkemas-kemas dengan tas yang cukup besar. Terbersit niat untuk tinggal sementara di sekretariat hiden asalist dan mencoba menginap beberapa hari sampai Cidut pulang ke Kota Betavia.
Sementara Bunda Niki yang tadi pingsan, perlahan bangun dengan sendirinya karena telinganya terus berdenging mendengar tangisan Cidut yang begitu tinggi dan nyaring melebihi kekuatan vokal tujuh oktaf. Bunda Niki akhirnya menghampiri Cidut dan membawanya ke dalam rumah. Sedangkan Nikita langsung mengunci kamarnya rapat-rapat, ia memutar anak kuncinya sampai enam kali putar-balik, padahal dua-kali juga cukup. Ini tidak lain sebagai bentuk protes pada Bundanya yang menggendong Cidut.
Bunda Niki sempat melihat Nikita membawa carrier yang cukup besar dan bergegas mengikat kuat tali sepatunya di atas meja makan. "Mau kabur kemana kamu, Niki?" tanya Bunda tetap penuh perhatian. Nikita bukan menjawab, malah mendendangkan lagu yang bagi Bunda Niki tidak asing lagi. "Eta, free... like a bird ." Maksudnya nada dan lirik lagu lawas dari The Beatles, tapi dia lagukan seenaknya dengan gaya daerah setempat.
      Bunda Niki tentu saja dibuat kesal. Namun ia tak berdaya melarang anaknya yang berkepala batu tanpa bentuk. Beruntungnya Nikita sudah punya sedikit penghasilan sendiri dari beberapa kegiatan wirausaha online shop dan reseller kripik-"kiran". Sehingga ia tidak perlu menjatuhkan harga diri hanya untuk meminta uang saku di kala ngambek seperti itu. "Easy going, Mom!" gumam Nikita dalam hati.
      "Tin-Tin-Tin!, Tin-Tin!" Nikita terlihat senyum bahagia mendengar klakson mobil yang sudah tidak asing baginya. Siska tiba menjemput. Nikita langsung berbagi senyum dengan Bundanya yang terlihat memendam kesal.
"Ok, bunda sayang. Niki kabur dulu ya! Ini semua demi kebaikan Bunda dan Cidut." ungkap Nikita meski belum tentu dari hati yang paling dalam. Dia tetap ucap salam dan pamit pada Bundanya. Sambil menggendong carrier besarnya.Tak lupa dia membawa koleksi boneka 'Minion' kesayangannya.
Di sepanjang perjalanan, Nikita lebih sering melamun. Merenung dan berdiam diri memikirkan kenakalan adik sepupunya. Siska yang belum pernah ke rumah Pak Baqir jadi merasa kesal juga dengan sikap Nikita. Ini karena Nikita seperti malas menunjukan jalan menuju rumah Pak Baqir. Kalau pun memberi perintah belok kiri atau belok kanan suka dilakukan mendadak. "Kiri, Sis, eh, kanan, kanan deh!" ujar Nikita.
      "Haddeuh!, kamu gimana sih, Niko?" karena kesal, nama Niki pun Siska ungkapkan jadi Niko. "Yang bener mau kemana. Belok kiri apa kanan, nih?" Siska protes.
"Kalo gitu lurus aja, deh. Nanti beloknya di depan lagi. Bisa kok lewat Blok depan." jawab Nikita masih dengan santai. Beruntung Siska termasuk teman yang sabar meski sering berkoar dan cukup ikhlas meskipun kadang kala sedikit malas untuk berbuat ikhlas tersebut.
      Namun kesabaran Siska tidak berlangsung lama. Ketika mobil-mobil di belakangnya mulai iri hati dan dengki karena Siska tidak sempat memberi tanda lampu sign di saat mau belok mendadak ke kanan meski tetap waspada dengan melihat spion.
"Engga punya sein, apah?" rutuk seseorang dari balik jendela mobilnya. "Punya dong! Tapi bukan untuk kamuh!" jawab Siska sekenanya. Mobil di sampingnya pun langsung menyalip dan tancap gas tanpa peduli celotehan Siska.
      "Kamu juga sih, Niko! Kalau mau ngasih tau jalan, jangan mendadak begitu, dong. Aku jadi repot, nih!" ujar Siska menyalahkan Nikita karena tadi sempat kena semprot pengendara lainnya yang mengikutinya dari belakang.
"Oke, oke. Really sorry, Sis! Ya, udah nanti aku buat proposalnya dulu kalau di depan nanti aku membutuhkan belok kanan. Hnah, nanti kalau proposalnya sudah kamu terima, dan setuju, baru kita belok, ya!" jawab Nikita masih tetap santai. Siska melirik penuh kesal lewat tatapan matanya.
      Setibanya di rumah Pak Baqir, Nikita bergegas keluar dari mobil dan membuka pintu pagar rumah yang asri, hijau dan tertata minimalis. "Sini, Sis! Ikut masuk. Mobilnya udah parkir di situ aja." seru Nikita ke arah Siska.
      "Silakan duduk! Siapa, Niki?" tanya Pak Baqir sambil mempersilakan Nikita. "Itu Siska, Pak. Teman sekelas di BTS juga simpatisan Asalist, Pak!" jelas Nikita. "Ohiya, baguslah kamu ajak ke sini. Semoga dia mampu berkontribusi untuk Asalist! Kebetulan saat ini kita sedang ada trouble." ujar Pak Baqir kemudian. "Silakan, Siska!" kata Pak Baqir sambil mengarahkan tangan ke kursi yang terbuat dari bambu. Ruang tamu yang sangat natural dan estetis, serta memiliki kesan sejuk dan nyaman.
"Sebentar, saya ambil program kamu yang kemarin. Itu minumnya, silakan swalayan saja, ya! Seperti biasa!" ujar Pak Baqir mengarah ke sebuah meja dan perangkat sejenis dispenser yang sudah tersedia pilihan jenis minuman untuk para tamunya.
      Beberapa saat kemudian, Pak Baqir pun kembali ke ruang tamu dengan membawa berkas di tangannya. "Programnya sudah cukup baik.Tinggal konsistensi dari para Asalist saja yang harus lebih ditingkatkan. Tolong bantu Nikita, ya Siska!" pinta Pak Baqir akhirnya.
"Siap, Pak! Semoga saya mampu berkontribusi dan konsisten dalam melaksanakan semua program Asalist, Pak!" jawab Siska. "Aaamiiin" balas Pak Baqir dan Nikita bersamaan. "Kita semua berharap begitu, Siska!" imbuh Pak Baqir sambil menoleh ke arah Nikita. "Betul, Siska! Kontribusi kamu sangat kita butuhkan. Apalagi kamu punya kompetensi dan fasilitas di bidang ITE."Siska pun menambahkan.
"Dan kali ini kita benar-benar tengah memiliki masalah yang teramat pelik dan rumit. Mungkin yang disampaikan Nikita hanya berorientasi pada kegiatan harian Asalist seperti, bhakti sosial dan kegiatan bernuansa relijius. Sekarang saya ingin menyampaikan hal-hal yang khusus, dan selama ini yang meng-keep perkara ini hanyalah orang-orang tertentu di komunitas Asalist.
Dan beberapa hari yang lalu, Nikita pernah mereferensikan kamu yang dianggap memiliki potensi dan kompetensi yang berkaitan dengan 'misi sunyi' dari Asalist." Pak Baqir mulai mengarahkan Siska agar memahami perkembangan 'misi sunyi' kelompok foundamental asalist.
"Misi sunyi? Maksudnya, Pak?" Tanya Siska penasaran. Tentu dia juga agak heran karena baru beberapa hari ini diajak Nikita ke teman-teman di Sekretariat, dan cukup enjoy atmosfirnya, kini disajikan hal yang baru dari Pak Baqir.
"Untuk detail Description Jobnya nya kamu bisa minta sama Niki. Saya hanya sedikit membuka dengan 'orientasi umum' berkaitan dengan misi sunyi ini." Pak Baqir melanjutkan.
"Mungkin kamu sudah mafhum, bahwa saat ini semua kitab-kitab langit sudah dibuat dalam bentuk software elektronik. Saya mengetahui dari Nikita sebelumnya, kalau kamu berbeda keyakinan dengan kami di sini. Tentunya kamu juga sering atau pernah membaca Kitab Langit yang kamu sebut Al Kitab. Kami menyebutnya Al Injila. Kami sudah telusuri dari situs-situs di dunia maya, baik itu tentang perjanjian lama, ataupun tentang perjanjian baru. Semua kitab langit tersebar demikian luas dan bebas tanpa kita ketahui keaslian teks dari kitab-kitab tersebut. Misi sunyi ini berkaitan dengan kitab-kitab langit yang saat ini masih kita yakini dan jalankan ajaran kebenarannya.
Begitu pula dengan kitab langit yang saya dan Nikita imani saat ini, kami menyebutnya Al Karim. Kami mendeteksi saat ini sudah banyak penyimpangan-penyimpangan. Baik secara tekstual maupun kontekstual. Ini terjadi karena begitu banyak kepentingan para persona convergent dan invergent di Betavia sana yang ingin mendapatkan perlindungan dan kemapanan bersama Tuan Samiri, menjadi kaki tangan Jake Wide melalui propaganda 'Kebebasan Mutlak Milik Manusia'.
Kondisi inilah yang ingin dinetralisir oleh individu divergent dari komunitas asalist. Saya berharap kamu bersedia menjadi individu asalist ini, lalu bersama berupaya meng'counter' propaganda 'individualisme dan self centris' yang disebarkan oleh para persona betavia." Pak Baqir pun memaparkan.
"Iya, Pak! Saya sedikit memahami perkembangan tersebut dari Nikita. Saya juga sering share tentang muatan Al Kitab dan Al Karim dengan Nikita, yang pada intinya kedua kitab ini menyampaikan perihal tentang kejadian manusia dan perbuatan apa yang harus dilakukan manusia itu sebagai bentuk pengabdian terhadap sang pencipta, Tuhan bagi segenap manusia.
Hanya saja, kami berbeda persepsi dengan konsep ketuhanan. Hal ini karena ada konsep trinitas dalam Al Kitab yang saya pahami, sedangkan Nikita meyakini konsep ketunggalan murni dari Al Karim. Tapi hal tersebut tidak menjadi penghalang bagi kami untuk tetap bersahabat erat. Bukan begitu, Niki?" Siska menanggapi pemaparan Pak Baqir sambil melirik ke arah Nikita. "Yupz! Of Course! 'couse we're living in the same sun, right?" jawab Nikita sepakat.
"Baik, kalau begitu.Niki, silakan lanjutkan controlling to the holy box, bagaimana kondisi terakhir saat ini?" pinta Pak Baqir. "Siap, Pak!" jawab Nikita. Kemudian Nikita menggeser layar ICPnya kemudian berkata, "Sebentar, info terkini aku share ke kamu, ya!". Siska yang memperhatikan Nikita pun mengangguk dan mengangkat jempolnya sambil berujar, "Sheep!"
"Coba kamu perhatikan gambar kotak itu, Sis!" pinta Nikita setelah mentransfer sebuah gambar melalui sebuah aplikasi antar gawai. "Oke!" jawab Siska.
Sambil terus memperhatikan gambar dari layar ICPnya, Siska bergumam, "Wuidieh, amazing! Ini kotak apa Niki? Aku belum pernah melihat kotak seindah ini, sangat unik dan mengagumkan!"
"Itu yang tadi aku sebut The Antique Holy Box, Sis! Kotak Suci Kuno, Mau tau isinya apa?" Nikita merespon dengan pertanyaan. "Tentu saja aku sudah tau, Niki!" jawab Siska. "Apaa?" tanya Nikita lagi. "Yang aku tau, pasti isinya bukan tahu isi apalagi tahu bulat yang digoreng dadakan!" jawab Siska dengan wajah aksi tetap serius memperhatikan layar ICP.
"Sembarangan, dasar ngablo! Tuh Pak, Siska kalo lagi seriusin ada aja ga beresnya." Ujar Nikita ke Pak Baqir. "Sudah, lanjutkan pengamatannya!" jawab Pak Baqir sambil tersenyum mengikuti alur waktu mereka bercanda.
"Oke, oke! Sorry and seriously. Apa isi kotak suci kuno itu? Aku mau tau, please!" pinta Siska dengan wajah berekspresi seolah memelas.
"Nanti aja aku jelasin, kita pamit dulu Pak! Maaf, ya pak, kita jadi mengganggu istirahat bapak! Saya mau langsung ke sekretariat aja, mumpung bawa sopir pribadi nih! Hik-hik!.." ujar Nikita sambil menoleh ke arah Siska.
"Matamu ningrat! Aku dianggap supri!" sambil mendelik ke arah Nikita. "Mohon pamit juga ya, Pak! Terima kasih sudah diberi kesempatan untuk bersama asalist, Pak!" sambung Siska sambil mengangguk hormat pada Pak Baqir.
"Baik, sama-sama Siska. Selamat berkontribusi!" balas Pak Baqir. "Niki, terima kasih sudah mau bantu saya!" lanjutnya mengarah ke Nikita. "Iya, Pak! Sama-sama, Niki jadi lebih banyak wawasan kok!" jawab Nikita sambil mengangguk hormat dan menyalami Pak Baqir, sosok individu divergent asalist yang begitu ia kagumi karena kepeduliannya pada manusia dan kehidupannya di bumi.
Mereka pun berlalu dari rumah Pak Baqir dengan penuh keakraban, masih penuh canda menuju mobil Siska yang setia menanti di sisi jalan rumah Pak Baqir. Mobil Jeep Wonder berwarna kuning itu pun akhirnya bergerak perlahan menuju sekretariat.
"Hei! 'Gimana kabar kotak suci kuno tadi, Niki!" tanya Siska tanpa menoleh sambil tangan tetap di atas kemudi.
"Listen to me, kotak suci kuno itu isinya jelas bukan tahu isi apalagi tahu bulat yang digoreng dadakan," ujar Nikita berulas senyum. "Isi kotak itu adalah, beberapa manuskrip kitab langit dari berbagai zaman dan peradaban, juga masih original." lanjutnya. "Saya pernah jelaskan ke kamu bahwa dalam keyakinan ajaran agama yang saya pahami, kita harus beriman tentang diturunkannya empat Kitab Langit kepada para rasul pilihan. Keempat kitab langit itu adalah Al Zaburo, At Taura, Al Injila dan Al Karim.
Mungkin untuk Al Zaburo, At Taura dan Al Injila, kamu lebih memahaminya sebagai Al Kitab yang berisikan perjanjian lama dan perjanjian baru antara manusia dengan tuhannya. Sedangkan aku berpegang dan berkeyakinan Al Karim atau dengan sebutan aslinya adalah Al Quran." Lanjut Nikita dan Siska terlihat serius mendengarkan.
"Jadi, keempat kitab asli tersebut, semuanya tersimpan dalam kotak suci itu? Kenapa disebut kotak suci? Mungkin karena isinya kitab suci, Ngkali ya?" Siska mencoba menerka dan berupaya menyimpulkan dengan santai.
"That's right! Karena semua kitab suci dan asli tersimpan dalam kotak itu. Filosofisnya adalah, kitab suci diturunkan tuhan yang maha suci, dan dibawa oleh orang-orang yang suci, lalu hanya akan dapat diterima oleh manusia yang bersedia untuk bersuci atau mensucikan diri. Hingga akhirnya siapa yang berprilaku sesuai kitab suci tersebut akan dekat dengan yang maha suci, yaitu sang pencipta." Papar Nikita seperti orang bijak-berilmu. "Ooo bulaaat !..." seru Siska sambil manggut-manggut padahal belum jelas.
"Dah, ngerti?" tanya Nikita. "Yang mana?" tengok Siska sekilas dengan wajah memprihatinkan. "Kok, tanya yang mana?" keluh Nikita.
"Hiya, isi kotak suci itu aku ngerti, aku tau ada empat kitab di situ. Tapi kalau kamu nyerocos tentang orang suci dan manusia yang mensucikan diri, Tulluuss...! aku sama sekali engga ngerti maksudnya apa?" seru Siska dengan gestur seraya sedang berdoa.
"Hadeuh!...buang energi nih aku! Udah, aku ikut kesimpulan kamu aja. Kotak suci itu isinya empat Kitab Langit yang suci, bukan tahu bulat apalagi tahu isi bikinan ibu tiri!" jawab Nikita mulai demam pikir.
"Lho? Kok melebar ke ibu tiri?" tanya Siska belum ngerti. "Ya, itu tahu isi yang Pueddesnya begitu kejam, sekejam ibu tiri!" tandas Nikita. "Wuih!...bisa! bisa! Sepakat, kalau ketemu yang 'Pueddes Gila' berarti bikinan ibu tiri!" jawab Siska sambil toast-tangan berakrab-ria dengan Nikita.
Satu putaran detik jam berlalu, mereka saling berdiam diri. Siska sekilas menoleh ke arah Nikita yang terlihat seperti merenungi sesuatu, "Hei! Kepikiran Cidut lagi, bukan?" tanya Siska akhirnya. "Bukan." jawab Nikita singkat. "terus?" tanya Siska lagi. "Engga ada terusannya, sampai situ aja." jawab Nikita semaunya. "Jadi, sampai di sini aja nih, engga diterusin?" tanya Siska sambil menginjak pedal rem untuk mengurangi kecepatan dan perlahan menghentikan mobilnya di tepian jalan.
"Ada apa, Sis?" tanya Nikita gagal faham. "Lha, kan tadi kamu bilang sampai situ aja!" ujar Siska dengan seutas senyum. "Iiih!...Maksudnya aku ga mau cerita si Cidut tengil lagi! Bukan mobil yang berhenti sampai situ, ngaco! Tanya aja masalah yang lain! Udah, ah! Terusin, Jalan!" pinta Nikita yang mulai nyambung dengan polah Siska. "Tadi katanya mau dilanjut ngejelasin masalah kotak suci?" tanya Siska sambil menginjak pedas gas kembali.
"Ohiya, Sorry. Aku terlanjur memikirkan Habill nih, Sis!" jawab Nikita mulai membuka keluhannya. "Ooh, begitu. Terakhir kamu cerita ke aku, Habill lagi ada kegiatan di Betavia, bukan?" tanya Siska memastikan.
"Ya, saat itu memang dia memberi kabar seperti itu. Aku juga tahu kalau dia sedang menjalankan misi sunyi yang tadi disampaikan Pak Baqir. Aku ada firasat buruk tentang Habill, Sis!" ujar Nikita. "Maksudnya?" tanya Siska.
"Sudah dua hari ini semua akun inline miliknya engga aktif. Hanya ada pesan berupa kode di ICPku bahwa ababil sudah begerak dengan individu lain menuju pelabuhan merah. Artinya, kotak suci itu sudah bukan di tangan Habill lagi dan ini mengisyaratkan bahwa nyawa Habill sudah terancam, sehingga dia harus memutuskan untuk menyerahkan kotak suci itu ke individu yang lain." Nikita menjelaskan dengan diakhiri tarikan nafas yang dalam penanda keresahan di hatinya.
"Ooh, jadi kamu tahu posisi kotak suci itu tapi tidak tahu posisi dan kondisi Habill saat ini?".ujar Siska mencoba memastikan. "Tepatnya begitu. Kotak suci itu telah dipasangi signal GPS jadi kita bisa mengetahui posisinya dimana. Hanya kita tidak bisa memastikan siapa individu divergent yang membawanya saat ini.
Standar operasional seharusnya, Habill memberikan update posision and saving area tentang keberadaan kotak suci dan individu yang membawanya." Jelas Nikita dengan wajah penuh kecemasan.
Sepanjang perjalanan Nikita dan Siska terus berbincang tentang Habill dan konten dari kotak suci. Sebatas yang diketahui Nikita dari Pak Baqir, kotak suci tersebut menyimpan empat kitab suci milik langit. Kitab suci tersebut sangat original, dari mulai bahasa dan media untuk menulisnya. Secara spesifik baik Nikita maupun Pak Baqir sama sekali belum memeriksa secara detail. Ini merupakan pesan intelejen dari masa detik-detik 'Kesultanan Turki Ustmaniyah' berakhir. Sekira tujuh belas abad silam, kotak suci ini relatif aman tersimpan dan terpendam di dasar laut merah.
Saat ini, bersamaan dengan perjalanan Nikita dan Siska, kondisi politik dunia semakin berubah menuju kehancuran, sebagian manusia hampir menjadi tuhan bagi dirinya sendiri. Hal ini akibat pengaruh kitab manusia yang semakin mengakar dalam peradaban kehidupan manusia di dunia, terlebih di pusat kota Betavia. Semua kitab langit harus dimusnahkan dan dibuat replika sebagai sejarah peringatan peradaban manusia terbelakang di moseum-moseum pusat kota. Diberikan label sebagai 'kitab terlarang bagi manusia yang cemerlang'.
Untuk menyelamatkan kitab-kitab langit yang diincar kelompok persona convergent dan invergent dari pusat peradaban Betavia maka tumbuhlah sebuah kelompok foundamental under ground yang menamakan dirinya International Saving Human Integrity (ISHI). Persona convergent menyebut kelompok ISHI merupakan kelompok yang memiliki cara berpikir divirgent, sehingga disebut individu divergent. Dimana setiap diri mereka akan terus mengungkapkan kebebasan gagasannya, kemudian berprilaku kreatif dan bebas memilih gagasan yang terhimpun bebas, bahkan berserakan tanpa terpaku pada rujukan benar atau salah. Namun mampu memvalidasi gagasan serta memilih gagasan terbaik diantaranya dengan cara berpikir sehat dan rujukan kitab-kitab langit. Itulah individu divergent.
Kelompok ISHI berupaya membuat replika kitab langit Al Karim secara khusus karena merupakan kitab terakhir yang diturunkan pada sang utusan terakhir dengan membawa surat-surat dari Al Khalika sang pencipta, bagi penghuni bumi. Khusus diturunkan untuk men-drive keturunan Al Zhine dan Al Insanie atau manusia. Mereka pun membuat 'zona abu-abu' tentang keberadaan kotak suci kuno yang berisi manuskrip asli empat kitab langit.
Diantara jaringan ISHI yang tetap sunyi senyap dengan individu divergentnya adalah komunitas asalist. Pak Baqir, Nikita dan Siska terus berkembang 'senyap' di Negara INA. Memperluas 'zona abu-abu' yang di sepanjang jalan kenalan dan menyelematkan kotak suci kuno yang menjadi program utama jaringan ini. Di antara gelombang ancaman persona convergent dan invergent kota Betavia.
Persona Betavia di bawah kekuasaan Jake Wide yang dikendalikan Tuan Samiri memang tidak mampu menjangkau informasi akurat tentang keberadaan kotak suci kuno itu. Beberapa replika kotak suci telah dibuat dan disebarkan ke setiap negara oleh jaringan ISHI. Pak Baqir dan Nikita pun tak mampu memastikan apakah kotak suci yang tengah berupaya mereka jaga untuk disave di suatu tempat itu merupakan kotak yang asli atau bukan.
Namun integritas dan loyalitas merekalah yang mendasari totalitas perjuangan penyelamatan kotak suci kuno ini. Mereka tak peduli kotak tersebut asli atau bukan, namun hal terpentingnya adalah terus bergerak-berkelanjutan. Utama Pak Baqir dan Nikita, mereka berdua tetap yakin bahwa replika Al Karim yang mereka simpan secara rahasia, masih sesuai dengan aslinya. Perjuangan dan pergerakan senyap dan masif berjamaah menuju satu arah harus terus dilakukan, terus menjaga kitab langit, dan terus membumikan ajarannya agar lestari di bumi, terpuji di langit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H